Iklan_1

Education & Financial Konsulting

Education & Financial Konsulting
Education & Financial Konsulting

Agrobisnis & Pariwisata

Agrobisnis & Pariwisata
Agrobisnis & Pariwisata

Digital & Network Development

Digital & Network Development
Digital & Network Development

Teknologi Pendidikan, Landasan histories Perkembangan Teknologi Pembelajaran




A.    Sejarah teknologi pembelajaran
Teknologi pemebelajaran sebenarnya muncul dari berbagai metode pengajaran yang telah dilakukan oleh golongan Sofi. Dalam proses belajar mengajar mereka menyadari berbagai macam masalah yang muncur dari setiap individu, misalnya masalah persepsi, motivasi, perbedaan individual di dalam belajar, dan masalah evaluasi untuk tiap-tiap individu. Berbagai masalah yang muncul tersebut diperlukan perbedaan strategi pengajaran agar dapat menghasilkan tingkah laku yang berbeda-beda.
Pembelajaran pertama dilakukan dengan Sistem tutor pada masa itu terjadi antara seorang tutor dan beberapa siswa sehingga hal itu dipandang sebagai bentuk pengajaran massal pertama. Pandangan golongan sofi didsaarkan pada:
1.      Bahwa manusia itu berkembang secara evolusi. Seorang dapat berkembang dengan teratur tahap demi tahap menuju ke arah peradaban yang lebih tinggi, melalui teknologi dan organiasi sosial, di mana orang dapat belajar mengarahkan permasalahnnya secara efektif.
2.      ahwa proses evolusi itu berlangsung terus, terutama aspek-aspek moral dan hukum. Kedua aspek itu berkembang serta diterima masyarakat karena mengandung nilai hidup, dan sanksinya bersumber dari hasil kesepakatan masyarakat bukan berasal dari prinsip-prinsip yang mutlak, bersifat a priori atau sebagai kekuasan yang berasal dari para dewa Yunani.
3.      Demokrasi dan persamaan sebagai sikap masyarakat merupakan kaidah umum.
4.      Bahwa asas-asas teori pengetahuan bersifat progresif, pragmatis, empiris, dan behavioristik.
Selanjutnya golongan Sofi ini memandang mansuia sebagai makhluk yang memiliki potensi intelegensi, potensi tanggung jawab sosial, potensi mengatur diri dan menaklukkan alam. Pengembangan potensi tersebut memerlukan pendidikan dan pengajaran. Mereka percaya akan nilai-nilai positif yang dikandung oleh pendidikan dan pengajaran. Golongan Sofi menghargai semua bentuk teknologi yang dalam bahasa Yunani disebut dengan techne, yang meliputi paham tentang kenegaraan berdasarkan rumus yang diciptakan oleh Pytagoras, bahwa manusia adalah ukuran dari segala-galanya
Pada tahun 1901 William James dalam bukunya “Talks to Teacher on psychology” mengungkapkan perbedaan antara seni mengajar dan ilmu mengajar. Kemudian pada tahun yang sama John Dewey menyatakan bahwa metode ilmu pengetahuan empirislah yang merupakan asas dalam pendidikan sehingga membawa implikasi terhadap fungsi ruang kelas sebagai laboratorium. Selanjutnya pada tahun 1902, Edward Thorndike untuk pertama kalinya memperkenalkan metode kuantitatif untuk masalah-masalah pengajaran. Kemudian pada tahun 1904, G. Stanley Hall melakukan pengujian dengan cara kuantitatif, melakukan pengukuran intelegensi anak yang tertuang dalam buku hasil penelitiannya yang berjudul ‘Adolescence’.
Dari pola hubungan yang terjadi tersebut, maka prinsip-prinsip dasar teknologi pengajaran menurut Thorndike adalah:
1.      Aktivitas sendiri
2.      Minat sebagai motivasi
3.      Persiapan dan suasana mental
4.      Individualisasi, dan
5.      Sosialisasi.
Metode John Dewey ini juga dikenal dengan metode berpikir reflektif, di mana seseorang berusaha untuk melakukan pemecahan masalah dalam proses berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan yang defenitif melalui lima langkah yaitu:
1.      Pertama siswa mengenali masalah, masalah itu datang dari luar dirinya sendiri.
2.      Selanjutnya siswa akan menyelidiki dan menganalisis kesulitan-kesulitan dan menentukan masalah yang dihadapinya.
3.      Lalu dia menghubungkan uraian-uraian hasil analisinya itu sendiri sayu sama lain, dan mengumpulkan berbagai kemungknan guna memecahkan masalah tersebut. dalam bertindak ia dipimpin oleh pengalamannya.
4.      Kemudian ia menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya masing-masing.
5.      Selanjutnya ia mencoba mempraktekkan salah satu kemungkinan pemecahan yang dipandangnya terbaik. Hasilnya akan  membuktikan betul-tidaknya pemecahan masalah itu. Bilamana pemecahan masalah itu salah satu kurang tepat, maka akan dicobanya kemungkinan yang lain, sampai ditemukan pemecahan masalah yang tepat. Pemecahan masalah yang tepat itulah yang benar, yaitu yang berguna untuk hidup dan sebagai asas pragmatisme.
Teknologi Pembelajaran tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual. Teknologi Pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi peralatan, yang berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan atau dengan kata lain mengajar dengan alat bantu audio-visual. Teknologi Pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan.
Adalah Edgar Dale dan James Finn merupakan dua tokoh yang berjasa dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran modern. Edgar Dale mengemukakan tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) sebagaimana tampak dalam gambar 1 berikut ini :
Gambar 1. Kerucut Pengalaman Dale
Dari gambar tersebut dapat kita lihat rentangan tingkat pengalaman dari yang bersifat langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, yang merentang dari yang bersifat kongkrit ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran, khususnya dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran
Pemikiran Edgar Dale tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) ini merupakan upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dengan komunikasi audiovisual. Kerucut Pengalaman Dale telah menyatukan teori pendidikan John Dewey (salah satu tokoh aliran progresivisme) dengan gagasan – gagasan dalam bidang psikologi yang tengah populer pada masa itu.
Sedangkan, James Finn seorang mahasiswa tingkat doktoral dari Edgar Dale berjasa dalam mengusulkan bidang komunikasi audio-visual menjadi Teknologi Pembelajaran yang kemudian berkembang hingga saat ini menjadi suatu profesi tersendiri, dengan didukung oleh penelitian, teori dan teknik tersendiri. Gagasan Finn mengenai terintegrasinya sistem dan proses mampu mencakup dan memperluas gagasan Edgar Dale tentang keterkaitan antara bahan dengan proses pembelajaran.
Teknolgi pembelajaran muncul sebagai sebuah usaha untuk menyelesaikan masalah individu-individu dalam proses tranfer ilmu. Karena setiap individu mempunyai problematika yang berbeda saat ada stimulus yang datang dari luar mereka, sehingga beberapa cara perlu ditempuh untuk dapat menjembatani seluruh kebutuhan individu yang berbeda.
Istilah teknologi pendidikan pada awalnya tidak ada yang tahu siapa yang menemukan istilah tersebut, namun dalam perkembangannya teknologi pendidikan berkembang sangat cepat, hal ini dikarenakan adanya tuntutan dalam upaya memecahkan masalah manusia belajar. Perkembangan teknologi pendidikan tentu tidak terlepas dari perkembangan pembelajaran yang sangat mempengaruhinya.

Pada tahun 1963 definisi formaal teknologi pendidikan disetujui dan dkembangkan oleh DAVI [Komisi Definisi dan Terminologi pada Departemen Pembelajaran Audio-Visual] yang didukung oleh TDP [Proyek Pengembangan Teknologi], dari definisi tersebut memperlihatkan adanya pengaruh sains, rancang-bangun, dan gerakan pendidikan AV. Definisi tersebut, oleh DAVI yang bekerja sama dengan NEA [Asosiasi Pendidikan Nasional] pada tahun 1963 dipublikasikan dengan pengertian sebagai berikut: ”Komunikasi audiovisual merupakan cabang dari teori dan praktek pendidikan terutama pada disain dan penggunaan pesan yang mengendalikan proses belajar. Usaha tersebut yaitu: (a) studi yang menyangkut kelemahan dan kekuatan yang relatif dan unik baik pesan yang bergambar maupun tidak bergambar, yang mungkin dikerjakan dalam proses belajar untuk tujuan lain; dan (b) penyusunan dan sistematisasi pesan yang disampaikan manusia dan instrumen dalam lingkungan pendidikan. Usaha tersebut meliputi perencanaan, produksi, seleksi, manajemen, dan penggunaan komponen dan keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya merupakan efisiensi penggunaan setiap metode dan media komunikasi yang dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan seluruh potensi peserta didik” (Ely, 1963, dalam Anglin 1991)
Dari pengertian tersebut memiliki makna bahwa dalam pendidikan tidak terlepas dari sebuah rancangan pesan seperti apa yang akan disampaikan kepada peserta didik dalam upaya mengendalikan dan membantu peserta didik selama proses belajar. Dalam hal ini juga dapat dipastikan bahwa teknologi pendidikan merupakan sistem, karena memiliki komponen-komponen yang saling mempengaruhi satu sama lain dalam setiap pelaksanaan pembelajaran.
Pada tahun 1965 konvensi DAVI yang ditetapkan di Milwauke, Wisconsin, dalam diskusi formal membahas tentang perubahan nama, dan pada tahun 1970 organisasi secara resmi mengubah namanya menjadi Asosiasi Teknologi Komunikasi dan Teknologi bidang Pendidikan (AECT). Bagaimanapun istilah ini lebih dikenal dengan istilah yang dipendekan yaitu Teknologi Pendidikan. Perubahan identitas ini terjadi disamping fakta bahwa sebutan organisasi juga mencakup istilah
“Komunikasi Pendidikan”. Walaupun para penulis definisi tahun 1963 mempertimbangkan suatu perubahan sederhana dan mendukung untuk adanya perubahan definisi yang baru. Banyak pernyataan yang melukiskan karakteristik suatu profesi pada saat definisi ditulis tahun 1963, namun orang menggunakan tulisan Finn (1963). Ketika bidang AV dianggap sebagai cikal-bakal yang memungkinkan sebagai status profesional, Finn mengidentifikasikan enam karakteristik pada suatu profesional:
Pada tahun 1972 Kenneth Silber memperkenalkan sebuah sistem yang mengkombinasikan ide tentang “open classroom movement” dengan penerapan teknologi pendidikan, dalam hal ini Heinich dan Silber memandang bahwa peran guru harus lebihh mengarah pada fungsi “fasilitator” yang memberikan berbagai kemudahan dalam membantu siswa untuk belajar.

Dari pemahaman di atas, dapat di disimpulkan bahwa terdapat tiga konsep pokok yang ada dalam definisi teknologi pendidikan tahun 1972 yang menjadikannya ciri khas, ketiga konsep pokok ini kemudian disebbut dengan iistlah bidang atau kawasan, yaitu : (1) Sumber belajar dengan lingkup yang luas, meliputi materi, alat (tools/equipment), manusia, dan lingkungan. (2) Belajar individual atau personal, yaitu pembelajaran yang penekanannya pada belajar secara personal dengan bantuan bahan ajar yang daat memenuhi kebutuhan siswa misalnya dengan menggunakan bahan ajar pengajaran berprograma (programmed instruction). (3) Pendekatan sistem, yaitu bahwa pembelajaran merupakan sebuah sistem yang harus ditempuh oleh siswa, misalnya dalam pengajaran berprograma ada beberapa tahapan yang harus dilalui siswa dalam memahami materi. Pendekatan sistem
pada umumnya meliputi: penilaian kebutuhan, pemilihan solusi, pengembangan sasaran, analisis tugas, dan content sesuai dengan tujuan.
Pada tahun 1977 AECT mengubah definisi teknologi pendidikan dari pengertian teknologi pendidikan adalah sebuah bidang yang tercakup didalamnya bagaimana mempermudah manusia belajar melalui identifikasi sistematis, pengembangan, organisasi, dan pemanfaatan sumber belajar secara maksimal melalui manajemen proses. (Ely, 1972. Januszweski 2001) menjadi lebih kompleks, yaitu proses terintegrasi yang meliputi orang, prosedur, ide, alat dan organisasi, untuk menganalisis masalah-masalah serta merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan mengelola solusi terhadap masalah-masalah yang muncul, termasuk ke dalam setiap aspek belajar manusia. Dalam teknologi pendidikan, pemecahan masalah mengambil bentuk seluruh sumber-sumber belajar yang dirancang, dipilih, digunakan, atau ketiganya digunakan untuk belajar; sumber-sumber ini di identifikasi sebagai pesan, orang, materi, alat, teknik, dan setting.
Definisi resmi tentang teknologi pendidikan dapat dipandang sebagai usaha untuk membawa sedikit fragmen dari teori, teknik, dan sejarah dalam literatur AV terhadap suatu pernyataan koheren yang akan mengejar “kemiskinan berfikir” yang ditandai gerakan pendidikan

AV. Pengembangan komunikasi AV (kemudian teknologi pendidikan) sebagai suatu teori yang menambahkan “isi intelektual” menjadi praktek AV. Praktek profesional diperkuat ketika komisi menggabungkan konsep komunikasi AV dengan orientasi proses bidang teknik intelektual baru yang menjadi landasan teori.

Perubahan definisi teknologi pendidikan terjadi lagi pada tahun 1994 dengan mengubah istilah teknologi pendidikan menjadi teknologi pembelajaran. AECT menjelaskan definisi teknologi pembalajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian terhadap proses dan sumber sumber belajar.

Sebagai perbandingan mengenai definisi teknologi pendidikan, berikut pendapat dari beberapa ahli teknologi pendidikan. Menurut Collier et el., dalam Anglin menyatakan bahwa teknologi pendidikan, meliputi aplikasi sistem, teknik untuk mengembangkan proses belajar manusia. Yang memiliki empat karakteristik, yaitu: definisi tujuan untuk mencapai hasil belajar siswa; aplikasi prinsip-prinsip belajar untuk menganalisis dan merestruktur mata pelajaran yang akan dipelajari; memilih dan menggunakan media yang tepat untuk menyampaikan materi; dan menggunakan metode yang tepat untuk menilai penampilan siswa untuk mengevaluasi efektivitas mata pelajaran atau materi.
Sedangkan Silverman mengembangkan dua konsep tentang teknologi pendidikan adalah hubungan antara prosedur dan alat dengan konstruksi teknologi pendidikan, yang berfokus pada analisis masalah belajar, membangun dan menyeleksi instrumen evaluasi, serta memproduksi teknik dan alat, semuanya ini untuk mencapai lulusan yang optimal. ( Silverman, dalam Anglin :1991 p.4 ).

B. Definisi Teknologi Pembelajaran
Rumusan tentang pengertian Teknologi Pembelajaran telah mengalami beberapa perubahan, sejalan dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi tentang Teknologi Pembelajaran yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan Teknologi Pembelajaran.
Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963
“ Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar, mencakup kegiatan : (a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses belajar; (b) penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
Meski masih menggunakan istilah komunikasi audio-visual, definisi di atas telah menghasilkan kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran berikutnya serta dapat mendorong terjadinya peningkatan pembelajaran.
Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970
Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis…..bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya.”
“Teknologi Pembelajaran merupakan usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi sumber manusia dan manusia agar belajar dapat berlangsung efektif.”
Dengan mencantumkan istilah tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodir pengaruh pemikiran B.F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus.
Definisi Silber 1970
“Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
Definisi yang dikemukakan oleh Kenneth Silber di atas menyebutkan istilah pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat dua pengertian, disamping berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga diartikan pula sebagai pengembangan dari Teknologi Pembelajaran itu sendiri, yang mencakup : perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi untuk pembelajaran.
Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
“Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”
Definisi sebelumnya meliputi istilah, “mesin”, instrumen” atau “media”, sedangkan dalam definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.
Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan sebagai berikut :
“Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi.
Definisi AECT 1977
“Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori.
Definisi AECT 1994
“Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.
Jika kita amati isi kandungan definisi-definisi teknologi pembelajaran di atas, tampaknya dari waktu ke waktu teknologi pemebelajaran mengalami proses “metamorfosa” menuju penyempurnaan. Yang semula hanya dipandang sebagai alat ke sistem yang lebih luas, dari hanya berorientasi pada praktek menuju ke teori dan praktek, dari produk menuju ke proses dan produk, dan akhirnya melalui perjalanan evolusionernya saat ini teknologi pembelajaran telah menjadi sebuah bidang dan profesi.
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, khususnya dalam bidang pendidikan, psikologi dan komunikasi maka tidak mustahil ke depannya teknologi pembelajaran akan semakin terus berkembang dan memperkokoh diri menjadi suatu disiplin ilmu dan profesi yang dapat lebih jauh memberikan manfaat bagi pencapaian efektivitas dan efisiensi pembelajaran. 
Kendati demikian, harus diakui bahwa perkembangan bidang dan profesi teknologi pembelajaran di Indonesia hingga saat ini masih boleh dikatakan belum optimal, baik dalam hal design, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, maupun evaluasinya. Kiranya masih dibutuhkan usaha perjuangan yang sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait dengan teknologi pembelajaran, baik dari kalangan akademisi, peneliti maupun praktisi.

Share Post:

Yogi Iskandar


Yogi Iskandar

Yogi Iskandar

Sponsor By:

SUBSCRIBER


SUBSCRIBER

Iklan_Foot