Iklan_1

Education & Financial Konsulting

Education & Financial Konsulting
Education & Financial Konsulting

Agrobisnis & Pariwisata

Agrobisnis & Pariwisata
Agrobisnis & Pariwisata

Digital & Network Development

Digital & Network Development
Digital & Network Development

Kumupulan Tugas Mata Kuliah Seminar pendidikan Universitas Galuh

PENJAMINAN DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN


Oleh:

ATEP TEDI
CECEP PEPE PUADDIN
SIWI SAPTOTRIONO


BAB I
PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan solusi strategis yang dapat memecahkan berbagai permasalahan kehidupan mulai dari permasalahan yang kecil sampai yang besar di lingkungan yang sektoral sampai global. Bangsa Indonesia sudah lama sekali mengidam-idamkan kontribusi nyata dari proses pendidikan yang telah dilakukan. Sering kali kita mendengar mengenai berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan, sementara di sisi lain kita sendiri belum tahu secara pasti sudah sampai di mana kulaitas pendidikan kita. Sebagai bangsa yang bermartabat pemahaman mengenai investasi dan urgensi pendidikan sudah kita pahami secara konseptual, tetapi realisasinya banyak dihantui oleh berbagai hal yang membiaskan keberhasilan pendidikan.
Berbagai negara di dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikian. Kecenderungan internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan dibangun dari unit satuan pendidikan di mana kelompok pendidik dan tenaga kependidikan profesional menunjukkan komitmen dan praktek-praktek yang terbaik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional. Undang-undang tersebut memuat visi, misi, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta strategi pembangunan pendidikan nasional, untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan berdaya saing dalam kehidupan global.
Perhatian pemerintah terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional direfleksikan dalam  berbagai kebijakan pembangunan pendidikan yang secara sistematik telah lama dilakukan. Namun berbagai program inovasi pendidikan pada kenyataannya belum menunjukkan hasil pencapaian mutu pendidikan yang mampu membangun daya saing bangsa.
Berdasarkan data hasil survei tentang Human Development Index (HDI) oleh United Nation Development Program atau UNDP pada 14 Maret 2013, menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat 121 dari 185 negara (http://hdr.undp.org/en/statistics/ diakses 1 September 2013). Walaupun terjadi peningkatan 3 peringkat dari tahun 2012, namun jika dibandingkan dengan rata-rata IPM negara-negara yang berada di kawasan Asia Fasifik, IPM Indonesia masih di bawah rata-rata negara-negara tersebut.
Beberapa dari hasil penelitian mengindikasikan bahwa para guru dan sekolah adalah pihak-pihak yang memberikan kontribusi terbesar terhadap hasil mutu pendidikan peserta didik. Untuk alasan di atas, cakupan Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan perlu diarahkan pada penjaminan dan meningkatkan mutu untuk guru, kepala sekolah, sekolah, dan tenaga inti lainnya di sekolah serta sistem yang mendukung pekerjaan mereka.
Kualitas guru di Indonesia akhir-akhir ini mendapat sorotan yang tajam karena masih adanya guru yang dianggap belum layak mengajar di jenjangnya masing-masing. Hal ini tentunya akan berakibat pada penurunan kualitas SDM yang dihasilkan dari proses pendidikan.
Tentunya sudah fitrah bahwa guru merupakan garda terdepan dalam menentukan keberhasilan pendidikan, karena guru merupakan pihak yang berinteraksi langsung dengan siswa dalam mentrasformasikan berbagai konsep, sikap, maupun keterampilan. Jika kemampuan guru dalam melaksanakan tugas ini rendah maka kompetensi siswa akan rendah, sehingga muaranya akan berkulminasi pada rendahnya kualitas pendidikan secara nasional.
Dengan demikian proses pendidikan menjadi penentu dalam pembentukan manusia Indonesia yang produktif serta berkualitas. Pelaksana  proses pendidikan adalah guru, sehingga peran dan fungsi guru dalam pendidikan merupakan penentu keberhasilan pendidikan secara keseluruhan. Hal ini senada dengan pendapat Mulyasa (2005: 5) yang menyatakan bahwa, “Guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral, pertama, dan utama”.
Hal serupa di ungkapkan pulan oleh Bailer (Permadi dan Arifin, 2010: 117) yang menyatakan bahwa, ”Peranan guru dalam proses belajar mengajar adalah sangat sentral. Bagaimanapun bagusnya kurikulum, kalau tidak ditunjang oleh kualitas dan kemandirian guru pada akhirnya akan kurang berhasil”. Dengan tidak bermaksud mengecilkan kontribusi komponen yang lainnya, komponen tenaga guru merupakan salah satu faktor yang sangat esensi dalam menentukan kualitas peserta didiknya.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Pengertian Mutu Pendidikan;
2.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan;
3.      Indikator Sekolah Bermutu;
4.      Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan;
5.      Alur Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan;
6.      Manfaat Penjaminan Mutu Pendidikan;
7.      Karakteristik Mutu Pendidikan.

C.      Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian mutu pendidikan;
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan;
3.      Untuk  mengetahui indikator sekolah bermutu;
4.      Untuk mengetahui penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan;
5.      Untuk mengetahui alur sistem penjaminan mutu pendidikan;
6.      Untuk mengetahui manfaat penjaminan mutu pendidikan;
7.      Untuk mengetahui karakteristik mutu pendidikan.





BAB II
PEMBAHASAN



A.      Pengertian Mutu Pendidikan
Menurut Crosby (dalam Hadis dan Nurhayati, 2010:85), mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai yang diisyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. Sedangkan menurut Deming mutu ialah kesesuain dengan kebutuhan pasar atau konsumen.
Mutu ialah suatu kondisi dinamik yang berhubungan dengan produk, tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dengan perubahan mutu tersebut, diperlukan peningkatan atau perubahan keterampilan tenaga kerja, proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi dan melebihi harapan konsumen.
Pengertian mutu memiliki variasi sebagaimana didefinisikan oleh masing-masing orang atau pihak. Produsen (penyedia barang/jasa) atau konsumen (pengguna/pemakai barang/jasa) akan memiliki definisi yang berbeda mengenai mutu barang/jasa. Perbedaan ini mengacu pada orientasi masing-masing pihak mengenai barang/jasa yang menjadi objeknya. Satu kata yang menjadi benang merah dalam konsep mutu baik menurut konsumen maupun produsen adalah kepuasan. Barang/jasa yang dikatan bermutu adalah yang dapat memberikan kepuasan baik bagi pelanggan maupun produsennya.
Mutu pendidikan dapat didefinisikan sebagai pencapaian tujuan dan kompetensi lulusan yang telah ditetapkan oleh lembaga pendidikan di dalam strateginya atau kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan. Peningkatan mutu sekolah adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan tujuan agar menjadi target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.

B.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan
Untuk meningkatkan mutu pendidikan kita perlu melihat dari banyak sisi. Telah banyak pakar pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan.
Dalam persfektif makro banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, diantaranya faktor kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar, aplikasi metode, strategi dan pendekatan pendidikan yang mutakhir dan modern, metode evaluasi pendidikan yang tepat, biaya pendidikan yang memadai, manajement pendidikan yang dilaksanakan secara profesional, sumberdaya manusia para pelaku pendidikan yang terlatih, berpengetahuan, berpengalaman dan profesional (Hadis dan Nurhayati, 2010:3).
Dalam perspektif mikro atau tinjauan secara sempit dan khusus, faktor dominan yang berpengaruh dan berkontribusi besar terhadap mutu pendidikan ialah guru yang profesional dan guru yang sejahtera. Oleh karena itu, guru sebagai suatu profesi harus profesional dalam melaksanakan berbagai tugas pendidikan dan pengajaran, pembimbingan dan pelatihan yang diamanahkan kepadanya.
Dalam proses pendidikan guru memiliki peranan sangat penting dan strategis dalam membimbing peserta didik kearah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan ujung tombak pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya seorang guru tidak hanya menguasai bahan ajar dan memiliki kemampuan teknis edukatif tetapi memiliki juga kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masyarakat.
Untuk menciptakan peserta didik yang berkualitas, guru harus minimalnya menguasai 4 kompetensi dan menaksanakan tugas pokok dan fungsi dengan baik. Keempat kompetensi yang harus dikuasai guru untuk meningkatkan kualitasnya tersebut adalah kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Guru harus sungguh-sungguh dan baik dalam menguasai 4 kompetensi tersebut agar tujuan pendidikan bisa tercapai. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 4 kompetensi guru dijabarkan sebagai berikut:
1.      Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik pada dasarnya adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi yang merupakan kompetensi khas, yang membedakan guru dengan profesi lainnya ini terdiri dari 7 aspek kemampuan, yaitu:
a.       Mengenal karakteristik anak didik
b.      Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran
c.       Mampu mengembangan kurikulum
d.      Kegiatan pembelajaran yang mendidik
e.       Memahami dan mengembangkan potensi peserta didik
f.       Komunikasi dengan peserta didik
g.      Penilaian dan evaluasi pembelajaran
2.      Kompetensi Profesional
Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan guru dalam mengikuti perkembangan ilmu terkini karena perkembangan ilmu selalu dinamis. Kompetensi profesional yang harus terus dikembangkan guru dengan belajar dan tindakan reflektif. Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
a.       Konsep, struktur, metode keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar
b.      Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah
c.       Hubungan konsep antar pelajaran terkait
d.      Penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari
e.       Kompetensi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional
3.      Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial bisa dilihat apakah seorang guru bisa bermasyarakat dan bekerja sama dengan peserta didik serta guru-guru lainnya. Kompetensi sosial yang harus dikuasai guru meliputi:
a.       Berkomunikasi lisan dan tulisan
b.      Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
c.       Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik
d.      Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar
e.       Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia
f.       Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan
g.      Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru
4.      Kompetensi Kepribadian
Kompetensi ini terkait dengan guru sebagai teladan, beberapa aspek kompetensi ini misalnya:
a.       Dewasa
b.      Stabil
c.       Arif dan bijaksana
d.      Berwibawa
e.       Mantap
f.       Berakhlak mulia
g.      Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
h.      Mengevaluasi kinerja sendiri
i.        Mengembangkan diri secara berkelanjutan

C.      Indikator Sekolah Bermutu
Sekolah yang memiliki mutu baik, tentu akan menjadi menjadi tool untuk mempercepat meningkatkanya kualitas pendidikan di Indonesia.  Sekolah berkualitas akan menghasilkan lulusan (output) yang memiliki daya saing tinggi, mampu berkompetensi di dunia global, yang pada akhirnya akan menjadi salah satu satu tolok ukur kemajuan suatu bangsa.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, pemerintah telah memberikan rambu-rambu, bagaimana menciptakan sekolah yang memiliki kualitas baik. Salah satunya adalah dengan menerbitkan  Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang menjadi acuan minimal kualitas pendidikan. Delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, adalah sebagai berikut:
1.      Standar Isi
Standar isi pendidikan adalah mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi memuat krangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik. Sekolah/madrasah akan terlihat bagaimana lembaga tersebut mengimplementasikan standar isi dalam proses pembelajaran.
2.      Standar Proses
Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar komptensi lulusan. Dalam proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, memotivasi, menyenangkan, menantang, mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologinya. Dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
3.      Standar Sarana dan Prasarana
Standar prasarana dan sarana pendidikan adalah Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan persyaratan minimal tentang lahan, ruang kelas, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi, perabot, alat dan media pendidikan, buku, dan sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
4.      Standar Komptensi Lulusan
Standar kompetensi lulusan pendidikan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
5.      Standar Pengelolaan
Standar Pengelolaan pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, atau nasional agar tercapai efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan satuan pendidikan menjadi tanggung jawab kepala satuan pendidikan. Pengelolaan SDSN menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam perencanaan program, penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kegiatan pembelajaran, pendayagunaan tenaga kependidikan, pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan, penilaiyan kemajuan hasil belajar, dan pengawasan.
6.      Standar Pembiayaan
Standar pembiayaan mengatur komponen dan besarnya biaya operasional satuan pendidikan. Hampir bisa dipastikan, sekolah yang belum memnuhi standar ini akan sulit untuk bersaing guna memperoleh sekolah yang bermutu. Karena, sekolah yang bermutu artinya sekolah/madrasah yang memilki guru berkualitas, fasilitas lengkap dan memadai, dsb. Guru akan bekerja secara professional, berinovasi, berkreasi jika ditunjang dengan biaya yang cukup. Proses belajar akan bisa terlaksana dengan ideal apabila sarana pendukung pembelajaran tersedia. Semua itu tentunya membutuhkab biaya yang tidak sedikit.
7.      Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria pendidikan pra jabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan dalam jabatan. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Kompetensi adalah tingkat kemampuan minimal yang harus dipenuhi seorang pendidik untuk dapat berperan sebagai agen pembelajaran.
8.      Standar Penilaian
Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaan prestasi belajar peserta didik. Penilaan hasil belajar peserta didik dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri No. 20 Tahun 2007. Karena untuk mengukur keberhasilan semua lembaga pendidikan, dibutuhkan sebuah evaluasi yang berkesinambungan. Penilaian yang baik adalah penilaian yang dapat mengukur apa yang hendak diukur (realibilitas). Sekolah yang menerapkan system penilaian yang baik, akan dapat memotivasi semangat belajar peserta didik. Karena, ada kecendrungan peserta didik di Indonesia akan mau mempersiapkan diri dengan baik jika dievaluasi dan diberikan penilaian secara objek dan terbuka.

D.      Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan
Penjaminan mutu merupakan suatu sistem dalam manajemen mutu. Manjemen mutu itu sendiri merupakan suatu cara dalam mengelola suatu organisasi yang bersifat komprehensif dan terintegrasi. Manajemen mutu diarahkan dalam rangka: (a) memenuhi kebutuhan konsumen secara konsisten; dan (b) menciptakan peningkatan secara terus menerus dalam setiap aspek organisasi (Tunner dan Toro, dalam Danny 2010).
Tujuan utama dari sistem manajemen mutu adalah untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam proses produksi dengan cara mengusahakan agar setiap langkah yang dilaksanakan selama proses produksi diawasi sejak permulaan proses produksi itu. Apabila terjadi kesalahan dalam proses produksi segera dilakukan perbaikan sehingga terjadinya kerugian yang lebih besar dapat dihindari. Dalam manajemen mutu, sistem ini memiliki keunggulan yaitu produk yang dihasilkan terjamin mutunya, karena pencegahan kesalahan dalam proses produksi dilakukan secara ketat. Meskipun dalam jangka pendek untuk memulai peranan sistem manajemen mutu seperti ini relative mahal, karena harus tersedia berbagai sumber daya khususnya sumber daya manusia yang handal, namun dalam jangka panjang sistem ini sangat menguntungkan karena dapat mencegah atau memperkecil kegagalan dalam proses produksi.
Dalam penerapan sistem penjaminan mutu, proses yang terjadi menggambarkan semua kegiatan yang menjamin produk yang dihasilkan melalui proses yang dijanjikan. Dengan sistem ini kebutuhan akan kegiatan inspeksi yang terbatas hanya memisahkan produk yang bagus dan jelek dapat dieliminasi atau dikurangi.
Keberhasilan penerapan konsep manajemen mutu dalam bidang industri menyebabkan banyak pengelola organisasi, termasuk organisasi pendidikan cenderung untuk menerapkan konsep dan prinsip-prinsip manajemen mutu itu dengan modifikasi sesuai dengan kepentingan. Dalam bidang pendidikan, manajemen mutu merupakan cara mengatur semua sumber daya pendidikan diarahkan agar semua orang yang terlibat di dalamnya melaksanakan tugas dengan penuh semangat dan  berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaan pekerjaan sehingga menghasilkan jasa yang sesuai atau melebihi kebutuhan konsumen.
Dalam lingkungan sistem pendidikan, khususnya persekolahan, tuntutan akan penjaminan mutu merupakan gejala yang wajar, karena penyelenggaraan pendidikan yang bermutu merupakan akuntabilitas publik. Setiap komponen pemangku kepentingan pendidikan (orang tua, masyarakat, dunia kerja, pemerintah) dalam peranan dan kepentingannya masing-masing memeiliki kepentingan terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Mutu dalam pengertian memenuhi spesifikasi sering disebut sebagai kesesuaian untuk tujuan atau penggunaan, atau disebut pula sebagai definisi kualitas menurut produsen.
Penjaminan mutu pendidikan adalah serentetan proses dan sistem yang berkaitan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan data tentang kinerja dan mutu pendidik dan tenaga kepandidikan, program dan lembaga pendidikan. Menurut Depdiknas (dalam Satori, 2010), penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah di Indonesia terkait dengan:
a.       Pengkajian mutu pendidikan
b.      Analisis dan pelaporan mutu pendidikan
c.       Peningkatan mutu pendidikan
d.      Penumbuhan budaya peningkatan mutu berkelanjutan
Proses penjaminan mutu mengidentifikasi aspek  pencapaian dan prioritas peningkatan, menyediakan data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan serta membantu membangun budaya peningkatan berkelanjutan. Pencapaian mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah dikaji berdasarkan delapan Standar Nasional Pendidikan. Penjaminan mutu akan berkontribusi terhadap peningkatan mutu.
Diagram di bawah ini memberikan pandangan umum tentang hubungan antara berbagai elemen inti dalam sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan.










Penjaminan dan Peningkatan Mutu di Indonesia

Berdasarkan permendiknas nomor 63 tahun 2009 tentang penjaminan mutu pendidikan, paradigma dan prinsip penjaminan mutu pendidikan adalah sebagai berikut.
1.      Paradigm penjaminan mutu pendidikan
a.       Pendidikan  untuk  semua  yang  bersifat  inklusif  dan  tidak  mendiskriminasi  peserta  didik atas dasar latar belakang apa pun.
b.      Pembelajaran  sepanjang  hayat  berpusat  pada  peserta  didik  yang  memperlakukan, memfasilitasi, dan mendorong peserta didik menjadi insan pembelajar mandiri yang kreatif, inovatif, dan berkewirausahaan.
c.       Pendidikan  untuk  perkembangan,  pengembangan,  dan/atau  pembangunan berkelanjutan  (education  for  sustainable  development),  yaitu  pendidikan  yang mampu mengembangkan peserta didik menjadi rahmat bagi sekalian alam.
2.      Prinsip penjaminan mutu pendidikan
a.       Keberlanjutan.
b.      Terencana  dan  sistematis,  dengan  kerangka  waktu  dan  target-target  capaian  mutu yang Jelas dan terukur dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan nonformal;
c.       Menghormati otonomi satuan pendidikan formal dan nonformal;
d.      Memfasilitasi  pembelajaran  informal  masyarakat  berkelanjutan  dengan  regulasi  negara  yang seminimal mungkin;
e.       SPMP merupakan sistem terbuka yang terus disempurnakan secara berkelanjutan.
Untuk dapat memenuhi mutu diperlukan manajemen mutu. ISO 8402 (dalam Garmawandie, 2013) mendifinisikan manajemen mutu sebagai semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan mutu, tujuan-tujuan dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui alat-alat, seperti: (1) perencanaan mutu (quality planning), yaitu penetapan dan pengembangan tujuan dan kebutuhan untuk mutu serta penerapan sistem mutu; (2) pengendalian kualitas (quality control), yaitu teknik-teknik dan aktivitas operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu; (3) jaminan mutu (quality assurance) yaitu semua tindakan terencana dan sistematik yang diimplementasikan dan didemonstrasikan guna memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan kebutuhan untuk mutu tertentu; (4) peningkatan mutu (quality improvement), yaitu tindakan-tindakan yang diambil guna meningkatkan nilai produk untuk pelanggan melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi dari proses dan aktivitas melalui struktur organisasi. Oleh karena itu manajemen mutu merupakan kemampuan atau kapabilitas yang melekat dalam sumber daya manusia serta merupakan proses yang dapat dikontrol (controllable process), dan bukan suatu kebetulan belaka.

E.       Alur Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Penjaminan mutu pendidikan sesuai dengan permendiknas nomor 63 tahun 2009 terdiri atas kegiatan penetapan, pemenuhan, pengukuran, pemetaan, dan penilaian standar. Secara garis besar dapat dikategorikan ke dalam tiga kegiatan yakni persiapan, pelaksanaan, dan pengukuran.


 















Alur Penjaminan Mutu Pendidikan

Pada tahap persiapan terdapat dua kegiatan yaitu penyusunan regulasi dan pemetaan. Pada tahap ini setiap institusi sesuai dengan tingkatan pada sistem penjaminan mutu pendidikan melaksanakan penetapan standar, dan penetapan prosedur operasional standar.
Pada kegiatan pemenuhan standar merupakan pelaksanaan penjaminan dan upaya peningkatan mutu pendidikan. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan, yaitu sebagai berikut:
1.      Pemenuhan standar mutu;
2.      Penyusunan kurikulum;
3.      Penyediaan sumber daya;
4.      Pemberian bantuan, fasilitasi, saran, dan arahan dari pemerintah;
5.      Pemberian bantuan, fasilitasi, saran, dan arahan dari masyarakat.
Pada tahap pengukuran, institusi di evaluasi mengenai persiapan dan pemenuhan standar berupa audit kerja, akreditasi, sertifikasi, dan bentuk lainnya.

F.       Manfaat Penjaminan Mutu Pendidikan
Menurut Mierawan (2010), manfaat yang diperoleh dengan dilakukannya penjaminan mutu untuk satuan pendidikan itu meliputi:
1.      Pengetahuan
Penjaminan mutu dapat dimanfaatkan dalam rangka mengetahui bagaimana keadaan dan hubungan berbagai dimensi dan aspek untuk dijadikan fokus penilaian.
2.      Pengembangan
Penjaminan mutu dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pengembangan pendidikan di sekolah.
3.      Akuntabititas
Hasil dari penjaminan mutu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders).

G.      Karakteristik Mutu Pendidikan
Menurut Husaini Usman (2009) dalam bukunya Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, mengatakan bahwa mutu pendidikan memiliki 13 karakteristik seperti berikut ini:
1.      Kinerja (performa): berkaitan dengan aspek fungsional sekolah. Misalnya: kinerja guru dalam mengajar baik, memberikan penjelasan meyakinkan, sehat dan rajin mengajar, dan menyiapkan bahan pelajaran lengkap. Pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik yang ditandai hasil belajar tinggi, lulusannya banyak, putus sekolah sedikit, dan yang lulus tepat waktu banyak. Akibat kinerja yang baik maka sekolah tersebut menjadi sekolah favorit.
2.      Waktu wajar (timeliness): selesai dengan waktu yang wajar. Misalnya: memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu. Waktu ulangan tepat. Batas waktu pemberian pekerjaan rumah wajar. Waktu untuk guru naik pangkat wajar.
3.      Handal (reliability): usia pelayanan prima bertahan lama. Misalnya: pelayanan prima yang diberikan sekolah bertahan dari tahunke tahun, mutu sekolah tetap bertahan dari tahun ke tahun. Sebagai sekolah favorit bertahan dari tahun ke tahun. Sekolah menjadi juara tertentu bertahan dari tahun ke tahun. Guru jarang sakit. Kerja keras guru bertahan dari tahun ke tahun.
4.      Daya tahan (durability): tahan banting. Misalnya: meskipun krisis moneter, sekolah masih tetap bertahan, tidak tutup. Siswa dan guru tidak putus asa dan selalu sehat
5.      Indah (aestetics). Misalnya: eksterior dan interior sekolah ditata menarik. Taman ditanami bunga dan terpelihara dengan baik. Guru-guru membuat media pendidikan yang menarik. Warga sekolah berpenampilan rapi.
6.      Hubungan manusiawi (personal interface): menjunjung tinggi nilai-nilai
moral dan profesionalisme.Misalnya: warga sekolah saling menghormati, baik warga intern maupun ektern sekolah, demokratis, dan menghargai profesionalisme.
7.      Mudah penggunaannya (easy of use). Sarana dan prasarana dipakai.Misalnya: aturan-aturan sekolah mudah diterapkan. Buku-buku perpustakaan mudah dipinjam dan dikembalikan tepat waktu. Penjelasan guru di kelas mudah dimengerti siswa. Contoh soal mudah dipahami. Demonstrasi praktik mudah diterapkan siswa.
8.      Bentuk khusus (feature): keunggulan tertentu.Misalnya: sekolah ada yang unggul dengan hampir semua lulusannya diterima di universitas bermutu. Unggul dengan bahasa Inggrisnya. Unggul dengan penguasaan teknologi informasinya (komputerisasi). Ada yang unggul dengan karya ilmiah kesenian atau olahraga.
9.      Standar tertentu (conformance to specification): memenuhi standar tertentu.Misalnya: sekolah sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah sudah memenuhi standar minimal ujian nasional atau sekolah sudah memenuhi ISO 9001:2000 atau sekolah sudah memenuhi TOEFL dengan skor 650.
10.  Konsistensi (Consistency): keajegan, konstan, atau stabil.Misalnya: Mutu sekolah dari dahulu sampai sekarang tidak menurun seperti harus mengatrol nilai siswa-siswanya. Warga sekolah konsisten antara perkataan dengan perbuatan. Apabila berkata tidak berbohong, apabila berjanji ditepati, dan apabila dipercaya tidak mengkhianati.
11.  Seragam (uniformity): tanpa variasi, tidak tercampur. Misalnya: sekolah menyeragamkan pakaian sekolah dan pakaian dinas. Sekolah melaksanakan aturan, tidak pandang bulu atau pilih kasih.
12.  Mampu melayani (serviceability): mampu memberikan pelayanan prima.. Misalnya: sekolah menyediakan kotak saran dan saran-saran yang masuk
mampu dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Sekolah mampu memberikan pelayanan primanya kepada pelanggan sekolah sehingga semua pelanggan merasa puas.
13.  Ketepatan (Accruracy): ketepatan dalam pelayanan. Misalnya: Sekolah mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan sekolah, guru-guru tidak salah dalam menilai siswa-siswanya. Semua warga sekolah bekerja dengan teliti. Jam Belajar di sekolah berlangsung tepat waktu.



BAB III
PENUTUP



Mutu pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang paling dominan dan berkontribusi besar pada peningkatan mutu pendidikan adalah faktor guru. Guru yang bermutu adalah guru yang menguasai dan melekat pada dirinya tentang kompetensi guru dan mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai guru. Untuk itu langkah awal dalam peningkatan mutu pendidikan harus diawali pada peningkatan mutu guru, guru yang bermutu akan mampu menciptakan proses pendidikan yang bermutu sehingga menghasilkan output yang daya saing tinggi, mampu berkompetensi di dunia global, yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan.
 Untuk dapat memenuhi mutu pendidikan, diperlukan manajemen mutu. Manajemen mutu sebagai semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan mutu, tujuan-tujuan dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui alatalat, seperti: (1) perencanaan mutu (quality planning); (2) pengendalian kualitas (quality control); (3) jaminan mutu (quality assurance); (4) peningkatan mutu (quality improvement).
Kegiatan penjaminan mutu pada satuan pendidikan melingkupi bidang pendidikan dan pembelajaran, sumberdaya manusia, dan sistem manajemen yang kemudian disusun berdasarkan urutan prioritas dalam suatu siklus meliputi : penetapan standar, pemenuhan standar,  pengendalain standar, dan peningkatan standar secara berkelanjutan.





DAFTAR PUSTAKA




Mulyasa (2005) Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan.  Bandung: Remaja Rosdakarya.

Permadi, D. dan Arifin, D. (2010). The Smiling Teacher: Perubahan Motivasi dan Sikap dalam Mengajar. Bandung: CV. Nuansa Aulia.

Hadis, Abdul dan Nurhayati. (2010). Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Danny Meirawan (2010) Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Bandung: LPMP Jawa Barat.

Djam’an Satori (2010). Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan. http//:gurupembaharu.com/sistem-penjaminan-dan-peningkatan-mutu-pendidikan. Diakses 8 Desember 2015.

Garmawandie. (2013). Konsep Penjaminan Mutu sebagai Model Penjaminan Mutu pada Satuan Pendidikan. http://garmawandi-mmugm.com/2013/01/penjaminan-mutu-sebagai-model-sistem. Diakses 8 Desember 2015.

Usman, Husaini. (2009). Manajemen : Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara


Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Permendiknas Nomor 63 Tahun 2009 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan.


PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN(PKB) GURU


Oleh :

MOH. HATA          SAHRUDIN  
UJANG BADRUL

NIM.  82321415051
NIM.  82321415058
NIM.  82321415062


BAB I
PENDAHULUAN


A.  LATAR BELAKANG
Guru adalah bagian integral dari organisasi pendidikan di sekolah. Sebuah organisasi, termasuk organisasi pendidikan di sekolah, perlu dikembangkan sebagai organisasi pembelajar, agar mampu menghadapi perubahan dan ketidakpastian yang merupakan ciri kehidupan modern.
Syarat mutlak terciptanya organisasi pembelajar adalah terwujudnya masyarakat pembelajar di tubuh organisasi tersebut. Hal ini mudah dipahami, mengingat kinerja suatu organisasi adalah merupakan produk kinerja kolektif semua unsur di dalamnya, termasuk sumber daya manusia. Dalam konteks sekolah, guru secara individu maupun secara bersama-sama dengan masyarakat seprofesinya, harus menjadi bagian dari organisasi pembelajar melalui keterlibatannya secara sadar dan sukarela serta terus menerus dalam berbagai kegiatan belajar guna mengembangkan profesionalismenya.
Pelaksanaan program PKBini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pedagogik, profesional,  sosial dan kepribadian untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masa depan yang berkaitan dengan profesinya sebagai guru.
Kegiatan PKBdikembangkan atas dasar profil kinerja guru sebagai perwujudan hasil penilaian kinerja guru dan didukung dengan hasil evaluasi diri. Apabila hasil penilaian kinerja guru masih berada di bawah standar kompetensi yang dipersyaratkan dalam penilaian kinerja guru, maka guru diwajibkan untuk mengikuti program PKByang diorientasikan sebagai pembinaan dalam pencapaian standar kompetensi guru. Sementara itu, guru yang hasil penilaian kinerjanya telah mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan dalam penilaian kinerja guru, kegiatan PKBdiarahkan kepada pengembangan kompetensi untuk memenuhi layanan pembelajaran berkualitas dan peningkatan karir guru.
Pelaksanaan kegiatan PKBdiharapkan dapat menciptakan guru profesional, bukan hanya sekedar memiliki ilmu pengetahuan yang luas, tetapi juga memiliki kepribadian yang matang. Dengan demikian, guru mampu menumbuhkembangkan minat dan bakat peserta didik sesuai dengan bidangnya dalam menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Sehinggaguru sebagai pembelajar abad 21 mampu mengikuti perkembangan ilmu dalam bidangnya dan dapat memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan standar kompetensi yang harus dimiliki peserta didik.

B.  DASAR HUKUM
1.     Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas;
2.     Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
3.     PerPem Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS;
4.     PerPem Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
5.     Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru;
6.     KepPres Nomor 87 Tahun l999 tentang  Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
7.     PerMen Negara PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;
8.     Peraturan Bersama Mendiknas dan Kepala BKN Nomor Nomor 14 Tahun 2010 dan Nomor 03/V/PB/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya;
9.     Permen Diknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pengawas Sekolah;
10. Permen DiknasNomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Kepala Sekolah;
11. Permen DiknasNomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;
12. Permen DiknasNomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Konselor;
13. Permen DiknasNomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan;
14. Permen DiknasNomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
C.  TUJUAN
Makalah pengelolaan PKBini bertujuan untuk:
1.    menjelaskan konsep dasar PKBkepada semua pihak yang terkait dalam pengelolaan pengembangan keprofesian berkelanjutan;
2.    menjadipembelajaran dalam pengelolaan PKBdi sekolah, KKG, MGMP, KKKS/M, MKKS/M, KKPS/M, dan instansi/institusi lain yang terkait.

D.       SASARAN
Makalah Pengelolaan PKBini ditujukan bagi:
1.    Guru;
2.    Kepala Sekolah;
3.    Pengawas Sekolah;
4.    Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota;
5.    Tim Penilai Jabatan Fungsional Guru; dan
6.    Pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan.







BAB II
PENGERTIAN dan LINGKUP PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
A.  PENGERTIAN
PKBadalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, secara bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitas guru. Dengan demikian, guru dapat memelihara, meningkatkan, dan memperluas pengetahuan dan keterampilannya untuk melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
PKBmencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan sebagaimana digambarkan pada diagram berikut ini (diadopsi dari Center for Continuous Professional Development (CPD). University of Cincinnati Academic Health Center. (http://webcentral.uc.edu/-cpd_online2).



PKB1
 











Gambar 1: Siklus PKB

Melalui siklus evaluasi, refleksi pengalaman belajar, perencanaan dan implementasi kegiatan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, maka diharapkan guru akan mampu mempercepat pengembangan kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian untuk kemajuan karirnya.


1.    Tujuan
   Tujuan umum PKBadalah untuk meningkatkan kualitaslayanan pendidikan di sekolah/madrasah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Secara khusus tujuan PKBadalah sebagai berikut;
a.    Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku.
b.    Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seniuntuk memfasilitasi proses pembelajaran peserta didik.
c.    Meningkatkan komitmen guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.
d.   Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru.
e.    Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di   masyarakat.
f.     Menunjang pengembangan karir guru
2.    Manfaat
Manfaat PKByang terstruktur, sistematik dan memenuhi kebutuhan peningkatan keprofesian guru adalah sebagai berikut:
a.    Bagi Peserta Didik
Memperoleh jaminan pelayanan dan pengalaman belajar yang efektif.
b.    Bagi Guru
Dapat memenuhi standar dan mengembangkan kompetensinya sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas utamanya secara efektif 
c.    Bagi Sekolah/Madrasah
Mampu memberikan layanan yang berkualitas kepada peserta didik.
d.   Bagi Orang Tua/Masyarakat 
Memperoleh jaminan bahwa anak mereka mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas dan pengalaman belajar yang efektif.
e.    Bagi Pemerintah
Memberikan jaminan kepada masyarakat tentang layanan pendidikan yang berkualitas dan profesional.
C.  SASARAN
Semua guru pada satuan pendidikan yang berada di lingkungan Kemendikbud, Kementerian Agama, dan/atau Kementerian lain, serta satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
D.  KEGIATAN
Pelaksanaan PKBdidasarkan pada unsur-unsur pengembangan keprofesian berkelanjutan, prinsip pelaksanaan dan lingkup pelaksanaan kegiatan.   
Menurut Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, unsur kegiatan PKBmeliputi:
a.    Pengembangan Diri
Pengembangan diri adalah upaya untuk meningkatkan profesionalisme diri agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau kebijakan pendidikan nasional serta perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni. Salah satu cara pengembangan diri melalui kegiatan diklat fungsional.
Sejalan dengan itu, Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 menyatakan bahwa: diklat fungsional adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan atau pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan dalam kurun waktu tertentu.
 Sedangkan kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti kegiatan pertemuan ilmiah atau mengikuti kegiatan bersama yang dilakukan guru baik di sekolah maupun di luar sekolah (seperti KKG/MGMP/MGBK) dan bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru.
Beberapa contoh bentuk kegiatan kolektif guru antara lain:
1)    Lokakarya atau kegiatan bersama (seperti KKG, MGMP, MGBK, KKKS dan MKKS) untuk menyusun dan/atau mengembangkan perangkat kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan/atau media pembelajaran;
2)    Keikutsertaan pada kegiatan ilmiah (seminar, koloqium, workshop, bimbingan teknis, dan/atau diskusi panel), baik sebagai pembahas maupun peserta;
3)    Kegiatan kolektif lainnya yang sesuai dengan tugas dan kewajiban guru.
Beberapa contoh materi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan pengembangan diri, baik dalam diklat fungsional maupun kegiatan kolektif guru, antara lain: (1) perencanaan pendidikan dan program kerja; (2) pengembangan kurikulum, penyusunan RPP dan pengembangan bahan ajar; (3) pengembangan metodologi mengajar; (4) penilaian proses dan hasil pembelajaran peserta didik; (5) penggunaan dan pengembangan teknologi informatika dan komputer (TIK) dalam pembelajaran; (6) inovasi proses pembelajaran; (7) peningkatan kompetensi profesional dalam menghadapi tuntutan teori terkini; (8) penulisan publikasi ilmiah; (9) pengembangan karya inovatif; (10) kemampuan untuk mempresentasikan hasil karya; dan (11) peningkatan kompetensi lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas tambahan atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
b.    Publikasi  Ilmiah
Publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan kepada masyarakat sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan secara umum. Publikasi ilmiah mencakup 3 (tiga) kelompok, yaitu:
1)   Presentasi pada forum ilmiah,2)Publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal, 3) Publikasi Makalah teks pelajaran, Makalah pengayaan, dan/atau pedoman guru.
c.    Karya inovatif
Karya inovatif adalah karya yang bersifatpengembangan, modifikasi atau penemuan baru sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan, sains/teknologi, dan seni.
Kegiatan PKByang mencakup ketiga unsur tersebut harus dilaksanakan secara berkelanjutan, agar guru dapat selalu menjaga dan meningkatkan profesionalismenya, tidak sekedar untuk pemenuhan angka kredit..
2.    Pelaksanaan dan Prinsip-prinsip Pelaksanaan
Dalam sistem Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru, sebagai langkah awal pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesionalisme guru, akan dilakukan pemetaan profil kinerja guru dengan menggunakan instrumen evaluasi diri pada awal tahun pelajaran, yang hasilnya digunakan sebagai acuan dalam merencanakan program PKByang akan dilaksanakan sepanjang tahun pelajaran. Setiap akhir tahun pelajaran, dilakukan penilaian kinerja guru, dimana hasilnya merupakan gambaran peningkatan kompetensi yang diperoleh guru setelah melaksanakan PKBpada tahun berjalan dan sekaligus digunakan sebagai dasar penetapan angka kredit unsur utama dari sub-unsur pembelajaran/bimbingan pada tahun tersebut.
Penilaian Kinerja Guru danPKBmerupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara pengembangan keprofesian berkelanjutan, penilaian kinerja guru, dan pengembangan karir guru ditunjukkan melalui alur pembinaan dan pengembangan profesi guru berikut.

Untitled

Gambar 2: Alur Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru
Pelaksanaan kegiatan PKByang didasarkan pada hasil penilaian kinerja guru dan hasil evaluasi diri dengan urutan prioritas kegiatan yang harus dipenuhi sebagai berikut:  
a.     Pencapaian kompetensi yang diidentifikasikan di bawah standar kompetensi inti berdasarkan hasil penilaian kinerja guru.
b.    Peningkatan kompetensi yang dibutuhkan sekolah untuk menyesuaikan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial dan budaya berdasarkan Laporan Evaluasi Diri Sekolah dan/atau Rencana Tahunan Pengembangan Sekolah.
c.     Kompetensi yang diperlukan oleh guru untuk melaksanakan tugas-tugas tambahan.
d.    Peningkatan kompetensi yang diminati oleh guruuntuk menunjang pelaksanaan tugas dan pengembangan karirnya.
Agar pelaksanaan PKBdapat mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan prioritas pelaksanaan tersebut, maka pelaksanaan PKBharus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.
a.    PKBharus menjadi bagian integral dari tugas guru sehari-hari yangberorientasi kepada keberhasilan peserta didik. Cakupan materi untuk kegiatan PKBharus kaya dengan materi akademik, metode pembelajaran,penelitian pendidikan terkini, teknologi dan/atau seni, serta berbasis pada data dan hasil pekerjaan peserta didik sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
b.    Setiap guru berhak mendapat kesempatan dan wajib mengembangkan dirisecara teratur, sistematis, dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan pengembangan profesinya. 
c.     Sekolah wajib menyediakan kesempatan kepada setiap guru untuk mengikuti program PKB.
d.    Guru yang tidak memperlihatkan peningkatan kompetensi setelah diberi kesempatan untuk mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan, maka dimungkinkan diberikan sanksi.
e.     Guru harus terlibat secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan sebagai salah satu sumber informasi kegiatan monitoring dan evaluasi program PKB
f.     PKBharus berkontribusi dalam mewujudkan visi, misi, dan nilai-nilai yang berlaku di sekolah dan/atau kabupaten/kota.
g.    PKBharus dapat mewujudkan guru yang lebih profesional sehingga mendorong pengakuan profesi guru.
h.    PKBdiharapkan dapat mendukung pengembangan karir guru yang lebih obyektif, transparan dan akuntabel
Lingkup pelaksanaan kegiatan PKBditunjukkan dalam diagram di bawah ini

 

























Gambar 3: Sumber-sumber Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
(diadopsi dari TDA: Continuing Professional Development. http://www.tda.gov.uk/teachers/continuingprofessional-develop-ment.aspx)
Kegiatan PKBuntuk pengembangan diri dapat dilakukan di dalam sekolah secara mandiri dan dikelompokkan sebagai berikut:
a.    Dilakukan oleh guru secara mandiri, dengan program kegiatan antara lain sebagai berikut:
1)   mengembangkan kurikulum yang mencakup topik-topik aktual/terkini yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan peserta didik;
2)   merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi.
3)   mengevaluasi, menilai dan menganalis hasil belajar peserta didik.
4)   menganalisis dan mengembangkan model pembelajaran.
5)   melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran.
6)   mengkaji artikel dan/atau Makalah yang berkaitan dengan bidang dan profesi untuk membantu pengembangan pembelajaran;
7)   melakukan penelitian mandiri (misalnya Penelitian Tindakan Kelas) dan menuliskan menjadi  bahan publikasi ilmiah;
b.    Dilakukan oleh guru bekerja sama dengan guru lain dalam satu sekolah dengan program kegiatan  antara lain sebagai berikut:
1)   mengobservasi kegiatan pembelajaran sesama guru dan memberikan saran untuk perbaikan pembelajaran;
2)   melakukan identifikasi, investigasi dan membahas permasalahan yang dihadapi di kelas/sekolah;
3)   menulis modul, Makalah, lembar kerja peserta didik, dsb;
4)   membaca dan mengkaji artikel dan/atau Makalah yang berkaitan dengan bidang dan profesi untuk membantu pengembangan pembelajaran;
5)   mengembangkan kurikulum dan persiapan mengajar dengan memanfaatkan  TIK;
6)   melakukan penelitian bersama dan menuliskan hasil penelitian tersebut;
c.              Dilakukan oleh guru melalui jaringan sekolah.
Kegiatan PKBmelalui jaringan sekolah dapat dilakukan dalam satu rayon (kelompok kerja/musyawarah kerja guru), antar rayon dalam kabupaten/kota tertentu, antar provinsi. Kegiatan PKBmelalui jaringan antara lain dapat berupa:
1)   kegiatan KKG/MGMP/MGBK;
2)   pelatihan/seminar/lokakarya;
3)   kunjungan ke sekolah lain, dunia usaha dan industri,
4)   mengundang narasumber


BAB III
PENGELOLAAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
A.      MEKANISME
1.         Pola Pelaksanaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan.
PKBmerupakan salah satu bagian penting dari proses pengembangan profesionalisme guru yang diperlukan untuk memberikan layanan pendidikan yang berkualitas dan secara individu untuk peningkatan karirnya. PKBwajib dilaksanakan oleh semua guru, karena selain untuk peningkatan dan pengembangan profesionalitas guru juga diperhitungkan sebagai salah satu unsur utama dalam peningkatan jenjang jabatan fungsional guru.
Dalam sistem penilaian kinerja guru, terdapat beberapa pola pendidikan dan latihan  (diklat) fungsional  yang dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari PKBguru.
Untuk memperoleh gambaran utuh tentang hubungan implementasi penilaian kinerja guru,  PKB Guru terlihat pada gambar di bawah ini:
DESAIN PENILAIAN KINERJA GURU DAN PKB GURU

 


 


 


 



Gambar di atas menjelaskan bahwa  sebelum Penilaian Kinerja Guru (PK Guru) dilaksanakan, seluruh guru terlebih dahulu harus mengikuti Uji Kompetensi yang dilaksanakan oleh Badan PSDMPK dan PMP. Ujian tersebut





bertujuan untuk memperoleh data  awal kompetensi guru sebelum mengikuti penilaian kinerja guru.
Pada tahap (stage) 1, Diklat Dasar mempunyai tujuan utama  untuk memperbaiki kompetensi dasar  tentang penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu (kompetensi profesional) serta pengetahuan tentang model-model pembelajaran (kompetensi pedagogik) bagi guru kelas/mata pelajaran.
Diklat dasar formal dilaksanakan oleh pemerintah pada lemaga-lembaga diklat yang ditetapkan (LPMP, PPPPTK, dsb) dan Diklat dasar informal dilaksanakan antara lain melalui media teknologi informatika (sistem online), offline, modul dan sebagainya.
Pada tahap (stage) 2, PKBGuru terdiri atas Diklat Lanjutan dan Diklat pengembangan.
1.      Diklat Lanjutan bertujuan untuk memperbaiki kinerja pembelajaran bagi guru agar  mampu menerapkanpenguasaan materi, struktur, konsep, pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu  dan penerapan model-model pembelajaran dalam  pembelajaran.
2.    Diklat Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan  kemampuan guru dalam  mengembangkan model-model pembelajaran dan bahan ajar berbasis IT/ICT atau media pembelajaran.,
Langkah-langkah teknis pelaksanaan PKBbagi guru sebagai berikut:
A. Mekanisme
Berdasarkan analisis kebutuhan peningkatan kompetensi guru dan ketentuan yang berlaku pada praktik-praktik pelaksanaan PKByang ada, maka dikembangkan mekanisme PKByang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan guru untuk meningkatkan profesionalismenya sebagai berikut:
Tahap 1: Setiap awal tahun semua guru wajib melakukan evaluasi diri untuk merefleksikan kegiatan yang telah dilakukan pada tahun ajaran sebelumnya.
Tahap 2: Hasil evaluasi diri guru yang dilengkapi dengan dokumen pendukung antara lain perangkat pembelajaran yang telah disiapkan oleh guru yang bersangkutan selanjutnya akan digunakan untuk menentukan profil kinerja guru dalam menetapkan apakah guru akan mengikuti program peningkatan kinerja untuk mencapai standar kompetensi profesi atau kegiatan pengembangan kompetensi lebih lanjut.
Tahap 3: Melalui konsultasi dengan Kepala Sekolah, Guru dan Koordinator PKBmembuat perencanaan kegiatan PKB.
Tahap 4: Koordinator PKBtingkat sekolah bersama dengan Kepala Sekolah, menetapkan dan menyetujui rencana final kegiatan PKBbagi guru.
Tahap 5: Guru menerima rencana program PKByang mencakup kegiatan yang akan dilakukan di dalam dan/atau luar sekolah.
Tahap6:Guru selanjutnya melaksanakan kegiatan PKByang telah direncanakan baik di dalam dan/atau di luar sekolah.
a.      Bagi guru yang telah memiliki kompetensi sesuai standar atau di atasstandar
Program PKB(Diklat Pengembangan) diarahkan kepada peningkatan dan pengembangan kompetensi terkait dengan pelaksanaan tugas utama/kinerja guru,pengembangan model pembelajaran aktif dan materi-materi ajar berbasiskan IT/ICT, serta  pengembangan kompetensi untuk menghasilkan publikasi ilmiah/karya inovatif.
b.      Bagi guru yang belum mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan
Program pengembangan keprofesian berkelanjutannya diarahkan kepada pencapaian standar kompetensi melalui diklat lanjutan dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut:
·         jenis kompetensi yang perlu ditingkatkan; daya dukung yang tersedia di sekolah; catatan hasil evaluasi diri dan hasil penilaian kinerja guru;target dan jadwal perubahan/peningkatan yang diharapkan akan terjadi setelah guru mengikuti kegiatan PKBuntuk mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan.
Dalam pelaksanaan PKBbagi guru yang belum mencapai kompetensi standar dapat didampingi oleh Guru pendamping.
Mekanisme pelaksanaan penanganan guru yang belum memenuhi standar yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
1)   Informal; Pada tahap ini guru yang bersangkutan (didampingi kepala sekolah, koordinator Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, dan Guru Pendamping) menganalisis hasil penilaian kinerja guru dan kemungkinan solusinya untuk pengembangan lebih lanjut kompetensi yang nilainya masih di bawah standar.
2)   Semi-formal; Jika hasil observasi pada tahap informal menunjukkan belum ada peningkatan kompetensi yang ingin dicapai, maka penilai dapat mengusulkan kepada koordinator PKBagar guru diberikan kesempatan untuk mengikuti tahap semi formal.
3)   Formal; Jika hasil observasi ulang pada tahap informal dan semi-formal belum menunjukkan peningkatan kompetensi standar, maka pembinaan guru dilakukan melaluitahapan formal. Jika pengulangan dua siklus di atas sudah dilaksanakan akan tetapi belum memenuhi kompetensi standar yang ditetapkan, maka kepada guru dimaksud  akan diberikan sanksi.
Tahap 7: Setelah mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan, guru wajib mengikuti penilaian kinerja guru di akhir semester,akan dikonversi ke perolehan angka kredit. Gabungan angka kredit perolehan dari penilaian kinerja guru dan PKBakan diperhitungkan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru.
Dalam pelaksanaan kegiatan PKBsebagaimana dijelaskan pada tahapan tersebut perlu dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan monev ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah kegiatan PKByang dilaksanakan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan monev yang dilakukan oleh koordinator dilaksankaan pada pertengahan pelaksanaan kegiatan PKB.
Secara umum, mekanisme PKBtersebut dapat digambarkan dalam siklus berikut:
PKB pkbi
Gambar 4:  Mekanisme Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
B.       KOORDINATOR PKBDAN GURU PENDAMPING
1.    Koordinator PKB
A.       Tingkat Sekolah
a)    Persyaratan
Koordinator PKBtingkat sekolah adalah guru yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1)   memiliki kualifikasi akademik minimal S1/D4;
2)   memiliki sertifikat pendidik;
3)   memiliki kinerja baik berdasarkan hasil Penilaian Kinerja Guru;
4)   memiliki kemampuan untuk melakukan penilaian kinerja guru dan pengembangan keprofesian berkelanjutan.
5)   sabar, bijak, banyak mendengar, tidak menggurui, dan dapat mengajak guru lain untuk berbuka hati;
6)   luwes dan dapat bekerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam/luar sekolah; dan
7)   mampu mengelola waktu untuk melakukan penilaian kinerja guru dan PKBdisamping tugas utamanya.
b)   Mekanisme Pembentukan Koordinator PKBTingkat Sekolah
Sekolah yang mempunyai lebih dari 12 rombongan belajar boleh membentuk sebuah tim pengembangan keprofesian berkelanjutan, yang terdiri dari perwakilan guru bidang studi atau rumpun mata pelajaran untuk membantu Koordinator pengembangan keprofesian berkelanjutan. Bagi sekolah kecil (kurang dari 12 rombongan belajar), dapat ditunjuk seorang koordinator yang bertanggungjawab atas kegiatan PKBKoordinator PKBdapat dijabat oleh Wakil Kepala Sekolah atau seorang guru yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Sekolah untuk melaksanakan tugas tersebut.
c)      Peran Koordinator PKBdi tingkat sekolah
Koordinator PKBtingkat sekolah menerapkan perannya melalui tahapan berikut.
Tahap 1:        Koordinator PKB Tingkat sekolah mengumpulkan hasil evaluasi diri dari setiap guru di sekolahnya dan merekapitulasikannya.
Tahap 2:        Berdasarkan hasil evaluasi diri masing-masing guru, Koordinator PKBbersama-sama dengan guru menyusun rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan.
Tahap 3:Mengkoordinasikan pelaksanaan rencana PKByang dilakukan guru untuk memenuhi standar dan mengembangkan kompetensinya dengan  KKG/MGMP/MGBKuntuk kegiatan PKByang tidak dapat dilakukan di sekolah.
 Tahap 4:Melaksanakan kegiatan refleksi dan melaporkan pelaksanaan PKByang dilakukan guru.
Tahap 5:        Koordinator PKBdi sekolah memetakan kebutuhan PKByang diperlukan oleh semua guru di masa mendatang
Tahap 6:        Koordinator PKBsekolah bersama-sama dengan Koordinator PKBKabupaten/Kota melakukan evaluasi tahunan terhadap program PKBdi sekolahnya.  Dampaknya pada peningkatan antara lain: (1) kinerja guru; (2) motivasi guru; dan (3) pelayanan sekolah terhadap kebutuhan peserta didiknya.
B.  Tingkat Kabupaten/Kota
Koordinator PKBKabupaten/Kota adalah pejabat struktural yang bertugas melakukan pembinaan terhadap pendidik dan tenaga kependidikan atau petugas yang diberi kewenangan oleh Kepala Dinas Pendidikan untuk: (i) mencari data tentang kebutuhan yang dialami oleh sekolah dan guru sendiri untuk kegiatan PKBdi daerahnya; (ii) memetakan dan memprioritaskan kebutuhan tersebut; (iii) mencari peluang untuk pemenuhan kebutuhan tersebut; (iv) mengevaluasi keberhasilan program kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan; dan (v) berkomunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
KoordinatorPKBKabupaten/Kota menerapkan perannya melalui tahapan berikut:
Tahap 1: Menerima perincian kebutuhan PKByang belum dapat dipenuhi di sekolah masing-masing atau di KKG/MGMP/MGBK. 
Tahap 2: Melalui konsultasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Koordinator PKBKabupaten-Kota memetakan kebutuhan PKBbagi semua sekolah di daerahnya yang belum tertangani oleh sekolah, danKKG/MGMP/MGBK sebagai bagian dari perencanaan PKBsecara keseluruhan.
Tahap 3:Menyusun dan melaksanakan rencana kegiatan PKBtingkat Kabupaten/Kota.
Tahap 4: Koordinator PKBKabupaten/Kota mengadakan koordinasi dengan penyedia jasa pelatihan lainnya, termasuk: (i) guru (perorangan) dari sekolah lain di kabupaten/kota yang sama yang memiliki keterampilan khusus; (ii) guru (perorangan) dari kabupaten/kota lain yang memiliki keterampilan khusus; (iii) PPPPTK/LPMP; (iv) pengawas; (v) staf Dinas Pendidikan setempat; (vi) akademisi (perorangan); (vii) PT/LPTK dan (viii) penyedia jasa pelatihan swasta (lokal dan nasional) untuk menyusun dan melaksanakan program yang dapat memenuhi kebutuhan guru melalui kegiatan PKByang akan dikoordinasikan khusus oleh Dinas Pendidikan kabupaten/Kota.
Tahap 5: Koordinator PKBKabupaten/Kota bersama-sama dengan Koordinator tingkat sekolah melakukan evaluasi tahunan terhadap program PKBdi daerahnya. Tujuan utama evaluasi tersebut adalah untuk menilai sampai sejauhmana program PKBditerapkan dalam pelaksanaan tugas pokok guru dan dampaknya pada peningkatan: (1) kinerja guru dan sekolah; (2) motivasi guru dan sekolah; (3) pelayanan sekolah terhadap kebutuhan peserta didiknya; dan (4) pelayanan Dinas Pendidikan terhadap kebutuhan guru dan sekolah di wilayahnya.

C.       KKG/MGMP/MGBK
KKG/MGMP/MGBK sebagai wadah kegiatan guru dalam melakukanPKBKabupaten/Kota menerapkan perannyamelalui tahapan berikut:
Tahap 1: Melalui koordinasi dengan koordinator PKBsekolah, KKG/MGMP/MGBK menghimpun data rencana PKByang tidak dapat dilaksanakan oleh sekolah.
Tahap 2: Berdasarkan data tersebut, KKG/MGMP/MGBK menyusun rencana pelaksanaan dan pembiayaan kegiatan PKBdi KKG/MGMP/MGBK sesuai dengan kebutuhan peningkatan kompetensi dari anggota kelompok/musyawarahnya.
Tahap 3: Melakukan koordinasi dengan kordinator PKBDinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk mengusulkan rencana dan pembiayaan kegiatan  KKG/MGMP/MGBK kepada Kepala Dinas.
Tahap 4: Melakukan koordinasi dengan kordinator PKBDinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk memfasilitasi kegiatan PKBbagi guru di KKG/MGMP/MGBK sesuai dengan rencana yang diusulkan.
Tahap 5: Melakukan koordinasi dengan kordinator PKBDinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk mengevaluasi serta melaporkan pelaksanaan kegiatan PKBdi KKG/MGMP/MGBK.
2.    Guru Pendamping
Guru pendamping adalah guru senior yang kompeten.
a.    Persyaratan Guru Pendamping
Persyaratan untuk menjadi guru pendamping adalah:
1)   memiliki kualifikasi akademik minimalS-1/D-IV dan diutamakan memiliki bidang studi yang sesuai dengan guru yang didampingi;
2)   memiliki sertifikat pendidik;
3)   memiliki pangkat/jabatan minimal sama dengan guru yang didampingi;
4)    memiliki kinerja minimal ‘baik’ berdasarkan hasil Penilaian Kinerja Guru;
5)   sabar, bijak, banyak mendengar, tidak menggurui, dapat mengajak guru untuk berbuka hati, dan dapat bekerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar sekolah;
6)   mampu mengelola waktu untuk melakukan pembimbingan disamping melaksanakan tugas utamanya sebagai guru.
b.    Tugas pokok Guru Pendamping
Tugas pokok guru pendamping antara lain adalah sebagai berikut:
1)   Melakukan monitoring terhadap kegiatan yang dilakukan oleh guru yang dibimbingnya selama guru tersebut mengikuti PKBuntuk pencapaian standar kompetensi dan pengembangannya.
2)   Memberikan bimbingan kepada guru dalam melaksanakan kegiatan PKByang disusun berdasarkan hasil evaluasi diri guru, refleksi diri, portofolio, dan catatan/laporan hasil Penilaian Kinerja Guru.
3)   Memberikan bimbingan didalam penyusunan/pembuatan deskriksi diri guru sebagai bukti bahwa guru telah melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan.
4)   Memberikan masukan dan turut mencarikan solusi jika guru yang didampingi mempunyai masalah terkait dengan pelaksanaan PKBuntuk mencapai standar kompetensi dan pengembangannya.
5)   Membuat catatan dan laporan hasil monitoring pelaksanaan PKByang dilakukan oleh guru yang didampinginya
2      Masa Kerja Koordinator PKBSekolah dan Guru Pendamping
    Masa kerja Koordinator PKBdan guru pendamping adalah 3 (tiga) tahun. Penunjukan Koordinator PKBdan guru pendamping dilakukan oleh kepala sekolah dengan persetujuan pengawas dan/atau atas usulan kelompok kerja guru di sekolah.
3.      Legalitas Koordinator PKBdan Guru Pendamping
    Kepala sekolah menerbitkan SK penetapan koordinator PKBdan guru pendamping di sekolahnya. SK penetapan koordinator PKBdan guru pendamping yang ditugaskan di luar sekolah tempat mengajarnya diterbitkan oleh dinas pendidikan setempat.
C.      PERAN INSTITUSI dan INDIVIDU YANG TERKAIT DALAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
Sesuai dengan semangat otonomi pendidikan dan akuntabilitas publik, maka perlu ditetapkan tugas dan tanggung jawab setiap institusi yang terkait, hal ini untuk menjamin kualitas pelaksanaan kegiatan PKB. Peran, tugas dan tanggung jawab tersebut tergambar dalam diagram berikut ini:



 


 


 





 


Gambar 5:       Diagram Tugas dan Tanggung-jawab Institusi dalam Pelaksanaan PKB
Diagram tersebut menunjukkan adanya keterkaitan tugas dan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PKBmulai dari tingkat pusat (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) sampai dengan sekolah. Tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak adalah sebagai berikut:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai institusi tingkat pusat memiliki tugas dan tanggung-jawab dalam pelaksanaan PKBantara lain sebagai berikut:
a.    Menyusun dan mengembangkan rambu-rambu pengembangan dan prosedur pelaksanaan kegiatan PKB
b.    Menyusun pedoman dan perangkat lain untuk pelaksanaan kegiatan PKB.
c.    Mengkoordinasikan dan mensosialisasikan kebijakan-kebijakan terkait PKB.
d.   Memfasilitasi pelaksanaan PKBmelalui lembaga P4TK dan sumber-sumber belajar lainnya.
e.    Memantau dan mengevaluasi kegiatan PKBsecara nasional.
f.     Menyusun laporan pengelolaan kegiatan PKBdan hasil monitoringdan evaluasi secara nasional.
g.    Menyampaikan laporan pengelolaan kegiatan PKBhasil monitoringdan evaluasi kepada Dinas Pendidikan dan sekolah sebagai umpan balik untuk ditindak lanjuti.
2.    Tugas dan Tanggung Jawab Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP
Dinas Pendidikan Provinsi sebagai institusi tingkat provinsi dan LPMP sebagai perwakilan institusi pusat di provinsi memiliki tugas dan tanggung-jawab dalam pelaksanaan PKBantara lain sebagai berikut:
a.    Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP menghimpun data profil kinerja guru dan sekolah yang ada di daerahnya.
b.    Mensosialisasikan, menyeleksi, dan melaksanakan TOT untuk melatih tim pelaksana PKBtingkat Kabupaten/Kota.
c.    Melaksanakan pendampingan dan konsultasi serta memfasilitasi kegiatan PKByang ada di bawah kewenangannya.
d.   Menjamin bahwa kegiatan PKBsesuai dengan kebutuhan sekolah.
e.    Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PKBdi bawah kewenangannya.
f.     Dinas Pendidikan Provinsi bersama-sama dengan LPMP membuat laporan hasil monitoring dan evaluasi pengelolaan kegiatan PKB. Hasil monitoring dan evaluasi tersebut selanjutnya dikirimkan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan sekolah untuk umpan balik.
3.    Tugas dan Tanggung Jawab Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota
antara lain sebagai berikut.
a.    Mensosialisasikan dan melalui koordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP melatih pelaksana PKBtingkat Kabupaten/Kota.
b.    Menghimpun dan menyediakan data profil kinerja guru dan rencana PKBsekolah dan KKG/MGMP/MGBK yang ada di wilayahnya.
c.    Mengetahui dan menyetujui program kerja pelaksanaan PKByang diajukan sekolah dan KKG/MGMP/MGBK.
d.   Menyediakan pendanaan, layanan konsultasi, dan pendampingan serta mengkoordinasikan pelaksanaan PKByang ada di daerahnya (sekolah maupun KKG/MGMP/MGBK).
e.    Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PKBuntuk mengetahui ketercapaian maupun kekuatan dan kelemahan pelaksanaan PKBdi sekolah dan/ atau KKG/MGMP/MGBK maupun yang dikelola oleh Dinas Pendidikan kabupaten/kota yang bersangkutan, serta tindak lanjut perbaikan ke depan.
f.     Membuat laporan hasil monitoring dan evaluasi kegiatan PKBdan mengirimkannya kepada sekolah, dan/atau LPMP dengan tembusan ke Dinas Pendidikan Provinsi masing-masing sebagai masukan untuk perbaikan pelaksanaan PKBdi masa mendatang.
g.    Mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi kegiatan penilaian kinerja guru dan PKBtermasuk penyempurnaan dan pembaharuan data secara berkala di tingkat kabupaten/kota.
4.    Tugas KKG/MGMP/MGBK
Antara lain sebagai berikut.
a.    Menghimpun data rencana PKByang tidak dapat dilaksanakan oleh sekolah.
b.     Menyusun rencana pelaksanaan dan pembiayaan kegiatan PKBdi KKG/MGMP/MGBK.
c.    Mengusulkan rencana PKBdi KKG/MGMP/MGBK dan pembiayaannya kepada Dinas Pendidikan kabupaten/Kota.
d.   Melaksanakan kegiatan PKBdi KKG/MGMP/MGBK sesuai dengan rencana yang diusulkan.
e.    Mengevaluasi serta melaporkan pelaksanaan kegiatan PKBdi KKG/MGMP/MGBK masing-masing kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dengan tembusan ke Sekolah.
Antara lain sebagai berikut:
a.    Memilih koordinator PKBdan guru pendamping dalam pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan.
b.    Menyusun program kegiatan PKB
c.    Menetapkan rencana program dan pembiayaan kegiatan PKBsekolah dan mengusulkan kegiatan PKBuntuk dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh KKG/MGMP/MGBK dan/atau Dinas Pendidikan kabupaten/kota.
d.   Melaksanakan kegiatan PKB
e.    Memberikan kemudahan akses bagi koordinator PKBdan guru pendamping untuk melaksanakan tugasnya.
f.     Menjamin ketercapaian pelaksanaan PKBsesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan
g.    Mengevaluasi dan melaporkan kegiatan PKBsekolah kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/atau ke gugus untuk selanjutnya diteruskan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
h.    Membantu pelaksana monitoring dan evaluasi dari tingkat pusat, LPMP, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan UPTD Kecamatan.

BAB IV
MONITORING, EVALUASI, dan PELAPORAN PELAKSANAAN PKB GURU
A.  MONITORING dan EVALUASI PROGRAM
Dalam rangka menjamin pelaksanaan PKB, maka perlu dilakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PKBdi sekolah yang dilakukan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi (monev). Kegiatan monev dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan oleh institusi/pihak terkait dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan PKB. Hasil monev sangat penting untuk merefleksikan pelaksanaan PKBdan melihat apakah implementasi PKBberhasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, serta sebagai masukan untuk peningkatan kualitas PKB.
Kegiatan monev harus mampu menjawab pertanyaan:
1.    Apakah perencanaan program PKBsesuai dengan kebutuhan guru berdasarkan hasil evaluasi diri dan penilaian kinerja?
2.    Apakah pelaksanaan dan fungsi pelaksana PKBdapat dilakukan secara optimal?
3.    Permasalahan apa saja yang teridentifikasi dalam pelaksanaan PKB
4.    Apa dan bagaimana dampak positif kegiatan PKBterhadap peningkatan kompetensi guru dan sekolah (data dari Guru)?
5.    Bagaimana penerapan hasil PKBdalam pelaksanaan tugas guru sehari hari dalam memfasilitasi pembelajaran peserta didik.
6.    Berdasarkan pertanyaan 1, 2, 3, 4 dan 5 bagaimana interpretasi Koordinator PKBKabupaten/Kota berkaitan dengan akuntabilitas, keberlanjutan program PKBserta saran-saran dan rekomendasi untuk peningkatannya?
Ketika melakukan analisis data petugas monev harus menyimpulkan hasil pelaksanaan PKBdi sekolah secara jujur dan sesuai dengan kondisi nyata di sekolah yang dinilai.
B.  MEKANISME PELAKSANAAN MONITORING dan EVALUASI
Pelaksanaanmonev dilaksanakan denganmekanisme sebagai berikut:
1.    Monitoring dan evaluasi
Kegiatan monev dilakukan oleh:
a.Tim Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, LPMP, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memantau kegiatan operasional PKByang dilaksanakan di sekolah, KKG/MGMP/MGBK dan Lembaga Penyelenggara Pelatihan. Setiap tim membuat laporan hasil monitoring yang telah dilaksanakan.
b.    Tim Inti Kabupaten/Kota, Provinsi dan LPMP, dan P4TK memantau
pelaksanaan kegiatan PKBbagi guru. Setiap tim inti membuat laporan hasil monitoring dan mendiseminasikannya kepada pihak terkait
c.    Tim monev independen, jika dimungkinkan.
d.   Responden yang akan menjadi subyek monitoring adalah Kepala
Sekolah, Koordinator pengembangan keprofesian berkelanjutan, Guru Pendamping dan pihak lain yang terkait.
2.    Evaluasi Mandiri
Sekolah melakukan evaluasi mandiri sekali di akhir tahun pembelajaran terhadap pelaksanaan PKByang telah dilaksanakan oleh sekolah. Hasil evaluasi mandiri ini merupakan bahan dan lampiran laporan sekolah terkait dengan pelaksanaan kegiatan PKByang dijalankan dalam setiap tahunnya.
C. PELAPORAN MONITORING dan EVALUASI PKB
Setelah melakukan monev ke sekolah, Tim/petugas menyusun laporan monev. Sistematika  laporan hasil monev mencakup hal-hal berikut:
1.    Pendahuluan
Bagian pendahuluan meliputi satu rangkaian cara berpikir yang mendasari kegiatan monitoringprogram PKBmeliputi:
a.    Latar Belakang, berisi latar belakang suatu perencanaan kegiatan dilakukan oleh sebuah tim kerja. Apa yang mendasari kegiatan monitoring. Apa yang menjadi rujukan kegiatan monitoring program PKBdalam skala nasional.
b.    Masalah, berisi sejumlah masalah penting yang berhubungan dengan pelaksanaan, masalah pengorganisasian pelaksanaan program, mekanisme, dan pembiayaan.
c.    Tujuan, mencakup sejumlah model pelaksanaan dan pengembangan program PKByang ingin dicapai dalam kegiatan monev di lapangan.
2.    Strategi MONEV
Menginformasikan strategi monevyang dilaksanakan terkait dengan:
Metodologi; Waktu Pelaksanaan; Petugas MONEV; Populasi dan sampel;
Cara pengumpulan data; Instrumen yang digunakan.
3.    Hasil Monev
Hasil monev adalah sebuah laporan yang berisikan hasil analisis data kuantitatif maupun kualitatif yang didapat dari lapangan. 
4.    Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan dan rekomendasi disusun dengan singkat, jelas sesuai dengan permasalahan pelaksanaan monev serta tidak mengandung informasi yang bersifat kuantitatif.. Sedangkan rekomendasi berisikan tentang usul perbaikan dan tindak lanjut pelaksanaan program PKBserta pelaksanaan monev.
Laporan hasil monev disusun dan disampaikan oleh Tim pelaksana monev kepada Dinas Kab/Kota dan Kepala Sekolah sebagai bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas) pelaksanaan PKB.


BAB V
PENUTUP

Makalahini berjudul Pedoman Pengelolaan PKBbagi Guru, merupakan ringkasan tentang apa dan bagaimana mengelola PKBdi sekolah, sehingga diharapkan dapat memudahkan pemahaman tentang pelaksanaan PKBdi sekolah serta menjadi  acuan bagi semua pemangku kepentingan pendidikan yang terkait dengan  kebijakan tersebut.
Melalui Makalah  ini diharapkan PKBdapat diselenggarakan sesuai dengan Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009. Dengan demikian guru memperoleh kesempatan untuk melakukan pengembangan keprofesian secara berkelanjutan sehingga diharapkan dapat memperkecil antarakompetensi yang dimiliki dengan kemampuan melaksanakan tugas utama dalam pembelajaran atau pembimbingan sesuai dengan amanat yang terkandung dalam UU No 14 Tahun 2005 dan Permeneg PAN & RB Nomor 16 Tahun 2009.


DAFTAR PUSTAKA


TeamKementerian Pendidikan Dan Kebudayaan,Pembinaan Dan Pengembangan Profesi GuruBUKU 1PEDOMAN PENGELOLAAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN, 2012
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PUSAT PENGEMBANGAN PROFESI PENDIDIK, 2012

(http://webcentral.uc.edu/-cpd_online2).

http://www.tda.gov.uk/teachers/continuingprofessional-develop-ment.aspx)



Rekrutmen, Seleksi dan Diklat Kepala Sekolah

Oleh :


                                    NANANG YUSUF S,              NIM : 82321415054
                                    IIM NURMINI,                        NIM : 82321415047



BAB I
PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang Masalah
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2005, pemerintah kabupaten/Kota mempunyai kewenangan yang sangat penuh dalam pola rekrutmen kepala sekolah sehingga pengadaan kepala sekolah yang seharusnya identik dengan aktivitas yang secara sekuensial berurutan, yaitu penetapan formasi, rekrutmen, dan seleksi calon penempatan serta pendidikan dan pelatihan kepala sekolah. Hampir di seluruh wilayah Kabupaten / Kota se Indonesia banyak yang tidak melaksanakan dengan konsisten mengingat.

1.   Proses Pengadaan Kepala Sekolah
Proses perekrutan kepala sekolah tidak dilakukan berdasarkan sekuensial yang baku, tetapi tergantung selera dan kemauan kepala daerah seharusnya pengadaan kepala sekolah merupakan proses mendapatkan calon kepala sekolah yang paling memenuhi kualifikasi dalam rangka mengisi formasi kepala sekolah pada satuan pendidikan tertentu. Proses pengadaan kepala sekolah di era otonomi daerah tidak dilakukan hanya mengandalkan pada kedekatan dan atau keterlibatan Tim Sukses Bupati/walikota incombent juga dijadikan suatu aset politik untuk melanggengkan kekuasaan Bupati/Walikota. Prinsip-prinsip Pengadaan Kepala Sekolah belum dilakukan secara profesional, yaitu dengan memegang teguh prinsip-prinsip manajerial, demokratis, obyektif, terbuka, yuridis, dan ilmiah. Yang dilakukan hanya penetapan kepala sekolah sesuai dengan kompetensi yang dimiliki calon apa adanya mengingat hanya berdasarkan selera walikota/bupati saja.

2.   Prinsip-prinsip Rekrutmen calon Kepala Sekolah
Prinsif rekrutmen calon kepala sekolah secara terbuka melalui media massa / surat kabar lokal dalam rangka memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua guru yang memenuhi kualifikasi tidak dilakukan oleh pemerintah daerah otonomi, akan tetapi hanya berdasarkan kedekatan dan formasi yang tertutup. Kurangnya akuntabilitas publik sehingga pola rekutmen kepala sekolah tidak ada yang mengontrol, sampai pada fase pengangkatan sebagai kepala sekolah pada satuan pendidikan yang ditetapkan melalui surat keputusan bupati/walikota. Pada fase ini merupakan faktor dominan peran bupat/walikota memilih orang orang yang layak di angkat, khususnya tim sukses. Banyak kasus terjadi tentang pengadaan kepala sekolah yang dipolitisasi oleh pimpinan kepala daerah yaitu tidak/bukan berdasarkan kompetensi maupun profesionalisme calon.




I.2  Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan tentang seleksi,rekrutmen dan diklat kepala sekolah karena masih banyaknya masalah yang dihadapi didaerah2,tentang hal tersebut maka dengan itu kami mencoba mengungkap akar permasalahan tersebut dengan harapan dapat memberikan masukan hususnya bagi penulis umumnya bagi yang berkepentingan.
Salah satu kasus yang selalu terjadi pada saat pemilu kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten “B” 7 Juni 2010, kian dekat. Meski masih beberapa bulan lagi, namun aromanya cukup kental. Gerbong mutasi kepala sekolah terus berjalan. Bupati “B”, menegaskan tidak akan melantik musuh, namun orang yang mendukungnya meraih kembali “tahta” jabatan Bupati untuk lima tahunmendatang. Ungkapan itu sendiri disampaikan dalam berbagai kesempatan. Beberapa kali mengingatkan pegawai negeri sipil agar menunjukkan loyalitas, jika tidak maka akan dimutasikan ke tempat “pembuangan” alias yang lokasinya jauh dari pusat pemerintahan atau tempat tidak strategis. Saat pelantikan kepala sekolah beberapa waktu lalu. Ada yang berkelekar, jika Bupati Bima akan melantik tim suksesnya di Kantor Pemkab Bima. Lontaran itu tentu mengejutkan.
Namun dijelaskan, kepala sekolah yang dilantik adalah mereka yang siap
menyukseskan Ferry untukmenjadi bupati periode ke dua 2010-2015. (Sofiyan Asy’ari)

1




I.3  Rumusan Masalah
 1. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan diatas, dapat ditarik
      beberapa pokok permasalahan untuk dianalisis dan dikaji di dalam makalah tentang
     Rekrutmen dan Penyiapan Calon Kepala Sekolah/Madrasah ini.
2. Penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan Kepala Sekolah/Madrasah?
3. Kurang keterbukaan (akuntabilitas publik) dalam proses pengadaan/penyiapan Kepala
     Sekolah/Madrasah?
4. Kurang kompetensi calon Kepala Sekolah sesuai permendiknas 13 tahun 2007?



BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Kebijakan Pemerintah
Otonomi daerah memberikan kewenangan yang besar kepada Pemerintah Daerah dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Salah satu kewenangan tersebut adalah dalam pembinaan karir pendidik dan tenaga kependidikan, termasuk rekrutmen kepala sekolah/madrasah. Implementasi kewenangan tersebut selama ini menunjukkan dua kecenderungan yaitu:
1.    Adanya perbedaan proses rekrutmen antara daerah yang satu dengan yang lain, dan
2.    Ditemukannya indikasi penyimpangan dari prinsip-prinsip profesionalisme dalam
      proses rekrutmen kepala sekolah/madrasah.

Dalam konteks ini pemerintah pusat memiliki kewenangan membuat regulasi agar dua hal tersebut dapat dikurangi/ditekan melalui berbagai peraturan dan kebijakan antara lain Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah dan Permendiknas No. 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah. Permendiknas tersebut mengamanatkan perlunya penataan kembali sistem rekrutmen dan pembinaan karir kepala sekolah/madrasah agar diperoleh kepala sekolah/madrasah yang kredibel dan berkompeten. Karena itu semua pihak yang terkait, terutama pemerintah daerah dalam hal rekrutmen kepala sekolah/madrasah harus memiliki komitmen yang sama dalam melaksanakan Permendiknas No. 28 Tahun 2010 tersebut. Untuk melaksanakan sistem rekrutmen dan pembinaan karir kepala sekolah/madrasah diperlukan adanya komitmen yang sama  pada tataran kebijakan di level Pemerintah kabupaten/kota di seluruh indonesia .
Prof. DR. Ibrahim Bafadal, guru besar Univesitas Negeri Malang yang juga ketua tim perumus Permen Diknas tentang Pengadaan Kepala Sekolah, untuk menggambarkan posisi strategis kepala sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah, dalam seminar dan uji publik peraturan tersebut di Jakarta Agustus 2007 lalu pernah mensitir sebuah kalimat :
“Tidak ada anak yang tidak bisa dididik, yang ada guru yang tidak bisa mendidik. Tidak ada guru yang tidak bisa mendidik, yang ada kepala sekolah yang tidak bisa membuat guru bisa mendidik” (Prof. Ibrahim Bafadal).
Memang peningkatan mutu pendidikan tidak terjadi di kantor Dinas Pendidikan atau ruang kepala sekolah, tapi di dalam kelas dengan guru sebagai ujung tombaknya. Namun untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan iklim sekolah yang kondusif, motivasi kerja dan komitmen guru yang tinggi, yang harus diciptakan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer untuk meningkatkan kinerja guru. Sementara Lipham James dalam Wahyusumidjo (2005) menggambarkan posisi kepala sekolah sebagai yang menentukan titik pusat dan irama sekolah, bahkan keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah.
Di negara-negara maju masalah kepala sekolah ditangani oleh lembaga tersendiri yang khusus melatih kemampuan kepala sekolah dan mempersiapkan calon kepala sekolah. Di Singapura ada lembaga ”Leadership School” khusus untuk melatih kepala sekolah dan mempersiapkan calon-calon kepala sekolah. Lembaga ini sudah go internasional. Begitu juga di Malasyia, Korea Selatan, Australia dan negara-negara Eropa memiliki lembaga sejenis. Sedangkan di Indonesia seiring dengan lahirnya Permendiknas No.28 thun 2010 sudah terbentuk Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS).
Sebagai sebuah sistem yang kompleks sekolah terdiri dari sejumlah komponen yang saling terkait dan terikat, diantaranya : kepala sekolah, guru, kurikulum, siswa, bahan ajar, fasilitas, uang, orangtua dan lingkungan. Komponen kepala sekolah merupakan komponen terpenting karena kepala sekolah merupakan salah satu input sekolah yang memiliki tugas dan fungsi paling berpengaruh terhadap proses berlangsungnya sekolah.


Kepala sekolah merupakan sumber daya manusia jenis manajer (SDM-M) yang memiliki tugas dan fungsi mengkoordinasikan dan menserasikan sumberdaya manusia jenis pelaksana (SDM-P) melalui sejumlah input manajemen agar SDM-P menggunakan jasanya untuk becampur tangan dengan sumberdaya selebihnya, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik untuk dapat menghasilkan output yang diharapkan. (Poernomosidi Hadjisarosa : 1997).
Perubahan paradigma pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi dengan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menuntut seorang kepala sekolah tidak hanya menjadi seorang manajer yang lebih banyak berkosentrasi pada permasalahan anggaran dan persoalan administratif lainnya, namun juga dituntut menjadi seorang pemimpin yang mampu menciptakan visi dan mengilhami staf serta semua komponen individu yang terkait dengan sekolah. MBS menuntut seorang kepala sekolah menjadi seorang manajer sekaligus pemimpin atau meminjam istilah Gardner (1986) sebagai ”manajer pemimpin”. Konsekuensi dari perubahan paradigma tersebut seorang kepala sekolah dituntut untuk memiliki karakteristik dan kompetensi yang mendukung tugas dan fungsinya dalam menjalankan proses persekolahan.
Slamet PH (2002) menyebutkan kompetensi yang wajib dimiliki seorang kepala sekolah untuk dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal sebagai berikut : kepala sekolah harus memiliki wawasan ke depan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar cara yang akan ditempuh (strategi), memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menserasikan seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk memenuhi kebutuhan sekolah yang umumnya tidak terbatas, memiliki kemampuan pengambilan keputusan dengan terampil, memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan dan mampu menggugah bawahannya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya.
 Disamping itu kemampuan untuk membangun partisipasi dari kelompok-kelompok kepentingan sekolah (guru, siswa, orangtua siswa, ahli, dsb.) sehingga setiap keputusan yang diambil merupakan keputusan partisipatif.
Sementara Permen Diknas no. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah mensyaratkan untuk menjadi kepala sekolah profesional harus kompeten dalam menyusun perencanaan pengembangan sekolah secara sistemik; kompeten dalam mengkoordinasikan semua komponen sistem sehingga secara terpadu dapat membentuk sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif; kompeten dalam mengerahkan seluruh personil sekolah sehingga mereka secara tulus bekerja keras demi pencapaian tujuan institusional sekolah, kompeten dalam pembinaan kemampuan profesional guru sehingga mereka semakin terampil dalam mengelola proses pembelajaran; dan kompeten dalam melakukan monitoring dan evaluasi sehingga tidak satu komponen sistem sekolah pun tidak berfungsi secara optimal, sebab begitu ada satu saja diantara seluruh komponen sistem sekolah yang tidak berfungsi secara optimal akan mengganggu pelaksanaan fungsi komponen-komponen lainnya. Kompleksitas sekolah sebagai satuan sistem pendidikan menuntut adanya seorang kepala sekolah yang memiliki kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, sipervisi dan sosial.
Kepala sekolah yang memiliki kompetensi tinggi mutlak dibutuhkan untuk membangun sekolah berkualitas, sekolah efektif, karena kepala sekolah sebagai pemegang otoritas dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah perlu memahami proses pendidikan di sekolah serta menjalankan tugasnya dengan baik, sehingga proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat berjalan sesuai dan sejalan dengan upaya-upaya pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Maju mundurnya suatu sekolah tidak terlepas dari peran Kepala Sekolah, karena “Kepala Sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi kekuatan penggerak kehidupan sekolah”. Untuk mewujudkan sekolah efektif dibutuhkan kepala Sekolah yang tidak hanya sebagai figur personifikasi sekolah, tapi juga paham tentang tujuan pendidikan, punya visi masa depan serta mampu mengaktualisasikan seluruh potensi yang ada menjadi suatu kekuatan yang bersinergi guna mencapai tujuan pendidikan.




Untuk membangun sekolah efektif menurut N. Hatton dan D. Smith (1992) dalam tulisannya Perspective on Effective school perlu kepemimpinan instruksional yang kuat, perhatian yang jelas pada hasil belajar, penghargaan murid yang tinggi, lingkungan yang baik serta pengawasan tingkat prestasi, semua ini akan terwujud apabila seluruh unsur yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah berjalan optimal sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Dibutuhkan iklim sekolah yang baik untuk menjadikan sekolah sebagai sekolah efektif. Menurut Paula F. Silver (1983) iklim sekolah dibentuk oleh hubungan timbal balik antara perilaku Kepala Sekolah dan perilaku guru sebagai suatu kelompok. Perilaku Kepala Sekolah dapat mempengaruhi interaksi interpersonal para guru. Dengan demikian dinamika kepemimpinan Kepala Sekolah dengan kelompok (guru dan staf) dipandang sebagai kunci untuk memahami variasi iklim sekolah.
Interaksi antara guru dan kepala sekolah akan menentukan iklim sekolah yang bagaimana yang akan terwujud, iklim sekolah yang baik dan kondusif bagi kegiatan pendidikan akan menghasilkan interaksi edukatif yang efektif, meningkatkan motivasi kerja guru dan staf yang pada akhirnya meningkatkan kinerja guru dan staf, sehingga upaya pencapaian tujuan pendidikan sekolah akan berjalan dengan baik, dan keadaan sebaliknya akan terjadi jika iklim sekolah tidak kondusif.
Robert Stinger (2002) menyebutkan perilaku pemimpin mempengaruhi iklim organisasi yang kemudian mendorong motivasi kerja karyawan. Motivasi merupakan pendorong utama terjadinya peningkatan kinerja. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan;


II.2  Proses Pengadaan Kepala Sekolah
C.E Beeby (1981) dalam bukunya “Pendidikan di Indonesia” menguraikan tentang masih rendahnya kemampuan Kepala Sekolah baik di Sekolah Dasar maupun di Sekolah Lanjutan, meski diakui Kepala Sekolah Lanjutan lebih tinggi kualitasnya karena umumnya berkualifikasi Sarjana, namun tetap saja Kinerja/Kepemimpinan Kepala Sekolah masih dianggap gagal dimana “sebab utama dari kegagalan dalam kepemimpinan para Kepala Sekolah ini terletak pada organisasi intern Sekolah lanjutan itu sendiri”. Sementara Sherry Keith dan Robert H. Girling (1991) mengutip laporan Coleman Report menyebutkan bahwa dalam penelitian efektifitas sekolah 32% prestasi siswa dipengaruhi kualitas manajemen sekolah. Ini berarti bahwa kinerja kepala sekolah dalam manajemen pendidikan akan juga berdampak pada prestasi siswa yang terlibat di dalam sekolah tersebut.
Untuk melahirkan seorang kepala sekolah yang profesional dibutuhkan sistem yang kondusif, baik rekrutmen maupun pembinaan. Dari proses rekrutmen yang sarat KKN mustahil dilahirkan seorang kepala sekolah yang profesional. Dibutuhkan sistem rekrutmen yang berfokus pada kualitas dan pembinaan yang berorientasi pada kinerja dan prestasi dengan ”reward & punishment” yang tegas dan konsekuen untuk melahirkan seorang kepala sekolah yang tangguh.
Pengadaan kepala sekolah merupakan proses mendapatkan calon kepala sekolah yang paling memenuhi kualifikasi dalam rangka mengisi formasi kepala sekolah dalam satuan pendidikan tertentu. Rangkaian kegiatan pengadaan kepala sekolah terdiri dari : penetapan formasi, rekrutmen calon, seleksi calon dan pengangkatan calon yang paling memenuhi kualifikasi. Tahap rekrutmen dan seleksi merupakan tahap yang paling krusial, yang jika terjadi salah langkah pada tahap ini bisa berakibat fatal bagi sekolah yang mendapat kepala sekolah yang kurang kompeten.
 Tidak sedikit sekolah yang sebenarnya memiliki potensi besar karena siswa yang masuk merupakan siswa berprestasi tapi tidak berkembang, stagnan, bahkan mengalami kemunduran akibat kepala sekolah yang tidak kompeten.




Untuk melahirkan kepala sekolah yang profesional, Depdiknas telah menelorkaan regulasi Peraturan Menteri No.28 tahun 2010 Tentang Pedoman Dan Panduan Pelaksanaan Pengadaan Kepala Sekolah, untuk dijadikan pegangan bagi daerah dalam pengadaan kepala sekolah. Beberapa prinsip rekrutmen yang penting dalam pengadaan kepala sekolah menurut permendiknas Nomor 28 thn 2010 adalah :
1.  Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara rutin pada awal tahun berdasarkan hasil analisis dan penetapan formasi jabatan kepala sekolah
2.  Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara proaktif dalam rangka mendapatkan guru yang paling menjanjikan untuk menjadi kepala sekolah. Rekrutmen calon kepala sekolah hendaknya dilakukan melalui proses pencarian secara aktif kepada semua guru yang dipandang memiliki kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah, sehingga guru-guru yang memiliki kualifikasi dak kompetensi yang paling menjanjikan banyak melamar dan mengikuti seleksi calon kepala sekolah.
3.  Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara terbuka melalui surat kabar lokal dalam rangka memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru yang memenuhi kualifikasi.

Sesuai permendiknas nomor 28 Tahun 2010 Bab X tentang ketentuan penutup dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak berlakunya permediknas ini , Pemerintah kabupaten/kota dan penyelenggara sekolah wajib menyiapakan program penyiapan calon kepala sekolah .
LPPKS yang mempunyai Tupoksi menyiapkan pengembangan dan pemberdayaan kepala sekolah mempunyai kewajiban untuk mesosialisasikan Prog Penyiapan calon Kepsek di kab/kota seluruh Indonesia dengan harapan :
a.    Tercipta pemahaman yang sama pada semua lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan diklat calon kepala sekolah/madrasah;
b.   Pemahaman yang sama dalam penyelenggaraan diklat akan menghasilkan proses yang terstandar; dan
c.  Proses diklat calon kepala sekolah/madrasah yang terstandar akan menghasilkan calon-calon kepala sekolah yang betul-betul berpotensi dan kompeten.

Lahirnya Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010, tentang Penugasan guru sebagai kepala sekolah / madrasah merupakan bentuk pengendalian standar profesi kepala sekolah / madrasah yang intinya memberikan acuan dalam hal: penyiapan calon kepala sekolah / madrasah, Masa tugas, Pengembangan keprofesian berkelanjutan, Penilaian kinerja kepala sekolah /madrasah, dan mutasi serta pemberhentian sebagai kepala sekolah / madrasah. Dengan lahirnya permensiknas nomor 28/2010 ini maka Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor : 162/U/2003, tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah dinyatakann tidak berlaku . Mengingat strategisnya peran kepala sekolah dalam peningkatan kualitas pendidikan maka proses pengadaan kepala sekolah, baik rekrutmen mapupun seleksi menjadi salah satu faktor terpenting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Proses Penyiapan calon kepaka sekolah / madrasah meliputi Rektrutmen, Pendidikan dan Pelatihancalon kepal sekolah/madrasah. Rektrutmen bertujuan untuk memilih guru – guru yang memiliki pengalaman dan potensi terbaik untuk mendapatkan tugas sebagai kepala sekolah / madrasah , dengan langkah – langkah kegiatan yang meliputi : (1). pengusulan calon oleh kepala sekolah dan atau pengawas sekolah, (2). Seleksi administrative, dan Seleksi akademik. Seleksi administrstif berupa pemeriksaan terhadap dokumen administrasi calon kepala sekolah dengan tujuan untuk memastikan bahwa calon kepala sekolah memenuhi persaratan administrative seperti tercantum dalam permendiknas nomor 28 tahun 2010 pasal 2 ayat (2),
   Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
   Memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan perguruan tinggi yang terakreditasi;
   Berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/ madrasah; atau setinggi-tingginya 54 tahun pada saat mengajukan lamaran.



   Sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter Pemerintah;
   Tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
   Memiliki sertifikat pendidik;
   Pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman kanak-kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB;
   Memiliki golongan ruang serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing;
   Memperoleh nilai amat baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
   Memperoleh nilai baik untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir.

Persyaratan administrasi di atas didukung dengan dokumen administrasi sebagai berikut:
a. Daftar Riwayat Hidup.
b. Pas foto terbaru ukuran 3 x 4 sebanyak 4 lembar. Latar belakang warna merah, pria berdasi dan wanita memakai blasér.
c.  Fotocopy SK CPNS dan SK PNS yang telah dilegalisasi.
d. Fotocopy SK GTY (SK Guru Tetap Yayasan) yang telah dilegalisasi.
e. Fotocopy SK Pangkat terakhir yang telah dilegalisasi.
f.  Fotocopy ijazah pendidikan tertinggi yang telah dilegalisasi.
g. Fotocopy Sertifikat Pendidik yang telah dilegalisasi.
h. Fotocopy bukti kepemilikan NUPTK.
i.  Fotocopy KTP.
j.  Fotocopy Penilaian Kinerja dua tahun terakhir.
k. Fotocopy DP3 dua tahun terakhir
l.  Surat keterangan melaksanakan tugas mengajar dari kepala sekolah/madrasah.
m. Surat Keterangan sehat dari dokter Rumah Sakit pemerintah.
n. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

Seleksi dilaksanakan oleh Panitian termasuk di dalamnya Tim Asessor ( terlatih ) Dinas Pendidikan pemuda dan olahraga kab/kota.nSeleksi akademik meliputi :
 a.  Penilaian potensi kepemimpinan (PPK) ,
 b.  Penilaian makalah Kepemimpinan ( MK ) ,
 c. Penilaian portofolio calon kepala sekolah berupa rekomendasi kepala sekolah dan  rekomendasi pengawas sekolah,
 d.  Penilaian kinerja guru 2 tahun terakhir, dan,
 e. DP3 dua tahun terakhir.

Diklat calon kepala sekolah dilaksanakan oleh lembaga diklat terakreditasi yang merupakan kegiatan pemberian pengalaman pembelajaran teorik maupun praktik yang bertujuan untuk menumbuh kembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan pada dimensi : Kompetensi kepribadian, Kompetensi menejerial, Kompetensi Kewirausahaan, Kompetensi supervisi dan, Kompetensi soasial.
Model Diklat calon kepala sekolah/madrasah dikemas dalam 3 tahap :
a. Model “In-Service Learning 1 (70 JP/ 7 hari ). Materi :-Kepemimpinan , -Manajerial , -Supervisi , -Kewirausahaan, -Rencana Tindak (RTK) ,
b. On-the Job Learning (200 JP /3 Bulan) 150 jp di sekolah sendiri (peningkatan kualitas kinerja yang terkait dengan 4 snp: isi, proses, penilaian dan standar kompetensi lulusan) 50 jp di sekolah lain (peningkatan kualitas diri (dan kinerja jika kondisi memungkinkan) Materi : -Implementasi Rencana Tindakan Kepemimpinan,
 c. In-Service Learning 2”. 30 JP / 3 hari , Materi : -Penilaian portfolio, -Presentasi hasil OJL: implementasi Rencana Kepemimpinan

7
Model ini dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang terpadu antara aspek pengetahuan kognitif dan pengalaman empirik sesuai dengan karakteristik peserta diklat sebagai adult learner. Calon kepala sekolah yang dinyatakan lulus dilat diberi STTPP ( Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan) oleh lembaga diklat yang menyelenggarakan diklat calon kepala sekolah tersebut. Selanjutnya calon kepala sekolah yang sudah lulus Diklat calon kepala sekolah diusulkan oleh lembaga Diklat ke LPPKS (Lembaga Pemberdayaan Kepala Sekolah ) untuk mendapatkan NUKS ( Nomor Unik Kepala Sekolah ) dan Sertifikat kepala sekolah.
Pengangkatan Kepala sekolah / madrasah dilakukan melalui penilaian akseptabilitas oleh Tim Pertimbangan Pengakatan Kepala Sekolah ( TPPKS) yang ditetapkan oleh Pemerintah kabupaten/kota atau penyelenggara sekolah/madrasah yang dilaksanakan oleh masyarakat sesuai dengan kewenangannya. Tim Pertimbangan Pengangkatan Kepala Sekolah melibatkan unsur Pengawas sekolah, dan Dewan Pendidikan.
Proses rekrutmen kepala sekolah yang baik belum cukup untuk menghasilkan kepala sekolah yang tangguh dan profesional jika tidak disertai pembinaan yang baik, yaitu pembinaan yang berorientasi pada kinerja dan prestasi dengan ”reward & punishment” yang tegas dan konsisten. Pembinaan kepala sekolah seperti yang berlaku selama ini ’kepala sekolah berprestasi maupun tidak berprestasi tetap aman menjadi kepala sekolah’, bahkan kepala sekolah yang sarat dengan masalahpun tetap aman pada posisinya sampai pensiun, kecil kemungkinan lahir kepala sekolah yang tangguh dan profesional. Dibutuhkan sistem pembinaan yang menimbulkan motivasi berprestasi, seperti penghargaan dan promosi bagi kepala sekolah berprestasi dan sebaliknya peninjauan kembali jabatan kepala sekolah bagi mereka yang tidak berprestasi.
Sebelum lahirnya Permendiknas no 28 tahun 2010 ini, telah ada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 0296/U/1996, tanggal 1 Oktober 1996 tentang Penugasan Guru Pegawai Negeri Sipil sebagai Kepala Sekolah di lingkungan Depdikbud dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor : 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah telah mengarah pasa sistim pembinaan di atas .
Ada dua aspek penting dalam kedua Kepmen tersebut yang sejalan dengan permendiknas no.28 tahun 2010 yaitu : Kepala Sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah dan masa jabatan Kepala Sekolah selama 4 (empat) tahun serta dapat diperpanjang kembali selama satu masa tugas berikutnya bagi kepala sekolah yang berprestasi sangat baik. Status Kepala Sekolah adalah guru dan tetap harus menjalankan tugas-tugas guru, mengajar dalam kelas minimal 6 jam dalam satu minggu di samping menjalankan tugas sebagai seorang manajer sekolah. Begitu juga ketika masa tugas tambahan berakhir maka statusnya kembali menjadi guru murni dan kembali mengajar di sekolah.
Pada tataran praktis implementasi kedua Kepmen tersebut tidak berjalan mulus. Banyak daerah yang tidak memperdulikannya. Kepmen 0296/U/1996 yang berlaku saat pengelolaan pendidikan dilaksanakan secara terpusat disiasati dengan memutihkan masa jabatan kepala sekolah setiap terjadi rotasi. Kepala Sekolah yang hampir habis masa jabatannya dirotasi dan masa jabatannya kembali ke nol tahun. Nasib Kepmen 162/U/2003 tidak jauh berbeda walaupun relatif lebih baik. Beberapa daerah sudah mulai melaksanakan Kepmen tersebut. Namun masih banyak yang belum merealisasikan permen tersebut karena benturan kepentingan dan sulitnya merubah kultur.Namun pada permendiknas no 28 tahun 2010 yaang akan diberlakukan tahun 2013 yang akan datang masa jabatan diperhitungkan secara komulatif sejak kepala sekolah tersebut diangkat dan tidak kembali nol walaupun sudah mutasi ke sekolah lain sebagai kepala sekolah.





Periodisasi masa jabatan Kepala sekolah yang dilaksanakan secara konsisten dengan penilaian kinerja yang akuntabel serta transfaran akan mendorong peningkatan mutu pendidikan di sekolah-sekolah. Kepala Sekolah akan bekerja keras untuk meningkatkan prestasi sekolahnya sebagai bukti prestasi kinerjanya, sehingga masa jabatannya bisa diperpanjang atau mendapat promosi jabatan yang lebih tinggi. Prestasi yang diraih sekolah-sekolah akan meningkatkan mutu pendidikan di daerah dan pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Keberhasilan pelaksanaan periodisasi masa jabatan kepala sekolah sangat tergantung pada akuntabilitas penilaian kinerja kepala sekolah. Penilaian yang berbau KKN tidak akan memberikan perubahan yang berarti bagi peningkatan mutu pendidikan. Penilaian harus dilakukan secara objektif, transfaran


Catatan Renungan:

Slamat berjuang kawan guru semuanya belomba-lombalah menuju guru profesional sejati, bersemangatlah, bergembiralah, hai “sang guru “ , walau badai dan rintangan menghadang, mari kita gempur kebodohan…..!
“Pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang lebih dulu mengatasi energi dirinya secara efektif serta pandai menggerakkan, Mengarahkan , Memperbaiki, Dan mengembangkan energi orang lain. ( dae deo )” . Kita rindu pada Pemimpin yang berkualitas namun ramah dan berwibawa, Yang setiap Saat Tak Berkenti Berkarya untuk MENINGKATKAN KOMPETENSI IDEAL Seperti Darah yang selalu setia pd Tubuh, Yang cintanya pada pendidikan tak kalah dengan cinta ibu pada anak kandungnya Yang memberikan teladan hidup bersama dalam kerukunan, di tengah sejuta perbedaan
Seandainya para pemimpin senantiasa selalu ngecheck ke lapangan, apa yg dkerjakan anggotanya dan memberikan langsung punishment, bg yg melakukn kesalahan…..dan yg membuat prestasi berikan reward yg rasional, tp pemimpinnya hrs berusaha nyerempet sifat2 Umar, sahabat Rasulullah Saw.

REFERENSI :
Permendiknas RI No.28 tahun 2010
Materi Sosialisasi PPCKS Region III tgl 7 sd 9 mei 2012 di hotel Grant Wich Denpasat Bali Indonesia.


























III.3  Tahapan-Tahapan  Proses Rekrutmen,Selesksi dan Diklat Kepala Sekolah
image


















Penjelasan :
1.      Dinas Pendidikan Membuat pengumuman berdasarkan proyeksi kebutuhan kepala sekolah yang telah dibuat
2.      Kepala Sekolah mengumumkan kepda guru-guru di sekolahnya untuk mengikuti seleksi calon kepala sekolah, kepala sekolah juga bisa menunjuk guru yang potensial untuk di usulkan sebagai peserta seleksi calon kepala sekolah. Kepala sekolah juga harus memberikan rekomendasi kepda guru yang sudah ditunjuk sebagi calon kepala sekolah.
3.      Guru yang ditunjuk sebagai peserta calon kepala sekolah harus membuat surat lamaran dan melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan
4.      Pengawas sekolah memberikan rekomendasi kepada guru yang mendaftar sebagai peserta seleksi calon kepala sekolah 
5.      Kepala sekolah membuat usulan kepada kepala Dinas Pendidikan Guru yang direkomendasikan menjadi peserta calon kepala sekolah
6.      Dinas Pendidikan melakukan seleksi administrasi sesjuai yang diamantkan pada permendiknas nomor 28 tahun 2010, Dinas pendidikan juga harus mendistribusikan inturmen AKPK.
7.      Kepala Sekolah yang diberi instrumen AKPK oleh Dinas Pendidikan mendistribusikan kepada Guru yang ditunjuk sebagai peserta seleksi calon Kepala Sekolah
8.      Guru mengisi Instrumen AKPK dan memberikan respon, kemudian instrumen tersebut di kumpulkan pada waktu seleksi Akademik








Alur Proses Seleksi Administratif
image











Penjelasan:
1.      Kepala Dinas Pendidikan Membentuk Tim / Panitia Selsksi Administrasi Calon Kepala Sekolah
2.      Tim / Panitia Seleksi melakukan check list kelengkapan individu, melakukan kelengkapan rekap kelengkapan peserta dan membuat berita acara hasil penilaian seleksi administrasi
3.      Kepala Dinas pendidikan menerima hasil selsksi dari panitia seleksi administrasi dan membuat pengumuman hasil seleksi admnistrasi
4.      Kepala sekolah menyampaikan hasil selsksi adminitrasi kepada calon peserta
5.      Guru menerima hasil seleksi admnistrasi



image





























Penjelasan
1.      Kepala Dinas Pendidikan menunjuk Lemabaga Penyelenggara seleksi akademik (LP3CKS = Lembaga Penyelenggara Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah)
2.      LP3CKS Menyiapakan selsksi akademik
3.      Kepala Dinas Pendidikan Membuat undangan untuk peserta seleksi calon kepala sekolah
4.      Kepala Sekolah menyampaikan undangan seleksi kepada gurunya yang menjadi peserta
5.      Guru menerima undangan selsksi akademik secara resmi dan menyerahkan instrumen AKPK kepada panitia di LP3CKS
6.      LP3CKS melaukan registrasi peserta seleski dan melakukan selsksi Akademik meliputi ( memeriksa rekomendasi KS/PS, Penilaian Potensi Kepemimpinan dan Panilaian Makalah Kepemimpinan)
7.      LP3CKS membuat rekapitulasi hasil seleksi akademik dan membuat berita acara hasil seleksi akademik
8.      Kepala Dinas Pendidikan menerima hasil seleksi akademik dari LP3CKS dan mengumumkan hasil seleksi akademik
9.      Kepala Sekolah menhyampaikan hasil seleksi akademik kepada peserta 
10.  Guru menerima hasil seleksi akademik


image























  

Penjelasan:
1.      LP2CKS (Lembaga Penyelenggara Penyiapan Calon Kepala Sekolah) Mengajukan permohonan 2.kepada LPPKS untuk menerbitkan NUKS (Nomor Unik Kepala Sekolah) beserta data peserta dan hasil pelaksanaan Dinklat calon Kepala Sekolah
2.      LPPKS melakukan verifikasi terhadap data peserta dan hasil pelaksanaan diklat calon kepala sekolah
3.      LPPKS m,enerbitkan Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS)
4.      LP2CKS menerima  SK NUKS sebagai dasar penerbitan sertifikat kepala sekolah

image















































Penjelasan
1.      Kepala Dinas Pendidikan menunjuk lembaga penyelenggara diklat calon kepala sekolah (P3KS = Penyelenggara Program Penyiapan Kepala Sekolah)
2.      P3KS Merencanakan Diklat Calon Kepala Sekolah
3.      Kepala Dinas Pendidikan membuat undangan peserta diklat
4.      Kepala Sekolah menyampaikan undangan kepada gurunya yang mengikuti diklat CKS
5.      Guru menerima undangan diklat resmi dari Dinas Pendidikan yang disampaikan oleh kepala sekolah
6.      P3KS melaksanakan diklat calon kepala sekolah dengan pendekatan IN 1 = 70 jam ON= 200 jam  IN 2 = 30 jam total 300 jam
7.      P3KS membuat rekaptulasi hasil diklat CKS
8.      P3KS melakukan proses sertifikasi (lihat bagan usulan sertifikasi)
9.      P3KS menyusun laporan  hasil pelaksanaan Diklat CKS dan menyerahkan ke Dinas Pendidikan
10.  Dinas Pendidikan menerima Laporan dan sertifikat Kepala Sekolah dari P3KS
11.  Dinas Pendidikan membuat pengumuman kelulusan hasil Diklat Calon Kepala Sekolah dan Menyerahkan sertifikat kepala sekolah
12.  Kepala Sekolah menyampaikan hasil diklat calon kepala sekolah dan menyerahkan sertifikat kepada peserta
13.  Peserta menerima sertifikat kepala sekolah
14.  P3KS mengirim salinan sertifikat ke LPPKS

   


BAB III
KESIMPULAN

Penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan dan proses penyiapan calon Kepala Sekolah/Madrasah dapat diminimalisir melalui prosedur sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 28 tahun 2010. Dengan adanya Permendiknas ini maka keterbukaan (akuntabilitas publik) dalam proses pengadaan/penyiapan Kepala Sekolah/Madrasah dapat terbukti serta lebih memberikan kepercayaan publik pada Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah. Selain itu kurangnya kompetensi calon Kepala Sekolah sesuai permendiknas 13 tahun 2007 hampir tidak ada mengingat semua calon sudah terpilih adalah benar-benar calon yang berpotensi sebagai pemimpin pembelajaran maupun pemimpin pendidikan, yang dibekali teori dan praktik mengenai mata diklat kepemimpinan, kewirausahaan, manajerial, sosial, kepribadian dan supervisi akademik.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Permendiknas RI No.28 tahun 2010
2.      LPPKS.2011 (editing 30/9/15). Petunjuk Pelaksanaan Rekrutmen-Penyiapan Calon Kepala Sekolah.
4.      Maman hariono.blog.spot.com (30/9/15)
5.      WWW.IPSI (ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia).(30/9/15)
6.      Suaidin,(5/10/15)
7.      Materi Sosialisasi PPCKS Region III tgl 7 sd 9 mei 2012 di hotel Grant Wich Denpasat Bali Indonesia.


SERTIFIKASI DAN PROFESIONALISME GURU


Oleh :

NAMA MAHASISWA :                                  NIM
NUR KHOLIL                             :        82321415080
HENDAR                                     :        82321415082
HENI HERANI                            :        82321415083
KELAS                                         :        15 B


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Guru memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam upaya membentuk watak bangsa dan mengembangkan potensi siswa dalam kerangka pembangunan pendidikan di Indonesia. Tampaknya kehadiran guru hingga saat ini bahkan sampai akhir hayat nanti tidak akan pernah dapat digantikan oleh yang lain, terlebih pada masyarakat Indonesia yang multikultural dan multibudaya, kehadiran teknologi tidak dapat menggantikan tugas-tugas guru yang cukup kompleks dan unik.
Oleh sebab itu, diperlukan guru yang memiliki kemampuan yang maksimal untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan diharapkan secara berkesinambungan mereka dapat meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, maupun profesional. Profesional artinya dilaksanakan secara sungguh- sungguh dan didukung oleh para petugas secara profesional. Petugas yang profesional adalah petugas yang memiliki keahlian, tanggung jawab, dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang kuat.
Untuk meningkatkan profesionalisme yang dimiliki guru, pemerintah menerapkan sertifikasi bagi guru prajabatan maupun guru dalam jabatan. Penilaian sertifikasi dilakukan melalui pendidikan profesi maupun dengan portofolio. Guru yang memiliki sertifikasi pendidik akan mendapat tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok.
Sertifikasi gurusebuah upaya pemerintah dalam rangka peningkatan mutu dan uji kompetensi tenaga pendidik dalam mekanisme teknis yang telah diatur oleh pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat, yang bekerjasama dengan instansi pendidikan tinggi yang kompeten, yang diakhiri dengan pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah dinyatakan memenuhi standar profesional.
1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apakah yang dimaksud dengan sertifikasi guru?
2.      Apakah yang dimaksud dengan profesionalisme guru ?
3.      Apakah tujuan dan manfaat sertifikasi guru?
4.      Apakah yang dimaksud dengan aspek profesionalisme guru?
5.      Bagaimanakah cara mendapatkan sertifikat guru?
1.3    Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini antara lain :
1.      Untuk mengetahui sertifikasi guru?
2.      Untuk mengetahui profesionalisme guru ?
3.      Untuk mengetahui tujuan dan manfaat sertifikasi guru?
4.      Untuk mengetahui aspek profesionalisme guru?
5.      Untuk mengetahui cara mendapatkan sertifikat guru?

1.4    Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca buku yang relevan dengan isi makalah dan menjadikannya sebagai bahan penulisan makalah.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Sertifikasi Guru
Surakhmad berpendapat bahwa “sertifikasi merupakan sebuah gagasan yang baik ditinjau dari sudut pandang birokrasi” (Surakhmad, 2009 : 245). Hal ini karena sertifikasi sedikitnya terkait dengan sistem manajemen kinerja yang diterapkan dalam birokrasi. Sertifikasi merupakan cara untuk memonitor kinerja guru dengan pendekatan-pendekatan manajemen birokratis.
Dasar utama dari Sertifikasi Guru adalah UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disyahkan tanggal 30 Desember 2005. Yakni dalam Pasal 8 berbunyi : “Guru wajib memiliki kualitas akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Pasal lainnya adalah Pasal 11 ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Landasan Hukum lainnya adalah UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Menteri Pendidikan nasional Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.

Sertifikasi profesi guru merupakan  proses untuk memberikan sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi. Sertifikasi dilakukan oleh perguruan tinggi penyelenggara pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel dan berkeadilan. Kegiatan sertifikasi profesi guru meliputi peningkatan kualifikasi dan uji kompetensi. Sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan mutu guru disertai dengan peningkatan kesejahteraan guru sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bentuk peningkatan kesejahteraan guru berupa tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok bagi guru yang memiliki sertifikasi pendidik.

Sertifikasi guru berbentuk uji kompetensi yang terdiri atas dua tahap, yaitu tes tertulis dan tes kinerja yang dibarengi dengan self appraisal dan portofolio serta peer appraisal (penilaian atasan). Materi tes tertulis, tes kinerja, dan self appraisal dipadukan dengan portofolio didasarkan pada indikator esensial kompetensi guru sebagai agen pembelajaran. Materi tes tertulis mencakup kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional, sedangkan tes kinerja berbentuk penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran yang mencakup keempat kompetensi secara terintegrasi. Self appraisal yang dipadukan dengan portofolio merupakan penilaian terhadap kegiatan dan prestasi guru di sekolah dalam kegiatan profesional atau di masyarakat sepanjang relevan dengan tugasnya sebagai guru. Peer appraisal dalam bentuk penilaian atasan dimaksudkan untuk memperoleh penilaian dari kinerja sehari-hari yang mencakup keempat kompetensi. Dengan empat bentuk penilaian tersebut diharapkan penilaian kompetensi guru dilakukan secara komprehensif.

2.2  Profesionalisme Guru
Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus.

Sahertian dalam bukunya Profil Pendidik Profesional berpendapat bahwa :
“Profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka (to profess artinya menyatakan), yang menyatakan seseorang mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu” (Sahertian, 1994 : 26).
Definisi ini memperlihatkan beberapa pengertian : 1) profesi sebagai suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, 2) profesi mengandung unsur pengabdian, dan 3) profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan.
Profesi menunjukkan lapangan yang khusus dan mensyaratkan studi dan penguasaan pengetahuan khusus yang mendalam, seperti bidang hukum, militer, keperawatan, kependidikan dan sebagainya. Seseorang yang mempunyai profesi dituntut untuk profesional, seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

“Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi”. (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen)
Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka khusus dipersiapkan untuk ibu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.

(Sahabuddin,1993:6) Profesional merupakan seorang guru yang mampu merencanakan program belajar mengajar, melaksanakan dan memimpin Proses Belajar Mengajar, menilai kemajuan Proses Belajar Mengajar dan memanfaatkan hasil penilaian kemajuan belajar mengajar dan informasi lainnya dalam penyempurnaan Proses Belajar Mengajar.

Kusnandar berpendapat bahwa “profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang” (Kusnandar, 2011:46). Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian.

Rice &BishoporikdalamBafadal (2003:5) dan Glickman dalamBafadal (2003:5) profesionalismeadalah guru yang mampumengeloladirinyasendiridalammelaksanakantugas-tugasnya. Profesionalisasi guru olehkeduapasangantersebutdipandangsebagisebuah proses gerak yang dinamis, dariketidaktahuan (ignorance) menjaditahu, dariketidakmatangan (immaturity) menjadimatang, daridiarahkan  (other-directedness) menjadimengarahkandirisendiri.

Sedangkan Glickman dalamBafadal (2003: 5) menegaskanbahwaseseorangakanbekerjasecaraprofesionalbilamana orang tersebutmemilikikemampuan (ability) danmotivasi (motivation). Maksudnyaadalahseseorangakanbekerjasecaraprofesionalbilamanamemilikikemampuankerja yang tinggidankesungguhanhatiuntukmengerjakanpekerjaannyadengansebaik-baiknya.



2.3  Tujuan  dan manfaat Sertifikasi Guru
Tujuan Sertifikasi Guruadalah menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai Pemegang peranan Penting dalam pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.  Dengan Guru yang bersetifikat Pendidik melalui program Sertifikasi guru merupakan salah satu langkah pemerintah dalam membangun pendidikan yang berkulitas dan berkompeten baik di saat sekarang atau di masa yang akan datang.
Tujuan diadakannya sertifikasi guru antara lain :
a.       Sertifikasi dilakukan untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Melalui sertifikasi maka akan dilakukan seleksi terhadap guru manakah yang berkelayakan untuk mengajar dan mendidik dan manakah yang tidak. Sertifikasi dalam konteks ini sebagai suatu mekanisme terhadap seleksi guru-guru unggul yang diharapkan dapat menunaikan tugas sebagai guru profesional untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

b.      Sertifikasi juga dilakukan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan siswa dan menjadi salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran. Guru juga menjadi salah satu aset penting yang menjadi penentu kualitas pendidikan secara nasional sehingga melalui sertifikasi guru diharapkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan.

c.       Sertifikasi untuk meningkatkan martabat guru. Melalui sertifikasi, wibawa dan martabat guru sebagai seorang profesional dapat dijaga bahkan ditingkatkan. Selama ini, guru dipandang sebagai pekerjaan massal yang dapat dimasuki oleh siapa saja dari berbagai latar belakang. Karena itu ada kecenderungan publik melihat guru secara berat sebelah dan profesi yang disandangnya dianggap sebagai sebuah pekerjaan yang lumrah. Sertifikasi justru untuk menjamin dan memastikan bahwa pekerjaan guru adalah pekerjaan yang berwibawa dan guru melalui pengalaman pendidikan dan pelatihan relatif lama dapat memberikan layanan yang lebih baik dibandingkan dengan pekerja-pekerja pengajaran yang amatir.

d.      Sertifikasi untuk meningkatkan profesionalisme guru. Untuk memastikan apakah guru sudah benar-benar kompeten dan profesional, maka perlu dilakukan uji kompetensi sebagai seorang profesional melalui sertifikasi. Sertifikasi tidak berlaku seumur hidup sehingga sertifikasi dan resertifikasi dapat menjadi salah satu mekanisme untuk memastikan bahwa guru penyandang sertifikat masih tetap profesional dan memiliki kompetensi yang dapat diandalkan. Sertifikasi dapat menjadi sebuah bentuk post quality control yakni pengendalian mutu terhadap output yang dilakukan sebelum output itu digunakan dalam masyarakat.
Manfaat Sertifikasi Guru
Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru serta melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional.

2.4  Aspek Profesionalisme Guru
Guru profesional pada intinya adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, membedah aspek profesionalisme guru berarti mengkaji kompetensi yang harus dimiliki seorang guru.
Kompetensi adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Pengertian ini mengandung makna bahwa kompetensi itu dapat digunakan dalam dua konteks, yakni : pertama, sebagai indikator kemampuan yang menunjukkan kepada perbuatan yang diamati. Kedua, sebagai konsep-konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan perbuatan serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh. Kompetensi dapat diartikan sebagai pengetahuan keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Sedangkan Payong berpendapat bahwa :
“Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang akibat dari pendidikan maupun pelatihan atau pengalaman belajar informal tertentu yang didapat sehingga menyebabkan seseorang dapat melaksanakan tugas tertentu dengan hasil yang memuaskan” (Payong, 2011 : 17).

Pengertian kompetensi guru adalah seperangkat kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif. Kompetensi guru tersebut meliputi : 1) kompetensi intelektual yaitu berbagai perangkat pengetahuan yang ada dalam diri individu yang diperlukan untuk menunjang berbagai aspek kinerja sebagai guru. 2) kompetensi fisik yaitu perangkat kemampuan fisik yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas sebagai guru dalam berbagai situasi. 3) kompetensi pribadi yaitu perangkat perilaku yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melakukan transformasi diri, identitas diri, dan pemahaman diri. Kompetensi pribadi meliputi kemampuan-kemampuan dalam memahami diri, mengelola diri, mengendalikan diri, dan menghargai diri. 4) kompetensi sosial yaitu perangkat perilaku tertentu yang merupakan dasar dari pemahaman diri sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial yang efektif. Kompetensi sosial meliputi kemampuan interaktif dan pemecahan masalah kehidupan sosial. 5) kompetensi spiritual yaitu pemahaman, penghayatan serta pengamalan kaidah-kaidah keagamaan.

Standar kompetensi guru meliputi empat komponen yaitu (1) Kompetensi Pedagogik, (2) Kompetensi Profesional, (3) Kompetensi Sosial, (4) Kompetensi kepribadian.
Secara keseluruhan standar kompetensi guru terdiri dari tujuh kompetensi yaitu (1) penyusunan rencana pembelajaran, (2) pelaksanaan interaksi belajar mengajar, (3) penilaian prestasi belajar peserta didik, (4) pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, (5) pengembangan profesi, (6) pemahaman wawasan pendidikan, (7) penguasaan bahan kajian akademik.

2.5  Cara Mendapatkan Sertifikat Guru
Sertifikasi guru ada dua jalur yaitu sertifikasi guru prajabatan dan sertifikasi guru dalam jabatan. Guru prajabatan adalah lulusan S1 atau D4 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) atau non LPTK yang berminat dan ingin menjadi guru, dimana mereka belum mengajar pada satuan pendidik baik diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat. Guru dalam jabatan adalah guru PNS maupun non PNS yang sudah mengajar pada satuan pendidik baik yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat dan sudah mempunyai perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Sertifikasi guru prajabatan dilaksanakan melalui pendidikan profesi di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), sedangkan sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan, uji kompetensi dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio yang merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru.

Guru dalam jabatan yang lulus penilaian portofolio mendapat sertifikat pendidik. Guru dalam jabatan yang tidak lulus penilaian portofolio dapat melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi dokumen portofolio agar mencapai lulus atau mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru dan diakhiri dengan ujian. Ujian tersebut mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru dalam jabatan yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru mendapat sertifikat pendidik. Guru dalam jabatan yang belum lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru diberi kesempatan untuk mengulang ujian materi pendidikan dan pelatihan yang belum lulus.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan prmbahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Sertifikasi profesi guru adalah proses untuk memberikan sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi.
2.      Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang. Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian.
profesionalismeadalah guru yang mampumengeloladirinyasendiridalammelaksanakantugas-tugasnya. Profesionalisasi guru olehkeduapasangantersebutdipandangsebagisebuah proses gerak yang dinamis, dariketidaktahuan (ignorance) menjaditahu, dariketidakmatangan (immaturity) menjadimatang, daridiarahkan  (other-directedness) menjadimengarahkandirisendiri.

3.      Tujuan diadakannya sertifikasi guru antara lain :
a.       Sertifikasi dilakukan untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b.      Sertifikasi juga dilakukan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan.
c.       Sertifikasi untuk meningkatkan martabat guru.
d.      Sertifikasi untuk meningkatkan profesionalisme guru.
4.      Aspek profesionalisme guru adalah kompetensi yang harus dimiliki seorang guru. Kompetensi guru adalah seperangkat kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif.
5.    Sertifikasi guru ada dua jalur yaitu sertifikasi guru prajabatan dan sertifikasi guru dalam jabatan. Sertifikasi guru prajabatan dilaksanakan melalui pendidikan profesi di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), sedangkan sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi.


DAFTAR PUSTAKA

Kusnandar. 2011. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Payong, Marselus R. 2011. Sertifikasi Profesi Guru Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinya. Jakarta: PT Indeks.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Sahertian, Piet A. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Offset.
Surakhmad, Winarno. 2009. Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Rice &BishoporikdalamBafadal (2003:5) dan Glickman dalamBafadal (2003:5) profesionalisme (Internet  22 Oktober 2015)
Sedangkan Glickman dalamBafadal (2003: 5) menegaskanbahwaseseorangakanbekerjasecaraprofessional (Internet  22 Oktober 2015)











PROBLEMATIKA AKREDITASI SEKOLAH”

   Oleh,

Dewi Aryanti           (82321415043)
Neneng Solihah  (82321415055)


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Di era masa kini dunia pendidikan dituntut dengan model pengelolaan berbasis industri. Pengelolaan model ini mengumpamakan adanya usaha dari pihak pengelola institusi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan manajemen perusahaan. Strategi yang dilakukan yakni dengan memposisikan institusi pendidikan sebagai institusi jasa atau industri jasa yang tujuannya memberikan pelayanan (service) sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan (customer). Pelanggan disini dapat berarti pelanggan secara internal (pengelola, guru, staf) maupun secara eksternal (masyarakat, pemerintah, DU/DI). Maka dari itu untuk memposisikan institusi pendidikan sebagai industri jasa harus memenuhi standar mutu. Dalam konsep TQM, institusi dikatakan bermutu bila memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Salah satu program pemerintah yang sedang dilaksanakan sekarang adalah  meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Peningkatan mutu di setiap satuan pendidikan, diarahkan  pada upaya terselenggaranya layanan pendidikan kepada pihak yang berkepentingan atau masyarakat. Upaya yang terus menerus dilakukan dan berkesinambungan diharapkan dapat memberikan layanan pendidikan bermutu dan berkualitas, yang dapat menjamin bahwa proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah sudah sesuai harapan dan yang seharusnya terjadi. Dengan demikian, peningkatan mutu pada setiap sekolah sebagai satuan pendidikan diharapkan dapat meningkatkan mutu sumber daya manusia secara nasional.
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional membangun sistem pengendalian mutu pendidikan melalui empat program yang terintegrasi, yaitu standarisasi, evaluasi, akreditasi dan sertifikasi. Standarisasi pendidikan mempunyai makna sebagai upaya penyamaan arah pendidikan secara nasional yang memiliki keleluasan dan keluwesan dalam implementasinya. Evaluasi merupakan suatu proses kontinu dalam memperoleh data maupun informasi guna pengambilan suatu keputusan. Akreditasi merupakan suatu pengakuan terhadap kinerja sekolah yang diwujudkan dengan adanya sertifikasi yang dikeluarkan suatu lembaga mandiri dan profesional.
Akreditasi adalah suatu kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh suatu badan yang disebut Badan Akreditasi Nasional (BAN) untuk mengakreditasi atau menentukan kelayakan  program dan satuan pendidikan. Akreditasi dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban secara obyektif, adil, transparan dan komprehensif oleh satuan pendidikan kepada publik. Akreditasi dilakukan agar penyelenggaraan pendidikan pada semua lingkup mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, pemerintah membentuk Badan Akreditasi Nasional (BAN) yang namanya dibedakan menurut satuan, jalur dan jenjang pendidikan. Program  atau satuan pendidikan pada jalur formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah diakreditasi oleh BAN-S/M (Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah) yang pada tingkat propinsi dibentuk oleh gubernur. Tujuan dari Akreditasi sekolah bertujuan untuk : (a) menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan dan (b) memperoleh gambaran tentang kinerja sekolah
Mengingat yang diakreditasi adalah  sekolah yang merupakan sistem dari berbagai komponen dan saling terkait dalam pencapaian komponen sekolah, maka sesuai Keputusan  Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/V/2002 tanggal 14 Juni 2004 tentang Akreditasi Sekolah, komponen sekolah yang menjadi bahan penilaian adalah yang dikembangkan dari kualitas sekolah yaitu kurikulum dan  proses belajar mengajar, manajemen sekolah, organisasi/kelembagaan  sekolah, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat dan lingkungan/kultur sekolah.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya akreditasi sekolah bagi upaya peningkatan mutu dan layanan serta penjaminan mutu sebuah satuan pendidikan.
  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini ialah :
1.      Hakikat akreditasi sekolah
2.      Problematika akreditasi sekolah
  1. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini ialah
  1. Untuk mengetahui hakikat tentang akreditasi
  2. Untuk mengetahui problematika dalam akreditasi

BAB II
PEMBAHASAN
1.    Akreditasi Sekolah
  1. Pengertian
Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat (22) :  Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
Berdasarkan PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 86 ayat 3 : Akreditasi merupakan bentuk akuntabilitas publik dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan
Berdasarkan Permendiknas No.29 Tahun 2005 tentang BAN-S/M Pasal 1 ayat 5 : Akreditasi sekolah/madrasah adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan suatu sekolah/madrasah berdasarkan kriteria yang  telah ditetapkan dan dilakukan oleh BAN-S/M yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan.
Berdasarkan pengertian diatas, akreditasi sekolah dapat disimpulkan sebagai suatu proses  penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan dan kinerja lembaga yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas publik dan alat instropeksi diri untuk pencapaian standarisasi mutu yang telah ditetapkan.
  1. Dasar Hukum
Dasar hukum akreditasi sekolah adalah : Undang Undang No. 20 Tahun 2003, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 86 & 87 dan Surat Keputusan Mendiknas No.29 Tahun 2005 tentang BAN-S/M
  1. Tujuan dan Manfaat Akreditasi Sekolah


Tujuan
*   Memberikan informasi tentang kelayakan sekolah/madrasah atau program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.
*   Memberikan pengakuan peringkat kelayakan.
*   Memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada  program dan atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait
Manfaat
*   Dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya peningkatan mutu Sekolah/Madrasah dan rencana pengembangan Sekolah/Madrasah.
*   Dapat dijadikan sebagai motivator agar Sekolah/Madrasah terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional.
*   Dapat dijadikan  umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja    warga Sekolah/Madrasah dalam rangka menerapkan visi,  misi, tujuan, sasaran, strategi  dan program Sekolah/Madrasah.
*   Membantu mengidentifikasi Sekolah/Madrasah dan program dalam rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur atau bentuk bantuan lainnya.
*   Bahan informasi bagi Sekolah/Madrasah  sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga dan dana.
*   Membantu Sekolah/Madrasah dalam menentukan dan mempermudah kepindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru dan kerjasama yang saling menguntungkan.
d.       Fungsi akreditasi sekolah
1. Untuk pengetahuan, yakni dalam rangka mengetahui bagaimana kelayakan & kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu kepada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator amalan baik sekolah,
 2. Untuk akuntabilitas, yakni agar sekolah dapat mempertanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi harapan atau keinginan masyarakat
 3. Untuk kepentingan pengembangan, yakni agar sekolah dapat melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil akreditasi.
e.       Prinsip – prinsip akreditasi
1. Objektif, informasi objektif tentangg kelayakan dan kinerja sekolah
2. Efektif, hasil akreditasi memberikan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam     pengambilan keputusan
3.  Komprehensif, meliputi berbagai aspek dan menyeluruh
4. Memandirikan, sekolah dapat berupaya meningkatkan mutu dengan bercermin pada evaluasi diri
5. Keharusan (mandatori), akreditasi dilakukan untuk setiap sekolah sesuai dengan kesiapan sekolah
f. Komponen Penilaian
Akreditasi mencakup semua (8) komponen dalam Standar Nasional Pendidikan
1.    Standar Isi
2.    Standar Proses
3.    Standar Kompetensi Lulusan
4.    Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
5.    Standar Sarana Dan Prasarana
6.    Standar Pengelolaan
7.    Standar Pembiayaan
8.    Standar Penilaian Pendidikan.
g.                Persyaratan Sekolah dan Madrasah yang  diakreditasi
Untuk memperoleh pengakuan status dan tingkat kelayakan sekolah dan madrasah melalui akreditasi, sekurang-kurangnya satuan pendidikan madrasah harus telah memenuhi persyaratan sebagai lembaga penyelenggara pendidikan, yaitu:
a. Tersedianya komponen penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada  satuan pendidikan, yaitu:
1.      Kepala Madrasah
2.      Pendidik dan tenaga kependidikan, terdiri dari sekurang-kurang seorang guru untuk setiap kelas bagi madrasah dan sekolah seorang guru untuk masing-masing mata pelajaran bagi MTs/SMP dan MA/SMA
3.    Siswa, sekurang-kurangnya 10 orang setiap tingkatan
4.    Kurikulum yang diterapkan
5.    Ruang belajar
6.    Buku pelajaran, peralatan dan media pendidikan yang diperlukan
7.   Sumber dana tetap
b. Penyelenggara pendidikan, baik itu dari pemerintah maupun dari masyarakat. Adapun penyelenggaraan pendidikan dari masyarakat, harus berbentuk yayasan  atau organisasi sosial yang berbadan hukum.
c. Telah memiliki piagam terdaftar atau izin operasional penyelenggaraan pendidikan madrasah dan sekolah dari instansi yang berwenang.
d. Sekolah/ Madrasah memiliki surat keputusan kelembagaan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) sekolah
h. Prosedur Akreditasi
Akreditasi dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut :
a.    Pengajuan permohonan akreditasi dari sekolah
b.    Evaluasi diri oleh sekolah
c.    Pengolahan hasil evaluasi diri
d.   Visitasi oleh asesor
e.    Penetapan hasil akreditasi
f.     Penerbitan sertifikat dan laporan akreditasi.
i.                              Hasil Penilaian
Hasil dari akreditasi adalah pengakuan “terakreditasi” atau “tidak terakreditasi”. Bagi sekolah yang terakreditasi diklasifikasi menjadi tiga tahapan, yaitu:
A (Amat Baik) =  nilai antara 86-100
B (Baik)           =  nilai antara 71-85
 C (Cukup)       = nilai antara 56-70
2.    Problematika Akreditasi Sekolah
Latar belakang adanya  kebijakan akreditasi  sekolah di   Indonesia adalah bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi atau melampaui standar yang ditentukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan/program pendidikannya. Akan tetapi penyelengaraan pendidikan Nasional yang termasuk didalamnya adalah proses penilaian kelayakan suatu lembaga pendidikan dalam prakteknya masih banyak menuai problem. Adanya kebijakan-kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah untuk lembaga pendidikan baik yang formal maupun non formal masih menyisakan banyak masalah, salah satunya adalah sering terjadinya ketidakakuratan data yang diperolah di lapangan dengan realita pada masing-masing satuan pendidikan.
Dalam hal ini penulis akan membagi problematika akreditasi dalam tiga tahapan proses:
  1. Tahap persiapan
                  a.  Adanya lembaga pendidikan yang menyepelekan proses akreditasi, sehingga  kesiapan untuk melaksanakan proses akreditasi dinilai sangat kurang.
                  b.           Cost expensive
Mahalnya biaya pelaksanaan akreditasi oleh lembaga pendidikan dikarenakan biasanya lembaga pendidikan yang akan melakukan akreditasi berusaha memaksakan diri supaya memperoleh nilai sertifikat akreditasi yang baik dengan mengada – ngadakan sarana dan prasarana yang tidak ada menjadi ada.
                  c.           Masalah persiapan bukti fisik
Akreditasi merupakan penilaian terhadap minimalnya 8 standar penilaian yang terbagi dalam penilaian terhadap kinerja manajemen sekolah dan kinerja guru sebagai subyek proses pembelajaran. Dalam tahapan proses persiapan yang menjadi kendala biasanya mengenai bukti fisik yang harus dilengkapi. Bukti fisik yang sebagian besar berkaitan dengan perangkat pembelajaran (silabus, rpp, kkm, penilaian, program tahunan, program semester dsb) yang notabene tugas guru terkadang tidak memiliki bukti fisiknya sehingga pada saat harus melaksanakan akreditasi mengalami kemoloran waktu, pekerjaan yang menumpuk dan cenderung melakukan manipulasi dengan meminjam perangkat pembelajaran orang lain.
  1. Tahap pelaksanan
a.       Menyalahi prinsip pelaksanaan akreditasi
Prinsip akreditasi yang diantaranya obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan. Dalam pelaksanaannya terkadang sisi subyektifitas berperan Sehingga prinsip adil dan transparan itu tidak terlaksana dengan baik.
b.      Kegiatan meminjam sarana orang lain
Ada juga sekolah/madrasah yang ketika di akreditasi/visitasi untuk kelangkapan sarana prasarananya meminjam atau bukan milik sendiri, hal ini terjadi karena pengurus sekolah ingin sekolahnya terakreditasi dengan nilai yang baik
c.       Tidak prosedural
Akreditasi dilaksanakan melalui prosedur : (a) pengajuan permohonan akreditasi dari sekolah; (b) evaluasi diri oleh sekolah; (c) pengolahan hasil evaluasi diri ; (d) visitasi oleh asesor; (e) penetapan hasil akreditasi; (f) penerbitan sertifikat dan laporan akreditasi. Dalam pelaksanaannya prosedur-prosedur akreditasi tersebut belum terlaksana maksimal. Baik pada proses pengajuan permohonan akreditasi sampai penerbitan sertifikat dan laporan akreditasi.
d.      Sertifikat kadaluarsa
Sekolah/Madrasah yang masa berlaku status akreditasinya telah berakhir dan tidak mengajukan permohonan untuk diakreditasi ulang lebih kurang 6 bulan sebelum masa berlakunya berakhir, maka status akreditasi sekolah/madrasah yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku. Di lapangan ada beberapa lembaga pendidikan yang sudah berakhir masa sertifikatnya akan tetapi belum juga mengajukan permohonan akreditasi karena kekhilafan maupun ketidakacuhan.
e.      Pada pelaksanaan akreditasi di lembaga pendidikan non formal masih banyak belum begitu terlihat prakteknya. Lingkup pelaksanaan akreditasi tersebut masih berada dilingkunngan formal saja. Dan pelaksana akreditasi masih terfokus pada pemerintah saja.
3.       Tahap Evaluasi
a.       Akreditasi dilaksanakan hanya sebatas seremonial tidak menyentuh esensi awal yakni sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan
b.      Peningkatan kinerja dari komponen sekolah hanya sebatas ketika akan dilakukan akreditasi sementara setelah selesai akan kembali seperti semula.
c.       Status akreditasi kurang membawa pengaruh bagi pembinaan sekolah karena hanya sekedar memberi status dan label.
d.      Menyisakan beban keuangan karena cenderung mengada- ngadakan sarana yang harusnya ada
Walaupun problematikanya demikian pelaksanaan akreditasi sekolah sebenarnya memiliki dampak sangat positif yang berkontribusi dalam pengembangan dan peningkatan mutu sekolah yakni :
1.       Dengan adanya akreditasi akan lebih menambah persaingan dalam peningkatan mutu pendidikan pada masing-masing lembaga pendidikan
2.       Adanya sistem pendidikan yang menuntut adanya perbaikan pada masing-masing lembaga pendidikan baik dari segi sumber daya manusia maupun pada sisi sarana dan prasarana serta kelengkapan administrasi secara berkelanjutan (continous improvement)
3.       Tumbuhnya kesadaran dari warga sekolah untuk meningkatkan kinerja sesuai dengan tupoksinya masing-masing baik sebagai kepala sekolah, guru, staf TU, siswa dan komite sekolah.
4.       Tumbuhnya kesadaran dari warga sekolah untuk memberikan dan meningkatkan pelayanan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam proses akreditasi.
5.       Tumbuhnya kesadaran bekerjasama seluruh komponen sekolah untuk mendapatkan  penilaian yang terbaik terkait hasil dari akreditasi.
6.       Dapat mengetahui kekurangan yang dimiliki oleh sekolah sebagai bahan introspeksi diri dan lembaga dalam upaya perbaikan dan pembinaan sekolah ke depan.
7.       Tumbuhnya kesadaran meningkatkan mutu pendidikan melalui pencapaian standar yang telah ditetapkan.
8.       Tumbuhnya kebanggaan dari segenap warga sekolah  dan mempertahankan hasil akreditasi apabila telah memperoleh yang terbaik  misalnya terakreditasi A.
9.       Penumbuhan kesadaran budaya mutu (change of culture quality)
10.    Masyarakat sudah dapat memilih dan memilah dalam standar mutu pendidikan sehingga minat masyarakat terhadap lembaga pendidikan yang terakreditasi baik semakin tinggi tanpa melihat lagi/membedakan negeri dan swastanya

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.    Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat (22) :  Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Akreditasi sekolah dapat dapat diartikan sebagai suatu proses  penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan dan kinerja lembaga yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas publik dan alat instropeksi diri untuk pencapaian standarisasi mutu yang telah ditetapkan.  Fungsi Akreditasi sekolah dan Madrasah,yaitu: Untuk pengetahuan, akuntabilitas, kepentingan pengembangan, Perlindungan masyarakat, Pengendalian mutu. Tujuan Akreditasi Sekolah dan Madrasah ialah agar penyelenggaraan pendidikan pada semua lingkup mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.  Persyaratan Sekolah dan Madrasah yang  diakreditasi
Tersedianya komponen penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada satuan pendidikan, Penyelenggara pendidikan, Memiliki izin operasional penyelenggaraan pendidikan sekolah/madrasah dari instansi yang berwenang,Memiliki surat keputusan kelembagaan unit pelaksanaan teknis sekolah. Prosedur akreditasi Sekolah dan Madrasah, yaitu:
a)    Mengajukan permohonan akreditasi dari sekolah kepada lembaga atau badan pelaksana akreditasi yang telah ditentukan Prosedur akreditasi Sekolah dan Madrasah.
b)   Evaluasi diri oleh sekolah.
c)    Visitasi oleh Asesor.
d)   Penetapan hasil akreditasi.
e)    Penerbitan sertifikat dan laporan akreditasi.
2.    Problematika akreditasi sekolah dibagi dalam 3 tahapan : 1. Tahap persiapan: Adanya lembaga pendidikan yang menyepelekan proses akreditasi, sehingga  kesiapan untuk melaksanakan proses akreditasi dinilai sangat kurang,Cost expensive, Masalah persiapan bukti fisik. 2. Tahap pelaksanan : Menyalahi prinsip pelaksanaan akreditasi, Kegiatan meminjam sarana orang lain, Tidak prosedural, Sertifikat kadaluarsa,  pelaksana akreditasi masih terfokus pada pemerintah saja. 3. Tahap Evaluasi : Akreditasi dilaksanakan hanya sebatas seremonial tidak menyentuh esensi awal yakni sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan, Peningkatan kinerja dari komponen sekolah hanya sebatas ketika akan dilakukan akreditasi sementara setelah selesai akan kembali seperti semula. Status akreditasi kurang membawa pengaruh bagi pembinaan sekolah karena hanya sekedar memberi status dan label, menyisakan beban keuangan karena cenderung mengada- ngadakan sarana yang harusnya ada.



DAFTAR PUSTAKA
-       Sallis, Edward. 2010. Total Quality Management in Education. Jogjakarta : IRCiSoD
-        Undang Undang No. 20 Tahun 2003  Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
-        Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
-       Permendiknas No.29 Tahun 2005








Share Post:

Yogi Iskandar


Yogi Iskandar

Yogi Iskandar

Sponsor By:

SUBSCRIBER


SUBSCRIBER

Iklan_Foot