PENJAMINAN DAN PENINGKATAN MUTU
PENDIDIKAN
Oleh:
ATEP TEDI
CECEP PEPE
PUADDIN
SIWI SAPTOTRIONO
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Pendidikan merupakan solusi strategis
yang dapat memecahkan berbagai permasalahan kehidupan mulai dari permasalahan
yang kecil sampai yang besar di lingkungan yang sektoral sampai global. Bangsa
Indonesia sudah lama sekali mengidam-idamkan kontribusi nyata dari proses
pendidikan yang telah dilakukan. Sering kali kita mendengar mengenai berbagai
upaya peningkatan mutu pendidikan, sementara di sisi lain kita sendiri belum
tahu secara pasti sudah sampai di mana kulaitas pendidikan kita. Sebagai bangsa
yang bermartabat pemahaman mengenai investasi dan urgensi pendidikan sudah kita
pahami secara konseptual, tetapi realisasinya banyak dihantui oleh berbagai hal
yang membiaskan keberhasilan pendidikan.
Berbagai negara di dunia tidak pernah
surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikian. Kecenderungan internasional
mengisyaratkan bahwa sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan dibangun
dari unit satuan pendidikan di mana kelompok pendidik dan tenaga kependidikan
profesional menunjukkan komitmen dan praktek-praktek yang terbaik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) merupakan dasar
hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional. Undang-undang
tersebut memuat visi, misi, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta
strategi pembangunan pendidikan nasional, untuk mewujudkan pendidikan yang
bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan berdaya saing dalam kehidupan
global.
Perhatian pemerintah terhadap
peningkatan mutu pendidikan nasional direfleksikan dalam berbagai kebijakan pembangunan pendidikan
yang secara sistematik telah lama dilakukan. Namun berbagai program inovasi
pendidikan pada kenyataannya belum menunjukkan hasil pencapaian mutu pendidikan
yang mampu membangun daya saing bangsa.
Berdasarkan data hasil survei tentang
Human Development Index (HDI) oleh United Nation Development Program atau UNDP
pada 14 Maret 2013, menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat 121 dari 185
negara (http://hdr.undp.org/en/statistics/
diakses 1 September 2013). Walaupun terjadi peningkatan 3 peringkat dari tahun
2012, namun jika dibandingkan dengan rata-rata IPM negara-negara yang berada di
kawasan Asia Fasifik, IPM Indonesia masih di bawah rata-rata negara-negara
tersebut.
Beberapa dari hasil penelitian
mengindikasikan bahwa para guru dan sekolah adalah pihak-pihak yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap hasil mutu pendidikan peserta didik. Untuk alasan
di atas, cakupan Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan perlu
diarahkan pada penjaminan dan meningkatkan mutu untuk guru, kepala sekolah,
sekolah, dan tenaga inti lainnya di sekolah serta sistem yang mendukung
pekerjaan mereka.
Kualitas guru di Indonesia akhir-akhir
ini mendapat sorotan yang tajam karena masih adanya guru yang dianggap belum
layak mengajar di jenjangnya masing-masing. Hal ini tentunya akan berakibat
pada penurunan kualitas SDM yang dihasilkan dari proses pendidikan.
Tentunya sudah fitrah bahwa guru
merupakan garda terdepan dalam menentukan keberhasilan pendidikan, karena guru
merupakan pihak yang berinteraksi langsung dengan siswa dalam mentrasformasikan
berbagai konsep, sikap, maupun keterampilan. Jika kemampuan guru dalam
melaksanakan tugas ini rendah maka kompetensi siswa akan rendah, sehingga
muaranya akan berkulminasi pada rendahnya kualitas pendidikan secara nasional.
Dengan demikian proses pendidikan
menjadi penentu dalam pembentukan manusia Indonesia yang produktif serta
berkualitas. Pelaksana proses pendidikan
adalah guru, sehingga peran dan fungsi guru dalam pendidikan merupakan penentu
keberhasilan pendidikan secara keseluruhan. Hal ini senada dengan pendapat
Mulyasa (2005: 5) yang menyatakan bahwa, “Guru merupakan komponen paling
menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat
perhatian sentral, pertama, dan utama”.
Hal serupa di ungkapkan pulan oleh
Bailer (Permadi dan Arifin, 2010: 117) yang menyatakan bahwa, ”Peranan guru
dalam proses belajar mengajar adalah sangat sentral. Bagaimanapun bagusnya
kurikulum, kalau tidak ditunjang oleh kualitas dan kemandirian guru pada
akhirnya akan kurang berhasil”. Dengan tidak bermaksud mengecilkan kontribusi
komponen yang lainnya, komponen tenaga guru merupakan salah satu faktor yang
sangat esensi dalam menentukan kualitas peserta didiknya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Pengertian
Mutu Pendidikan;
2.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan;
3.
Indikator
Sekolah Bermutu;
4.
Penjaminan
dan Peningkatan Mutu Pendidikan;
5.
Alur
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan;
6.
Manfaat
Penjaminan Mutu Pendidikan;
7.
Karakteristik
Mutu Pendidikan.
C.
Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, maka
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui pengertian mutu pendidikan;
2.
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan;
3.
Untuk mengetahui indikator sekolah bermutu;
4.
Untuk
mengetahui penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan;
5.
Untuk
mengetahui alur sistem penjaminan mutu pendidikan;
6.
Untuk
mengetahui manfaat penjaminan mutu pendidikan;
7.
Untuk
mengetahui karakteristik mutu pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mutu
Pendidikan
Menurut Crosby (dalam Hadis dan
Nurhayati, 2010:85), mutu ialah conformance
to requirement, yaitu sesuai yang diisyaratkan atau distandarkan. Suatu
produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar yang telah ditentukan,
standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi.
Sedangkan menurut Deming mutu ialah kesesuain dengan kebutuhan pasar atau
konsumen.
Mutu ialah suatu kondisi dinamik yang
berhubungan dengan produk, tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dengan perubahan mutu tersebut,
diperlukan peningkatan atau perubahan keterampilan tenaga kerja, proses
produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat
memenuhi dan melebihi harapan konsumen.
Pengertian mutu memiliki variasi
sebagaimana didefinisikan oleh masing-masing orang atau pihak. Produsen
(penyedia barang/jasa) atau konsumen (pengguna/pemakai barang/jasa) akan
memiliki definisi yang berbeda mengenai mutu barang/jasa. Perbedaan ini mengacu
pada orientasi masing-masing pihak mengenai barang/jasa yang menjadi objeknya.
Satu kata yang menjadi benang merah dalam konsep mutu baik menurut konsumen
maupun produsen adalah kepuasan. Barang/jasa yang dikatan bermutu adalah yang
dapat memberikan kepuasan baik bagi pelanggan maupun produsennya.
Mutu
pendidikan dapat didefinisikan sebagai pencapaian tujuan dan kompetensi lulusan
yang telah ditetapkan oleh lembaga pendidikan di dalam strateginya atau
kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan. Peningkatan mutu sekolah
adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan kualitas
proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan
tujuan agar menjadi target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan
efisien.
B.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan
Untuk meningkatkan mutu pendidikan kita
perlu melihat dari banyak sisi. Telah banyak pakar pendidikan mengemukakan
pendapatnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan.
Dalam persfektif makro banyak faktor
yang mempengaruhi mutu pendidikan, diantaranya faktor kurikulum, kebijakan
pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi
dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar,
aplikasi metode, strategi dan pendekatan pendidikan yang mutakhir dan modern,
metode evaluasi pendidikan yang tepat, biaya pendidikan yang memadai, manajement
pendidikan yang dilaksanakan secara profesional, sumberdaya manusia para pelaku
pendidikan yang terlatih, berpengetahuan, berpengalaman dan profesional (Hadis
dan Nurhayati, 2010:3).
Dalam perspektif mikro atau tinjauan
secara sempit dan khusus, faktor dominan yang berpengaruh dan berkontribusi
besar terhadap mutu pendidikan ialah guru yang profesional dan guru yang
sejahtera. Oleh karena itu, guru sebagai suatu profesi harus profesional dalam
melaksanakan berbagai tugas pendidikan dan pengajaran, pembimbingan dan
pelatihan yang diamanahkan kepadanya.
Dalam proses pendidikan guru memiliki
peranan sangat penting dan strategis dalam membimbing peserta didik kearah
kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan ujung
tombak pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya seorang guru tidak hanya
menguasai bahan ajar dan memiliki kemampuan teknis edukatif tetapi memiliki
juga kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi
sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masyarakat.
Untuk menciptakan peserta didik yang
berkualitas, guru harus minimalnya menguasai 4 kompetensi dan menaksanakan
tugas pokok dan fungsi dengan baik. Keempat kompetensi yang harus dikuasai guru
untuk meningkatkan kualitasnya tersebut adalah kompetensi pedagogik,
profesional, sosial, dan kepribadian. Guru harus sungguh-sungguh dan baik dalam
menguasai 4 kompetensi tersebut agar tujuan pendidikan bisa tercapai. Menurut
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 4 kompetensi guru
dijabarkan sebagai berikut:
1.
Kompetensi
Pedagogik
Kompetensi pedagogik pada dasarnya
adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi
yang merupakan kompetensi khas, yang membedakan guru dengan profesi lainnya ini
terdiri dari 7 aspek kemampuan, yaitu:
a.
Mengenal
karakteristik anak didik
b.
Menguasai
teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran
c.
Mampu
mengembangan kurikulum
d.
Kegiatan
pembelajaran yang mendidik
e.
Memahami
dan mengembangkan potensi peserta didik
f.
Komunikasi
dengan peserta didik
g.
Penilaian
dan evaluasi pembelajaran
2.
Kompetensi
Profesional
Kompetensi ini dapat dilihat dari
kemampuan guru dalam mengikuti perkembangan ilmu terkini karena perkembangan
ilmu selalu dinamis. Kompetensi profesional yang harus terus dikembangkan guru
dengan belajar dan tindakan reflektif. Kompetensi profesional merupakan
kemampuan guru dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam
yang meliputi:
a.
Konsep,
struktur, metode keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi
ajar
b.
Materi
ajar yang ada dalam kurikulum sekolah
c.
Hubungan
konsep antar pelajaran terkait
d.
Penerapan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari
e.
Kompetensi
secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan
budaya nasional
3.
Kompetensi
Sosial
Kompetensi sosial bisa dilihat apakah
seorang guru bisa bermasyarakat dan bekerja sama dengan peserta didik serta
guru-guru lainnya. Kompetensi sosial yang harus dikuasai guru meliputi:
a.
Berkomunikasi
lisan dan tulisan
b.
Menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
c.
Bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua/wali peserta didik
d.
Bergaul
secara santun dengan masyarakat sekitar
e.
Bertindak
sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia
f.
Menunjukkan
pribadi yang dewasa dan teladan
g.
Etos
kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru
4.
Kompetensi
Kepribadian
Kompetensi ini terkait dengan guru
sebagai teladan, beberapa aspek kompetensi ini misalnya:
a.
Dewasa
b.
Stabil
c.
Arif
dan bijaksana
d.
Berwibawa
e.
Mantap
f.
Berakhlak
mulia
g.
Menjadi
teladan bagi peserta didik dan masyarakat
h.
Mengevaluasi
kinerja sendiri
i.
Mengembangkan
diri secara berkelanjutan
C.
Indikator
Sekolah Bermutu
Sekolah yang memiliki mutu baik, tentu
akan menjadi menjadi tool untuk mempercepat meningkatkanya kualitas pendidikan
di Indonesia. Sekolah berkualitas akan
menghasilkan lulusan (output) yang
memiliki daya saing tinggi, mampu berkompetensi di dunia global, yang pada
akhirnya akan menjadi salah satu satu tolok ukur kemajuan suatu bangsa.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia,
pemerintah telah memberikan rambu-rambu, bagaimana menciptakan sekolah yang
memiliki kualitas baik. Salah satunya adalah dengan menerbitkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang menjadi
acuan minimal kualitas pendidikan. Delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP)
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, adalah sebagai berikut:
1.
Standar Isi
Standar isi pendidikan adalah mencakup
lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan dan
jenis pendidikan tertentu. Standar isi memuat krangka dasar dan struktur
kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender
pendidikan/akademik. Sekolah/madrasah akan terlihat bagaimana lembaga tersebut
mengimplementasikan standar isi dalam proses pembelajaran.
2.
Standar Proses
Standar proses pendidikan adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu
satuan pendidikan untuk mencapai standar komptensi lulusan. Dalam proses
pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, memotivasi,
menyenangkan, menantang, mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologinya. Dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
3.
Standar Sarana
dan Prasarana
Standar prasarana dan sarana pendidikan
adalah Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan persyaratan minimal
tentang lahan, ruang kelas, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi, perabot, alat
dan media pendidikan, buku, dan sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
4.
Standar
Komptensi Lulusan
Standar kompetensi lulusan pendidikan
adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian
dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
5.
Standar
Pengelolaan
Standar Pengelolaan pendidikan adalah
standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanan, dan
pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota,
atau nasional agar tercapai efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan. Pengelolaan satuan pendidikan menjadi tanggung jawab kepala satuan
pendidikan. Pengelolaan SDSN menerapkan manajemen berbasis sekolah yang
ditunjukan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas dalam perencanaan program, penyusunan kurikulum tingkat satuan
pendidikan, kegiatan pembelajaran, pendayagunaan tenaga kependidikan, pengelolaan
sarana dan prasarana pendidikan, penilaiyan kemajuan hasil belajar, dan
pengawasan.
6.
Standar
Pembiayaan
Standar pembiayaan mengatur komponen dan
besarnya biaya operasional satuan pendidikan. Hampir bisa dipastikan, sekolah
yang belum memnuhi standar ini akan sulit untuk bersaing guna memperoleh
sekolah yang bermutu. Karena, sekolah yang bermutu artinya sekolah/madrasah
yang memilki guru berkualitas, fasilitas lengkap dan memadai, dsb. Guru akan
bekerja secara professional, berinovasi, berkreasi jika ditunjang dengan biaya
yang cukup. Proses belajar akan bisa terlaksana dengan ideal apabila sarana
pendukung pembelajaran tersedia. Semua itu tentunya membutuhkab biaya yang
tidak sedikit.
7.
Standar Pendidik
dan Tenaga Kependidikan
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
adalah kriteria pendidikan pra jabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta
pendidikan dalam jabatan. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik
adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik
yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku. Kompetensi adalah tingkat kemampuan minimal
yang harus dipenuhi seorang pendidik untuk dapat berperan sebagai agen
pembelajaran.
8.
Standar
Penilaian
Standar penilaian pendidikan adalah
standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan
instrumen penilaan prestasi belajar peserta didik. Penilaan hasil belajar
peserta didik dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri No. 20
Tahun 2007. Karena untuk mengukur keberhasilan semua lembaga pendidikan,
dibutuhkan sebuah evaluasi yang berkesinambungan. Penilaian yang baik adalah
penilaian yang dapat mengukur apa yang hendak diukur (realibilitas). Sekolah yang menerapkan system penilaian yang baik,
akan dapat memotivasi semangat belajar peserta didik. Karena, ada kecendrungan
peserta didik di Indonesia akan mau mempersiapkan diri dengan baik jika
dievaluasi dan diberikan penilaian secara objek dan terbuka.
D.
Penjaminan dan
Peningkatan Mutu Pendidikan
Penjaminan mutu merupakan suatu sistem
dalam manajemen mutu. Manjemen mutu itu sendiri merupakan suatu cara dalam
mengelola suatu organisasi yang bersifat komprehensif dan terintegrasi.
Manajemen mutu diarahkan dalam rangka: (a) memenuhi kebutuhan konsumen secara
konsisten; dan (b) menciptakan peningkatan secara terus menerus dalam setiap aspek
organisasi (Tunner dan Toro, dalam Danny 2010).
Tujuan utama dari sistem manajemen mutu
adalah untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam proses produksi dengan cara
mengusahakan agar setiap langkah yang dilaksanakan selama proses produksi
diawasi sejak permulaan proses produksi itu. Apabila terjadi kesalahan dalam
proses produksi segera dilakukan perbaikan sehingga terjadinya kerugian yang
lebih besar dapat dihindari. Dalam manajemen mutu, sistem ini memiliki
keunggulan yaitu produk yang dihasilkan terjamin mutunya, karena pencegahan
kesalahan dalam proses produksi dilakukan secara ketat. Meskipun dalam jangka
pendek untuk memulai peranan sistem manajemen mutu seperti ini relative mahal,
karena harus tersedia berbagai sumber daya khususnya sumber daya manusia yang
handal, namun dalam jangka panjang sistem ini sangat menguntungkan karena dapat
mencegah atau memperkecil kegagalan dalam proses produksi.
Dalam penerapan sistem penjaminan mutu,
proses yang terjadi menggambarkan semua kegiatan yang menjamin produk yang
dihasilkan melalui proses yang dijanjikan. Dengan sistem ini kebutuhan akan
kegiatan inspeksi yang terbatas hanya memisahkan produk yang bagus dan jelek
dapat dieliminasi atau dikurangi.
Keberhasilan penerapan konsep manajemen
mutu dalam bidang industri menyebabkan banyak pengelola organisasi, termasuk
organisasi pendidikan cenderung untuk menerapkan konsep dan prinsip-prinsip
manajemen mutu itu dengan modifikasi sesuai dengan kepentingan. Dalam bidang
pendidikan, manajemen mutu merupakan cara mengatur semua sumber daya pendidikan
diarahkan agar semua orang yang terlibat di dalamnya melaksanakan tugas dengan
penuh semangat dan berpartisipasi dalam
perbaikan pelaksanaan pekerjaan sehingga menghasilkan jasa yang sesuai atau
melebihi kebutuhan konsumen.
Dalam lingkungan sistem pendidikan,
khususnya persekolahan, tuntutan akan penjaminan mutu merupakan gejala yang
wajar, karena penyelenggaraan pendidikan yang bermutu merupakan akuntabilitas
publik. Setiap komponen pemangku kepentingan pendidikan (orang tua, masyarakat,
dunia kerja, pemerintah) dalam peranan dan kepentingannya masing-masing
memeiliki kepentingan terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Mutu
dalam pengertian memenuhi spesifikasi sering disebut sebagai kesesuaian untuk
tujuan atau penggunaan, atau disebut pula sebagai definisi kualitas menurut
produsen.
Penjaminan mutu pendidikan adalah
serentetan proses dan sistem yang berkaitan untuk mengumpulkan, menganalisis,
dan melaporkan data tentang kinerja dan mutu pendidik dan tenaga kepandidikan,
program dan lembaga pendidikan. Menurut Depdiknas (dalam Satori, 2010),
penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah
di Indonesia terkait dengan:
a.
Pengkajian
mutu pendidikan
b.
Analisis
dan pelaporan mutu pendidikan
c.
Peningkatan
mutu pendidikan
d.
Penumbuhan
budaya peningkatan mutu berkelanjutan
Proses penjaminan mutu mengidentifikasi
aspek pencapaian dan prioritas
peningkatan, menyediakan data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan
keputusan serta membantu membangun budaya peningkatan berkelanjutan. Pencapaian
mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah dikaji berdasarkan delapan
Standar Nasional Pendidikan. Penjaminan mutu akan berkontribusi terhadap
peningkatan mutu.
Diagram di bawah ini memberikan
pandangan umum tentang hubungan antara berbagai elemen inti dalam sistem
penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan.
Penjaminan dan
Peningkatan Mutu di Indonesia
Berdasarkan
permendiknas nomor 63 tahun 2009 tentang penjaminan mutu pendidikan, paradigma
dan prinsip penjaminan mutu pendidikan adalah sebagai berikut.
1.
Paradigm penjaminan mutu pendidikan
a.
Pendidikan untuk
semua yang bersifat
inklusif dan tidak
mendiskriminasi peserta didik atas dasar latar belakang apa pun.
b.
Pembelajaran sepanjang
hayat berpusat pada
peserta didik yang
memperlakukan, memfasilitasi, dan mendorong peserta didik menjadi insan
pembelajar mandiri yang kreatif, inovatif, dan berkewirausahaan.
c.
Pendidikan untuk
perkembangan, pengembangan, dan/atau
pembangunan berkelanjutan (education
for sustainable development), yaitu
pendidikan yang mampu
mengembangkan peserta didik menjadi rahmat bagi sekalian alam.
2.
Prinsip penjaminan mutu pendidikan
a.
Keberlanjutan.
b.
Terencana dan
sistematis, dengan kerangka
waktu dan target-target
capaian mutu yang Jelas dan
terukur dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan nonformal;
c.
Menghormati
otonomi satuan pendidikan formal dan nonformal;
d.
Memfasilitasi pembelajaran
informal masyarakat berkelanjutan
dengan regulasi negara
yang seminimal mungkin;
e.
SPMP
merupakan sistem terbuka yang terus disempurnakan secara berkelanjutan.
Untuk
dapat memenuhi mutu diperlukan manajemen mutu. ISO 8402 (dalam Garmawandie,
2013) mendifinisikan manajemen mutu sebagai semua aktivitas dari fungsi
manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan mutu, tujuan-tujuan
dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui alat-alat, seperti:
(1) perencanaan mutu (quality planning),
yaitu penetapan dan pengembangan tujuan dan kebutuhan untuk mutu serta
penerapan sistem mutu; (2) pengendalian kualitas (quality control), yaitu teknik-teknik dan aktivitas operasional
yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu; (3) jaminan mutu (quality assurance) yaitu semua tindakan
terencana dan sistematik yang diimplementasikan dan didemonstrasikan guna
memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan kebutuhan untuk
mutu tertentu; (4) peningkatan mutu (quality
improvement), yaitu tindakan-tindakan yang diambil guna meningkatkan nilai
produk untuk pelanggan melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi dari
proses dan aktivitas melalui struktur organisasi. Oleh karena itu manajemen
mutu merupakan kemampuan atau kapabilitas yang melekat dalam sumber daya
manusia serta merupakan proses yang dapat dikontrol (controllable process), dan bukan suatu kebetulan belaka.
E.
Alur Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan
Penjaminan
mutu pendidikan sesuai dengan permendiknas nomor 63 tahun 2009 terdiri atas
kegiatan penetapan, pemenuhan, pengukuran, pemetaan, dan penilaian standar.
Secara garis besar dapat dikategorikan ke dalam tiga kegiatan yakni persiapan,
pelaksanaan, dan pengukuran.
Alur Penjaminan
Mutu Pendidikan
Pada
tahap persiapan terdapat dua kegiatan yaitu penyusunan regulasi dan pemetaan.
Pada tahap ini setiap institusi sesuai dengan tingkatan pada sistem penjaminan
mutu pendidikan melaksanakan penetapan standar, dan penetapan prosedur
operasional standar.
Pada
kegiatan pemenuhan standar merupakan pelaksanaan penjaminan dan upaya peningkatan
mutu pendidikan. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan, yaitu sebagai
berikut:
1.
Pemenuhan
standar mutu;
2.
Penyusunan
kurikulum;
3.
Penyediaan
sumber daya;
4.
Pemberian
bantuan, fasilitasi, saran, dan arahan dari pemerintah;
5.
Pemberian
bantuan, fasilitasi, saran, dan arahan dari masyarakat.
Pada
tahap pengukuran, institusi di evaluasi mengenai persiapan dan pemenuhan
standar berupa audit kerja, akreditasi, sertifikasi, dan bentuk lainnya.
F.
Manfaat
Penjaminan Mutu Pendidikan
Menurut
Mierawan (2010), manfaat yang diperoleh dengan dilakukannya penjaminan mutu
untuk satuan pendidikan itu meliputi:
1.
Pengetahuan
Penjaminan
mutu dapat dimanfaatkan dalam rangka mengetahui bagaimana keadaan dan hubungan
berbagai dimensi dan aspek untuk dijadikan fokus penilaian.
2.
Pengembangan
Penjaminan
mutu dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pengembangan pendidikan di sekolah.
3.
Akuntabititas
Hasil
dari penjaminan mutu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan akuntabilitas
penyelenggaraan pendidikan di sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan
(stakeholders).
G.
Karakteristik
Mutu Pendidikan
Menurut
Husaini Usman (2009) dalam bukunya Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset
Pendidikan, mengatakan bahwa mutu pendidikan memiliki 13 karakteristik seperti
berikut ini:
1.
Kinerja
(performa): berkaitan dengan aspek
fungsional sekolah. Misalnya: kinerja guru dalam mengajar baik, memberikan
penjelasan meyakinkan, sehat dan rajin mengajar, dan menyiapkan bahan pelajaran
lengkap. Pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik yang ditandai hasil
belajar tinggi, lulusannya banyak, putus sekolah sedikit, dan yang lulus tepat
waktu banyak. Akibat kinerja yang baik maka sekolah tersebut menjadi sekolah
favorit.
2.
Waktu
wajar (timeliness): selesai dengan
waktu yang wajar. Misalnya: memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu. Waktu
ulangan tepat. Batas waktu pemberian pekerjaan rumah wajar. Waktu untuk guru
naik pangkat wajar.
3.
Handal
(reliability): usia pelayanan prima
bertahan lama. Misalnya: pelayanan prima yang diberikan sekolah bertahan dari
tahunke tahun, mutu sekolah tetap bertahan dari tahun ke tahun. Sebagai sekolah
favorit bertahan dari tahun ke tahun. Sekolah menjadi juara tertentu bertahan
dari tahun ke tahun. Guru jarang sakit. Kerja keras guru bertahan dari tahun ke
tahun.
4.
Daya
tahan (durability): tahan banting.
Misalnya: meskipun krisis moneter, sekolah masih tetap bertahan, tidak tutup.
Siswa dan guru tidak putus asa dan selalu sehat
5.
Indah
(aestetics). Misalnya: eksterior dan
interior sekolah ditata menarik. Taman ditanami bunga dan terpelihara dengan
baik. Guru-guru membuat media pendidikan yang menarik. Warga sekolah
berpenampilan rapi.
6.
Hubungan
manusiawi (personal interface): menjunjung tinggi nilai-nilai
moral
dan profesionalisme.Misalnya: warga sekolah saling menghormati, baik warga
intern maupun ektern sekolah, demokratis, dan menghargai profesionalisme.
7.
Mudah
penggunaannya (easy of use). Sarana
dan prasarana dipakai.Misalnya: aturan-aturan sekolah mudah diterapkan.
Buku-buku perpustakaan mudah dipinjam dan dikembalikan tepat waktu. Penjelasan
guru di kelas mudah dimengerti siswa. Contoh soal mudah dipahami. Demonstrasi
praktik mudah diterapkan siswa.
8.
Bentuk
khusus (feature): keunggulan
tertentu.Misalnya: sekolah ada yang unggul dengan hampir semua lulusannya
diterima di universitas bermutu. Unggul dengan bahasa Inggrisnya. Unggul dengan
penguasaan teknologi informasinya (komputerisasi). Ada yang unggul dengan karya
ilmiah kesenian atau olahraga.
9.
Standar
tertentu (conformance to specification):
memenuhi standar tertentu.Misalnya: sekolah sudah memenuhi Standar Pelayanan
Minimal (SPM), sekolah sudah memenuhi standar minimal ujian nasional atau
sekolah sudah memenuhi ISO 9001:2000 atau sekolah sudah memenuhi TOEFL dengan
skor 650.
10.
Konsistensi
(Consistency): keajegan, konstan,
atau stabil.Misalnya: Mutu sekolah dari dahulu sampai sekarang tidak menurun
seperti harus mengatrol nilai siswa-siswanya. Warga sekolah konsisten antara
perkataan dengan perbuatan. Apabila berkata tidak berbohong, apabila berjanji
ditepati, dan apabila dipercaya tidak mengkhianati.
11.
Seragam
(uniformity): tanpa variasi, tidak
tercampur. Misalnya: sekolah menyeragamkan pakaian sekolah dan pakaian dinas.
Sekolah melaksanakan aturan, tidak pandang bulu atau pilih kasih.
12.
Mampu
melayani (serviceability): mampu
memberikan pelayanan prima.. Misalnya: sekolah menyediakan kotak saran dan
saran-saran yang masuk
mampu
dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Sekolah mampu memberikan pelayanan primanya
kepada pelanggan sekolah sehingga semua pelanggan merasa puas.
13.
Ketepatan (Accruracy): ketepatan dalam pelayanan.
Misalnya: Sekolah mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan
pelanggan sekolah, guru-guru tidak salah dalam menilai siswa-siswanya. Semua
warga sekolah bekerja dengan teliti. Jam Belajar di sekolah berlangsung tepat
waktu.
BAB III
PENUTUP
Mutu
pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang paling dominan dan
berkontribusi besar pada peningkatan mutu pendidikan adalah faktor guru. Guru
yang bermutu adalah guru yang menguasai dan melekat pada dirinya tentang
kompetensi guru dan mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai guru.
Untuk itu langkah awal dalam peningkatan mutu pendidikan harus diawali pada
peningkatan mutu guru, guru yang bermutu akan mampu menciptakan proses
pendidikan yang bermutu sehingga menghasilkan output yang daya saing tinggi,
mampu berkompetensi di dunia global, yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu
pendidikan.
Untuk dapat memenuhi mutu pendidikan,
diperlukan manajemen mutu. Manajemen mutu sebagai semua aktivitas dari fungsi
manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan mutu, tujuan-tujuan
dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui alatalat, seperti: (1)
perencanaan mutu (quality planning);
(2) pengendalian kualitas (quality
control); (3) jaminan mutu (quality
assurance); (4) peningkatan mutu (quality
improvement).
Kegiatan
penjaminan mutu pada satuan pendidikan melingkupi bidang pendidikan dan
pembelajaran, sumberdaya manusia, dan sistem manajemen yang kemudian disusun
berdasarkan urutan prioritas dalam suatu siklus meliputi : penetapan standar,
pemenuhan standar, pengendalain standar,
dan peningkatan standar secara berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa
(2005) Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Permadi,
D. dan Arifin, D. (2010). The Smiling
Teacher: Perubahan Motivasi dan Sikap dalam Mengajar. Bandung: CV. Nuansa
Aulia.
Hadis,
Abdul dan Nurhayati. (2010). Manajemen
Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Danny
Meirawan (2010) Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan. Bandung: LPMP Jawa Barat.
Djam’an
Satori (2010). Sistem Penjaminan dan
Peningkatan Mutu Pendidikan.
http//:gurupembaharu.com/sistem-penjaminan-dan-peningkatan-mutu-pendidikan.
Diakses 8 Desember 2015.
Usman,
Husaini. (2009). Manajemen : Teori,
Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Permendiknas
Nomor 63 Tahun 2009 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan.
PENGEMBANGAN
KEPROFESIAN BERKELANJUTAN(PKB) GURU
Oleh :
MOH. HATA SAHRUDIN
UJANG BADRUL
|
NIM.
82321415051
NIM.
82321415058
NIM.
82321415062
|
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Guru
adalah bagian integral dari organisasi pendidikan di sekolah. Sebuah
organisasi, termasuk organisasi pendidikan di sekolah, perlu dikembangkan
sebagai organisasi pembelajar, agar mampu menghadapi perubahan dan
ketidakpastian yang merupakan ciri kehidupan modern.
Syarat mutlak terciptanya organisasi
pembelajar adalah terwujudnya masyarakat pembelajar di tubuh organisasi
tersebut. Hal ini mudah dipahami, mengingat kinerja suatu organisasi adalah merupakan produk kinerja kolektif semua unsur di
dalamnya, termasuk sumber daya manusia. Dalam konteks sekolah, guru secara individu
maupun secara bersama-sama dengan masyarakat seprofesinya, harus menjadi bagian dari organisasi
pembelajar melalui keterlibatannya secara sadar dan sukarela serta terus menerus
dalam berbagai kegiatan belajar guna mengembangkan profesionalismenya.
Pelaksanaan
program PKBini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pedagogik,
profesional, sosial dan kepribadian
untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masa depan yang berkaitan dengan
profesinya sebagai guru.
Kegiatan
PKBdikembangkan atas dasar profil
kinerja guru sebagai perwujudan hasil penilaian kinerja guru dan didukung
dengan hasil evaluasi diri. Apabila hasil penilaian kinerja guru masih berada
di bawah standar kompetensi yang dipersyaratkan dalam penilaian kinerja guru,
maka guru diwajibkan untuk mengikuti program PKByang diorientasikan sebagai
pembinaan dalam pencapaian standar kompetensi guru. Sementara itu, guru yang
hasil penilaian kinerjanya telah mencapai standar kompetensi yang
dipersyaratkan dalam penilaian kinerja guru, kegiatan PKBdiarahkan
kepada pengembangan kompetensi untuk memenuhi layanan pembelajaran berkualitas
dan peningkatan karir guru.
Pelaksanaan
kegiatan PKBdiharapkan dapat menciptakan guru
profesional, bukan hanya sekedar memiliki ilmu pengetahuan yang luas, tetapi
juga memiliki kepribadian yang matang. Dengan demikian, guru mampu menumbuhkembangkan minat dan bakat
peserta didik sesuai dengan bidangnya dalam menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Sehinggaguru
sebagai pembelajar abad 21 mampu
mengikuti perkembangan ilmu dalam
bidangnya dan dapat memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang sesuai dengan standar kompetensi yang harus
dimiliki peserta didik.
B. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas;
2. Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
3. PerPem
Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS;
4. PerPem
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
5. Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru;
6. KepPres
Nomor 87 Tahun l999 tentang Rumpun
Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
7. PerMen
Negara PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;
8. Peraturan
Bersama Mendiknas dan Kepala BKN Nomor Nomor 14 Tahun 2010 dan Nomor
03/V/PB/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional dan Angka
Kreditnya;
9. Permen
Diknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pengawas Sekolah;
10. Permen
DiknasNomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Kepala Sekolah;
11. Permen
DiknasNomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru;
12. Permen
DiknasNomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Konselor;
13. Permen
DiknasNomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan;
14. Permen
DiknasNomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
C. TUJUAN
Makalah pengelolaan PKBini bertujuan untuk:
1.
menjelaskan konsep dasar PKBkepada semua pihak yang
terkait dalam pengelolaan
pengembangan keprofesian berkelanjutan;
2.
menjadipembelajaran dalam pengelolaan PKBdi sekolah, KKG, MGMP, KKKS/M, MKKS/M, KKPS/M, dan instansi/institusi lain
yang terkait.
D.
SASARAN
Makalah
Pengelolaan PKBini ditujukan bagi:
1.
Guru;
2.
Kepala Sekolah;
3.
Pengawas Sekolah;
4.
Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota;
5.
Tim Penilai Jabatan Fungsional Guru; dan
6. Pihak
lain yang terkait dengan pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan.
BAB II
PENGERTIAN dan LINGKUP PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
A. PENGERTIAN
PKBadalah
pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, secara
bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitas guru. Dengan
demikian, guru dapat memelihara, meningkatkan, dan memperluas pengetahuan dan
keterampilannya untuk melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
PKBmencakup
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi yang didesain untuk
meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan
sebagaimana digambarkan pada diagram berikut ini (diadopsi dari Center for Continuous Professional
Development (CPD). University of
Cincinnati Academic Health Center. (http://webcentral.uc.edu/-cpd_online2).
Gambar
1: Siklus PKB
Melalui
siklus evaluasi, refleksi pengalaman belajar, perencanaan dan implementasi
kegiatan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, maka diharapkan
guru akan mampu mempercepat pengembangan kompetensi pedagogik, profesional,
sosial, dan kepribadian untuk kemajuan karirnya.
1.
Tujuan
Tujuan
umum PKBadalah untuk meningkatkan kualitaslayanan pendidikan di sekolah/madrasah dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan. Secara khusus tujuan PKBadalah sebagai
berikut;
a.
Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi
yang ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku.
b.
Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seniuntuk memfasilitasi proses pembelajaran peserta didik.
c. Meningkatkan
komitmen guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga
profesional.
d. Menumbuhkan
rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru.
e. Meningkatkan
citra, harkat, dan martabat profesi guru di
masyarakat.
f. Menunjang
pengembangan karir guru
2.
Manfaat
Manfaat PKByang
terstruktur, sistematik dan memenuhi kebutuhan peningkatan keprofesian guru
adalah sebagai berikut:
a. Bagi
Peserta Didik
Memperoleh
jaminan pelayanan dan pengalaman belajar yang efektif.
b. Bagi
Guru
Dapat
memenuhi standar dan mengembangkan kompetensinya sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas utamanya secara
efektif
c.
Bagi Sekolah/Madrasah
Mampu
memberikan layanan yang berkualitas kepada
peserta didik.
d. Bagi
Orang Tua/Masyarakat
Memperoleh
jaminan bahwa anak mereka mendapatkan
layanan pendidikan yang berkualitas dan pengalaman belajar yang efektif.
e. Bagi
Pemerintah
Memberikan
jaminan kepada masyarakat tentang layanan pendidikan yang berkualitas dan
profesional.
C. SASARAN
Semua guru pada satuan
pendidikan yang berada di lingkungan Kemendikbud, Kementerian Agama, dan/atau
Kementerian lain, serta satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
D. KEGIATAN
Pelaksanaan PKBdidasarkan pada unsur-unsur pengembangan
keprofesian berkelanjutan, prinsip pelaksanaan dan lingkup pelaksanaan
kegiatan.
Menurut Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun
2009, unsur kegiatan PKBmeliputi:
a.
Pengembangan
Diri
Pengembangan diri adalah upaya untuk meningkatkan profesionalisme
diri agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
atau kebijakan pendidikan nasional serta perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan/atau seni. Salah satu cara pengembangan diri melalui kegiatan
diklat fungsional.
Sejalan dengan itu, Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 menyatakan
bahwa: diklat fungsional adalah kegiatan
guru dalam mengikuti pendidikan atau pelatihan yang bertujuan untuk
meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan dalam kurun waktu tertentu.
Sedangkan kegiatan kolektif guru adalah
kegiatan guru dalam mengikuti kegiatan pertemuan ilmiah atau mengikuti kegiatan
bersama yang dilakukan guru baik di sekolah maupun di luar sekolah (seperti
KKG/MGMP/MGBK) dan bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru.
Beberapa contoh bentuk kegiatan kolektif guru antara lain:
1) Lokakarya
atau kegiatan bersama (seperti KKG,
MGMP, MGBK, KKKS dan MKKS) untuk menyusun dan/atau
mengembangkan perangkat kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan/atau media
pembelajaran;
2) Keikutsertaan
pada kegiatan ilmiah (seminar, koloqium,
workshop, bimbingan teknis, dan/atau
diskusi panel), baik sebagai pembahas maupun peserta;
3) Kegiatan
kolektif lainnya yang sesuai dengan tugas dan kewajiban guru.
Beberapa contoh materi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan
pengembangan diri, baik dalam diklat fungsional maupun kegiatan kolektif guru,
antara lain: (1) perencanaan pendidikan dan
program kerja; (2) pengembangan kurikulum, penyusunan RPP dan pengembangan bahan ajar;
(3) pengembangan metodologi mengajar; (4) penilaian proses dan hasil
pembelajaran peserta didik; (5) penggunaan dan pengembangan teknologi
informatika dan komputer (TIK) dalam pembelajaran; (6) inovasi proses pembelajaran;
(7) peningkatan kompetensi profesional dalam menghadapi tuntutan teori
terkini; (8) penulisan publikasi ilmiah; (9) pengembangan karya inovatif;
(10) kemampuan untuk mempresentasikan hasil karya; dan (11) peningkatan
kompetensi lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas tambahan atau tugas
lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
b.
Publikasi Ilmiah
Publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah
yang telah dipublikasikan kepada masyarakat sebagai bentuk kontribusi guru
terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan
dunia pendidikan secara umum. Publikasi ilmiah mencakup 3 (tiga) kelompok,
yaitu:
1)
Presentasi
pada forum ilmiah,2)Publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu
bidang pendidikan formal, 3) Publikasi Makalah teks pelajaran, Makalah
pengayaan, dan/atau pedoman guru.
c.
Karya
inovatif
Karya inovatif adalah karya yang
bersifatpengembangan, modifikasi atau penemuan baru sebagai bentuk kontribusi
guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan
pengembangan dunia pendidikan, sains/teknologi, dan seni.
Kegiatan PKByang mencakup
ketiga unsur tersebut harus
dilaksanakan secara berkelanjutan, agar guru dapat selalu menjaga dan
meningkatkan profesionalismenya, tidak sekedar untuk pemenuhan angka kredit..
Dalam sistem Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru, sebagai
langkah awal pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesionalisme guru, akan
dilakukan pemetaan profil kinerja guru dengan menggunakan instrumen evaluasi
diri pada awal tahun pelajaran, yang hasilnya digunakan sebagai acuan dalam
merencanakan program PKByang akan
dilaksanakan sepanjang tahun pelajaran. Setiap akhir tahun pelajaran, dilakukan
penilaian kinerja guru, dimana hasilnya merupakan gambaran peningkatan
kompetensi yang diperoleh guru setelah melaksanakan PKBpada tahun berjalan dan sekaligus digunakan
sebagai dasar penetapan angka kredit unsur
utama dari sub-unsur pembelajaran/bimbingan pada tahun tersebut.
Penilaian Kinerja Guru danPKBmerupakan
kegiatan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan
antara pengembangan keprofesian berkelanjutan, penilaian kinerja guru,
dan pengembangan karir guru ditunjukkan melalui alur pembinaan dan pengembangan
profesi guru berikut.
Gambar 2: Alur Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru
Pelaksanaan
kegiatan PKByang didasarkan pada
hasil penilaian kinerja guru dan
hasil evaluasi diri dengan urutan prioritas
kegiatan yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a.
Pencapaian kompetensi yang diidentifikasikan di bawah standar kompetensi inti
berdasarkan hasil penilaian kinerja
guru.
b.
Peningkatan kompetensi yang dibutuhkan sekolah untuk menyesuaikan dengan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sosial dan budaya berdasarkan Laporan Evaluasi Diri
Sekolah dan/atau Rencana Tahunan Pengembangan Sekolah.
c.
Kompetensi
yang diperlukan oleh guru untuk melaksanakan tugas-tugas tambahan.
d.
Peningkatan
kompetensi
yang diminati oleh guruuntuk menunjang pelaksanaan tugas dan pengembangan karirnya.
Agar pelaksanaan PKBdapat mencapai tujuan yang
diharapkan sesuai dengan prioritas pelaksanaan tersebut, maka pelaksanaan PKBharus didasarkan pada prinsip-prinsip
sebagai berikut.
a. PKBharus
menjadi bagian integral dari tugas
guru sehari-hari yangberorientasi
kepada keberhasilan peserta didik. Cakupan materi untuk kegiatan PKBharus
kaya dengan materi akademik, metode pembelajaran,penelitian pendidikan terkini,
teknologi dan/atau seni, serta berbasis pada data dan hasil pekerjaan peserta
didik sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
b. Setiap
guru berhak mendapat kesempatan dan wajib mengembangkan dirisecara teratur,
sistematis, dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan pengembangan
profesinya.
c. Sekolah
wajib menyediakan kesempatan kepada setiap guru untuk mengikuti program PKB.
d.
Guru yang tidak memperlihatkan peningkatan kompetensi setelah
diberi kesempatan untuk mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan,
maka dimungkinkan diberikan sanksi.
e. Guru
harus terlibat secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan sebagai salah
satu sumber informasi kegiatan monitoring dan evaluasi program PKB
f. PKBharus
berkontribusi dalam mewujudkan visi, misi, dan nilai-nilai yang berlaku di
sekolah dan/atau kabupaten/kota.
g. PKBharus
dapat mewujudkan guru yang lebih profesional sehingga mendorong pengakuan
profesi guru.
h.
PKBdiharapkan dapat mendukung pengembangan karir guru yang lebih obyektif, transparan
dan akuntabel
Lingkup
pelaksanaan kegiatan PKBditunjukkan dalam diagram di
bawah ini
Gambar
3: Sumber-sumber Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Kegiatan PKBuntuk pengembangan diri
dapat dilakukan di dalam sekolah secara mandiri dan dikelompokkan sebagai
berikut:
b. Dilakukan
oleh guru bekerja sama dengan guru lain dalam satu sekolah dengan program kegiatan antara lain sebagai berikut:
1) mengobservasi
kegiatan pembelajaran sesama guru dan memberikan saran untuk perbaikan
pembelajaran;
2) melakukan
identifikasi, investigasi dan membahas permasalahan yang dihadapi di
kelas/sekolah;
3) menulis
modul, Makalah, lembar kerja peserta didik, dsb;
4) membaca
dan mengkaji artikel dan/atau Makalah yang berkaitan dengan bidang dan profesi
untuk membantu pengembangan pembelajaran;
5) mengembangkan
kurikulum dan persiapan mengajar dengan memanfaatkan TIK;
6) melakukan
penelitian bersama dan menuliskan hasil penelitian tersebut;
c.
Dilakukan oleh guru melalui jaringan sekolah.
Kegiatan PKBmelalui jaringan sekolah
dapat dilakukan dalam satu rayon (kelompok
kerja/musyawarah kerja guru), antar rayon dalam kabupaten/kota
tertentu, antar provinsi. Kegiatan PKBmelalui jaringan antara lain
dapat berupa:
1) kegiatan
KKG/MGMP/MGBK;
2) pelatihan/seminar/lokakarya;
3) kunjungan
ke sekolah lain, dunia usaha dan industri,
4)
mengundang narasumber
BAB III
PENGELOLAAN PENGEMBANGAN
KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
A.
MEKANISME
1.
Pola Pelaksanaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan.
PKBmerupakan salah satu bagian
penting dari proses pengembangan profesionalisme guru yang diperlukan untuk
memberikan layanan pendidikan yang berkualitas dan secara individu untuk
peningkatan karirnya. PKBwajib
dilaksanakan oleh semua guru, karena selain untuk peningkatan dan pengembangan
profesionalitas guru juga diperhitungkan sebagai salah satu unsur utama dalam
peningkatan jenjang jabatan fungsional guru.
Dalam sistem
penilaian kinerja guru, terdapat beberapa pola pendidikan dan latihan (diklat) fungsional yang dapat diklasifikasikan sebagai bagian
dari PKBguru.
Untuk
memperoleh gambaran utuh tentang hubungan implementasi penilaian kinerja
guru, PKB Guru terlihat pada gambar di bawah ini:
DESAIN PENILAIAN
KINERJA GURU DAN PKB GURU
Gambar di atas menjelaskan bahwa sebelum Penilaian Kinerja Guru (PK Guru)
dilaksanakan, seluruh guru terlebih dahulu harus
mengikuti Uji Kompetensi yang dilaksanakan oleh Badan PSDMPK dan PMP. Ujian
tersebut
bertujuan untuk
memperoleh data awal kompetensi guru
sebelum mengikuti penilaian kinerja guru.
Pada tahap
(stage) 1, Diklat Dasar mempunyai tujuan utama
untuk memperbaiki kompetensi dasar
tentang penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan
yang mendukung mata pelajaran yang diampu (kompetensi profesional) serta
pengetahuan tentang model-model pembelajaran (kompetensi pedagogik) bagi guru
kelas/mata pelajaran.
Diklat dasar
formal dilaksanakan oleh pemerintah pada lemaga-lembaga diklat yang ditetapkan
(LPMP, PPPPTK, dsb) dan Diklat dasar informal dilaksanakan antara lain melalui
media teknologi informatika (sistem online), offline, modul dan sebagainya.
Pada tahap (stage) 2, PKBGuru terdiri atas Diklat Lanjutan dan Diklat
pengembangan.
1.
Diklat
Lanjutan bertujuan untuk memperbaiki kinerja pembelajaran bagi guru agar mampu menerapkanpenguasaan materi, struktur, konsep, pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran yang diampu dan penerapan model-model pembelajaran
dalam pembelajaran.
2.
Diklat
Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan guru dalam
mengembangkan model-model pembelajaran dan bahan ajar berbasis IT/ICT
atau media pembelajaran.,
Langkah-langkah
teknis pelaksanaan PKBbagi guru
sebagai berikut:
Berdasarkan analisis kebutuhan peningkatan kompetensi guru dan
ketentuan yang berlaku pada praktik-praktik pelaksanaan PKByang
ada, maka dikembangkan mekanisme PKByang diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan guru untuk meningkatkan profesionalismenya sebagai berikut:
Tahap 1: Setiap awal tahun semua guru wajib melakukan evaluasi
diri untuk merefleksikan kegiatan yang telah dilakukan pada tahun ajaran
sebelumnya.
Tahap 2: Hasil evaluasi diri
guru yang dilengkapi dengan dokumen pendukung antara lain perangkat
pembelajaran yang telah disiapkan oleh guru yang bersangkutan selanjutnya akan
digunakan untuk
menentukan profil kinerja guru dalam menetapkan apakah guru akan mengikuti
program peningkatan kinerja untuk mencapai standar kompetensi profesi atau
kegiatan pengembangan kompetensi lebih lanjut.
Tahap 3: Melalui konsultasi dengan Kepala Sekolah, Guru dan
Koordinator PKBmembuat perencanaan
kegiatan PKB.
Tahap 4: Koordinator PKBtingkat
sekolah bersama dengan Kepala Sekolah, menetapkan dan menyetujui rencana final
kegiatan PKBbagi
guru.
Tahap 5: Guru menerima rencana program PKByang mencakup kegiatan yang
akan dilakukan di dalam dan/atau luar sekolah.
Tahap6:Guru selanjutnya melaksanakan kegiatan PKByang telah direncanakan baik di dalam
dan/atau di luar sekolah.
a.
Bagi guru yang
telah memiliki kompetensi sesuai standar
atau di atasstandar
Program PKB(Diklat Pengembangan) diarahkan kepada
peningkatan dan pengembangan kompetensi terkait dengan pelaksanaan tugas utama/kinerja guru,pengembangan
model pembelajaran aktif dan materi-materi ajar berbasiskan IT/ICT, serta
pengembangan kompetensi untuk menghasilkan publikasi ilmiah/karya
inovatif.
b.
Bagi
guru yang belum mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan
Program pengembangan keprofesian berkelanjutannya
diarahkan kepada pencapaian standar kompetensi melalui diklat
lanjutan dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut:
·
jenis kompetensi yang perlu ditingkatkan; daya dukung yang
tersedia di sekolah; catatan hasil evaluasi diri dan hasil penilaian kinerja
guru;target dan jadwal perubahan/peningkatan yang diharapkan akan terjadi
setelah guru mengikuti kegiatan PKBuntuk
mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan.
Dalam pelaksanaan PKBbagi guru yang belum
mencapai kompetensi standar dapat didampingi oleh Guru pendamping.
Mekanisme pelaksanaan
penanganan guru yang belum memenuhi standar yang ditetapkan adalah sebagai
berikut:
1)
Informal; Pada tahap ini guru yang bersangkutan
(didampingi kepala sekolah, koordinator
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, dan Guru Pendamping) menganalisis hasil penilaian kinerja
guru dan kemungkinan solusinya untuk pengembangan lebih lanjut kompetensi yang
nilainya masih di bawah standar.
2) Semi-formal; Jika hasil observasi pada tahap informal menunjukkan
belum ada peningkatan kompetensi yang ingin dicapai, maka penilai dapat
mengusulkan kepada koordinator PKBagar
guru diberikan kesempatan untuk mengikuti tahap semi formal.
3)
Formal; Jika hasil observasi ulang pada tahap informal dan
semi-formal belum menunjukkan peningkatan kompetensi standar, maka pembinaan guru dilakukan
melaluitahapan formal. Jika pengulangan dua siklus di atas sudah dilaksanakan
akan tetapi belum memenuhi kompetensi standar yang ditetapkan, maka kepada guru dimaksud akan diberikan sanksi.
Tahap 7: Setelah mengikuti
program pengembangan keprofesian berkelanjutan, guru wajib mengikuti penilaian
kinerja guru di akhir semester,akan dikonversi ke perolehan angka kredit.
Gabungan angka kredit perolehan dari penilaian kinerja guru dan PKBakan diperhitungkan untuk kenaikan
pangkat dan jabatan fungsional guru.
Dalam pelaksanaan kegiatan PKBsebagaimana
dijelaskan pada tahapan tersebut perlu dilakukan kegiatan monitoring dan
evaluasi. Kegiatan monev ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah kegiatan PKByang dilaksanakan dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan
monev yang dilakukan oleh
koordinator dilaksankaan pada pertengahan pelaksanaan kegiatan PKB.
Secara umum, mekanisme PKBtersebut dapat digambarkan dalam siklus berikut:
Gambar 4: Mekanisme Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan
B.
KOORDINATOR PKBDAN GURU
PENDAMPING
1. Koordinator PKB
A.
Tingkat Sekolah
a)
Persyaratan
Koordinator PKBtingkat sekolah adalah
guru yang memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1)
memiliki
kualifikasi akademik minimal S1/D4;
2)
memiliki
sertifikat pendidik;
3)
memiliki
kinerja baik berdasarkan hasil Penilaian Kinerja Guru;
4)
memiliki
kemampuan untuk melakukan penilaian kinerja guru dan pengembangan
keprofesian berkelanjutan.
5)
sabar,
bijak, banyak mendengar, tidak menggurui, dan dapat mengajak guru lain untuk
berbuka hati;
6) luwes dan dapat bekerja sama dengan berbagai
pihak, baik di dalam/luar sekolah; dan
7) mampu
mengelola waktu untuk melakukan penilaian kinerja guru dan PKBdisamping tugas utamanya.
b)
Mekanisme
Pembentukan Koordinator PKBTingkat
Sekolah
Sekolah yang mempunyai lebih
dari 12 rombongan belajar boleh
membentuk sebuah tim pengembangan keprofesian berkelanjutan, yang terdiri
dari perwakilan guru bidang studi atau rumpun mata pelajaran untuk membantu
Koordinator pengembangan keprofesian berkelanjutan. Bagi sekolah kecil (kurang
dari 12 rombongan belajar), dapat ditunjuk seorang koordinator yang
bertanggungjawab atas kegiatan PKBKoordinator PKBdapat dijabat oleh Wakil Kepala
Sekolah atau seorang guru yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Sekolah
untuk melaksanakan tugas tersebut.
c) Peran
Koordinator PKBdi tingkat sekolah
Koordinator PKBtingkat sekolah menerapkan perannya melalui tahapan
berikut.
Tahap 1: Koordinator PKB Tingkat sekolah mengumpulkan hasil
evaluasi diri dari setiap guru di sekolahnya dan merekapitulasikannya.
Tahap 2: Berdasarkan
hasil evaluasi diri masing-masing guru, Koordinator PKBbersama-sama dengan guru menyusun rencana pengembangan
keprofesian berkelanjutan.
Tahap 3:Mengkoordinasikan pelaksanaan rencana PKByang dilakukan guru untuk memenuhi standar dan mengembangkan
kompetensinya dengan KKG/MGMP/MGBKuntuk
kegiatan PKByang tidak dapat
dilakukan di sekolah.
Tahap 4:Melaksanakan
kegiatan refleksi dan melaporkan pelaksanaan PKByang dilakukan guru.
Tahap 5: Koordinator PKBdi sekolah memetakan kebutuhan PKByang diperlukan oleh semua guru di
masa mendatang
Tahap 6: Koordinator PKBsekolah bersama-sama dengan
Koordinator PKBKabupaten/Kota
melakukan evaluasi tahunan terhadap program PKBdi
sekolahnya. Dampaknya pada peningkatan
antara lain: (1) kinerja guru; (2) motivasi guru; dan (3) pelayanan sekolah
terhadap kebutuhan peserta didiknya.
B.
Tingkat Kabupaten/Kota
Koordinator PKBKabupaten/Kota
adalah pejabat struktural yang bertugas melakukan pembinaan terhadap pendidik
dan tenaga kependidikan atau petugas yang diberi kewenangan oleh Kepala Dinas
Pendidikan untuk: (i) mencari data tentang kebutuhan yang dialami oleh sekolah
dan guru sendiri untuk kegiatan PKBdi
daerahnya; (ii) memetakan dan memprioritaskan kebutuhan tersebut; (iii) mencari
peluang untuk pemenuhan kebutuhan tersebut; (iv) mengevaluasi keberhasilan
program kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan; dan (v) berkomunikasi
dengan berbagai pemangku kepentingan.
KoordinatorPKBKabupaten/Kota
menerapkan perannya melalui tahapan berikut:
Tahap 1: Menerima perincian kebutuhan PKByang belum dapat dipenuhi di sekolah
masing-masing atau di KKG/MGMP/MGBK.
Tahap 2: Melalui
konsultasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Koordinator PKBKabupaten-Kota memetakan kebutuhan PKBbagi semua sekolah di daerahnya yang
belum tertangani oleh sekolah, danKKG/MGMP/MGBK sebagai bagian dari perencanaan PKBsecara keseluruhan.
Tahap 3:Menyusun dan melaksanakan rencana kegiatan PKBtingkat Kabupaten/Kota.
Tahap 4: Koordinator
PKBKabupaten/Kota mengadakan
koordinasi dengan penyedia jasa pelatihan lainnya, termasuk: (i) guru (perorangan)
dari sekolah lain di kabupaten/kota yang sama yang memiliki keterampilan
khusus; (ii) guru (perorangan) dari kabupaten/kota lain yang memiliki
keterampilan khusus; (iii) PPPPTK/LPMP; (iv) pengawas; (v) staf Dinas
Pendidikan setempat; (vi) akademisi (perorangan); (vii) PT/LPTK dan (viii)
penyedia jasa pelatihan swasta (lokal dan nasional) untuk menyusun dan
melaksanakan program yang dapat memenuhi kebutuhan guru melalui kegiatan PKByang akan dikoordinasikan khusus oleh
Dinas Pendidikan kabupaten/Kota.
Tahap 5: Koordinator PKBKabupaten/Kota bersama-sama dengan
Koordinator tingkat sekolah melakukan evaluasi tahunan terhadap program PKBdi daerahnya. Tujuan utama evaluasi
tersebut adalah untuk menilai sampai sejauhmana program PKBditerapkan dalam pelaksanaan tugas pokok guru dan dampaknya pada
peningkatan: (1) kinerja guru dan sekolah; (2)
motivasi guru dan sekolah;
(3) pelayanan sekolah terhadap
kebutuhan peserta didiknya; dan (4) pelayanan
Dinas Pendidikan terhadap kebutuhan guru dan sekolah di wilayahnya.
C. KKG/MGMP/MGBK
KKG/MGMP/MGBK sebagai wadah kegiatan guru dalam melakukanPKBKabupaten/Kota menerapkan
perannyamelalui tahapan berikut:
Tahap 1: Melalui koordinasi
dengan koordinator PKBsekolah,
KKG/MGMP/MGBK menghimpun data rencana PKByang
tidak dapat dilaksanakan oleh sekolah.
Tahap 2: Berdasarkan data
tersebut, KKG/MGMP/MGBK menyusun rencana pelaksanaan dan pembiayaan kegiatan PKBdi
KKG/MGMP/MGBK sesuai dengan kebutuhan peningkatan kompetensi dari anggota
kelompok/musyawarahnya.
Tahap 3: Melakukan koordinasi
dengan kordinator PKBDinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk mengusulkan
rencana dan pembiayaan kegiatan
KKG/MGMP/MGBK kepada Kepala Dinas.
Tahap 4: Melakukan koordinasi
dengan kordinator PKBDinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk memfasilitasi
kegiatan PKBbagi guru di KKG/MGMP/MGBK sesuai dengan rencana yang
diusulkan.
Tahap 5: Melakukan koordinasi
dengan kordinator PKBDinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk mengevaluasi
serta melaporkan pelaksanaan kegiatan PKBdi KKG/MGMP/MGBK.
2.
Guru
Pendamping
Guru pendamping adalah guru senior yang
kompeten.
a.
Persyaratan
Guru Pendamping
Persyaratan
untuk menjadi guru pendamping adalah:
1)
memiliki kualifikasi akademik
minimalS-1/D-IV dan diutamakan memiliki bidang studi yang sesuai dengan guru yang didampingi;
2) memiliki
sertifikat pendidik;
3) memiliki
pangkat/jabatan minimal sama dengan guru yang didampingi;
4) memiliki kinerja minimal ‘baik’
berdasarkan hasil Penilaian Kinerja Guru;
5) sabar,
bijak, banyak mendengar, tidak menggurui, dapat mengajak guru untuk berbuka
hati, dan dapat bekerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun di
luar sekolah;
6) mampu
mengelola waktu untuk melakukan pembimbingan disamping melaksanakan tugas
utamanya sebagai guru.
b.
Tugas
pokok Guru Pendamping
Tugas pokok guru pendamping antara lain adalah sebagai berikut:
1) Melakukan
monitoring terhadap kegiatan yang dilakukan oleh guru yang dibimbingnya selama
guru tersebut mengikuti PKBuntuk
pencapaian standar kompetensi dan pengembangannya.
2)
Memberikan bimbingan kepada guru dalam melaksanakan kegiatan PKByang disusun berdasarkan hasil
evaluasi diri guru, refleksi diri, portofolio, dan catatan/laporan hasil
Penilaian Kinerja Guru.
3)
Memberikan
bimbingan didalam penyusunan/pembuatan deskriksi diri guru sebagai bukti bahwa
guru telah melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan.
4) Memberikan
masukan dan turut mencarikan solusi jika guru yang didampingi mempunyai masalah
terkait dengan pelaksanaan PKBuntuk
mencapai standar kompetensi dan pengembangannya.
5) Membuat
catatan dan laporan hasil monitoring pelaksanaan PKByang dilakukan oleh guru yang didampinginya
2
Masa
Kerja Koordinator PKBSekolah dan Guru
Pendamping
Masa
kerja Koordinator PKBdan guru
pendamping adalah 3 (tiga) tahun. Penunjukan Koordinator PKBdan guru pendamping dilakukan oleh kepala sekolah dengan
persetujuan pengawas dan/atau atas usulan kelompok kerja guru di
sekolah.
3.
Legalitas
Koordinator PKBdan Guru Pendamping
Kepala sekolah menerbitkan SK penetapan koordinator PKBdan guru pendamping di
sekolahnya. SK penetapan koordinator PKBdan guru pendamping yang ditugaskan di luar
sekolah tempat mengajarnya diterbitkan oleh dinas pendidikan setempat.
C.
PERAN
INSTITUSI dan INDIVIDU YANG TERKAIT DALAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN
BERKELANJUTAN
Sesuai dengan semangat otonomi
pendidikan dan akuntabilitas publik, maka perlu ditetapkan tugas dan tanggung
jawab setiap institusi yang terkait, hal ini untuk menjamin kualitas
pelaksanaan kegiatan PKB. Peran, tugas dan tanggung jawab tersebut tergambar
dalam diagram berikut ini:
Gambar 5: Diagram Tugas dan Tanggung-jawab Institusi dalam Pelaksanaan PKB
Diagram tersebut menunjukkan adanya keterkaitan tugas dan tanggung
jawab pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PKBmulai dari tingkat pusat
(Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan) sampai dengan sekolah. Tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak adalah sebagai berikut:
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan sebagai institusi tingkat pusat memiliki tugas dan
tanggung-jawab dalam pelaksanaan PKBantara
lain sebagai
berikut:
a. Menyusun dan mengembangkan rambu-rambu pengembangan
dan prosedur pelaksanaan kegiatan PKB
b. Menyusun pedoman dan perangkat lain untuk pelaksanaan kegiatan PKB.
c. Mengkoordinasikan dan mensosialisasikan kebijakan-kebijakan terkait PKB.
d. Memfasilitasi pelaksanaan PKBmelalui lembaga P4TK dan
sumber-sumber belajar lainnya.
e. Memantau dan mengevaluasi kegiatan PKBsecara nasional.
f. Menyusun laporan pengelolaan kegiatan PKBdan hasil monitoringdan
evaluasi secara nasional.
g.
Menyampaikan laporan
pengelolaan kegiatan PKBhasil monitoringdan evaluasi kepada Dinas
Pendidikan dan sekolah sebagai umpan balik untuk ditindak lanjuti.
2.
Tugas dan
Tanggung Jawab Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP
Dinas
Pendidikan Provinsi sebagai institusi tingkat provinsi dan LPMP sebagai perwakilan
institusi pusat di provinsi memiliki tugas dan tanggung-jawab dalam pelaksanaan
PKBantara lain sebagai
berikut:
a. Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP menghimpun data profil kinerja guru
dan sekolah yang ada di daerahnya.
b. Mensosialisasikan, menyeleksi, dan melaksanakan TOT untuk melatih tim
pelaksana PKBtingkat Kabupaten/Kota.
c. Melaksanakan pendampingan dan konsultasi serta memfasilitasi kegiatan PKByang
ada di bawah kewenangannya.
d. Menjamin bahwa kegiatan PKBsesuai dengan kebutuhan sekolah.
e. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PKBdi bawah
kewenangannya.
f.
Dinas Pendidikan Provinsi
bersama-sama dengan LPMP membuat laporan hasil monitoring dan evaluasi
pengelolaan kegiatan PKB. Hasil monitoring dan evaluasi tersebut
selanjutnya dikirimkan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota, dan sekolah untuk umpan balik.
3.
Tugas dan
Tanggung Jawab Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota
antara lain sebagai
berikut.
a. Mensosialisasikan dan melalui koordinasi dengan Dinas Pendidikan
Provinsi dan LPMP melatih pelaksana PKBtingkat Kabupaten/Kota.
b. Menghimpun dan menyediakan data profil kinerja guru dan rencana PKBsekolah
dan KKG/MGMP/MGBK yang ada di wilayahnya.
c. Mengetahui dan menyetujui program kerja pelaksanaan PKByang
diajukan sekolah dan KKG/MGMP/MGBK.
d. Menyediakan pendanaan, layanan konsultasi, dan pendampingan serta
mengkoordinasikan pelaksanaan PKByang ada di daerahnya (sekolah maupun
KKG/MGMP/MGBK).
e. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PKBuntuk
mengetahui ketercapaian maupun kekuatan dan kelemahan pelaksanaan PKBdi
sekolah dan/ atau KKG/MGMP/MGBK maupun yang dikelola oleh Dinas Pendidikan
kabupaten/kota yang bersangkutan, serta tindak lanjut perbaikan ke depan.
f. Membuat laporan hasil monitoring dan evaluasi kegiatan PKBdan
mengirimkannya kepada sekolah, dan/atau LPMP dengan tembusan ke Dinas
Pendidikan Provinsi masing-masing sebagai masukan untuk perbaikan pelaksanaan PKBdi
masa mendatang.
g. Mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi kegiatan penilaian
kinerja guru dan PKBtermasuk penyempurnaan dan pembaharuan data secara
berkala di tingkat kabupaten/kota.
4.
Tugas KKG/MGMP/MGBK
Antara lain sebagai
berikut.
a. Menghimpun data rencana PKByang tidak dapat dilaksanakan oleh
sekolah.
b. Menyusun rencana pelaksanaan dan
pembiayaan kegiatan PKBdi KKG/MGMP/MGBK.
c. Mengusulkan rencana PKBdi KKG/MGMP/MGBK dan pembiayaannya kepada
Dinas Pendidikan kabupaten/Kota.
d. Melaksanakan kegiatan PKBdi KKG/MGMP/MGBK sesuai dengan rencana
yang diusulkan.
e. Mengevaluasi serta melaporkan pelaksanaan kegiatan PKBdi KKG/MGMP/MGBK
masing-masing kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dengan tembusan ke
Sekolah.
Antara lain sebagai
berikut:
a. Memilih koordinator PKBdan guru pendamping dalam pelaksanaan
pengembangan keprofesian berkelanjutan.
b. Menyusun program kegiatan PKB
c. Menetapkan rencana program dan pembiayaan kegiatan PKBsekolah
dan mengusulkan kegiatan PKBuntuk dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh
KKG/MGMP/MGBK dan/atau Dinas Pendidikan kabupaten/kota.
d. Melaksanakan kegiatan PKB
e. Memberikan kemudahan akses bagi koordinator PKBdan guru
pendamping untuk melaksanakan tugasnya.
f. Menjamin ketercapaian pelaksanaan PKBsesuai dengan sasaran yang
telah ditetapkan
g. Mengevaluasi dan melaporkan kegiatan PKBsekolah kepada Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota dan/atau ke gugus untuk selanjutnya diteruskan kepada
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
h. Membantu pelaksana monitoring dan evaluasi dari tingkat pusat, LPMP,
Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan UPTD Kecamatan.
BAB IV
MONITORING, EVALUASI, dan PELAPORAN
PELAKSANAAN PKB GURU
A.
MONITORING
dan EVALUASI PROGRAM
Dalam rangka menjamin pelaksanaan PKB, maka perlu dilakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PKBdi sekolah yang dilakukan melalui
kegiatan monitoring dan evaluasi (monev). Kegiatan monev dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan oleh
institusi/pihak terkait dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan PKB. Hasil monev sangat penting untuk
merefleksikan pelaksanaan PKBdan melihat apakah implementasi PKBberhasil sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan, serta sebagai masukan untuk peningkatan kualitas PKB.
Kegiatan monev harus mampu menjawab pertanyaan:
1. Apakah
perencanaan program PKBsesuai dengan
kebutuhan guru berdasarkan hasil evaluasi diri dan penilaian kinerja?
2. Apakah
pelaksanaan dan fungsi pelaksana PKBdapat
dilakukan secara optimal?
3. Permasalahan
apa saja yang teridentifikasi dalam pelaksanaan PKB
4.
Apa dan bagaimana dampak positif kegiatan PKBterhadap peningkatan kompetensi guru dan sekolah (data dari Guru)?
5.
Bagaimana penerapan hasil PKBdalam
pelaksanaan tugas guru sehari hari dalam memfasilitasi pembelajaran peserta
didik.
6. Berdasarkan pertanyaan 1, 2, 3, 4 dan 5
bagaimana interpretasi Koordinator PKBKabupaten/Kota berkaitan dengan akuntabilitas, keberlanjutan
program PKBserta
saran-saran dan rekomendasi untuk peningkatannya?
Ketika melakukan analisis data petugas monev
harus menyimpulkan hasil pelaksanaan PKBdi sekolah secara jujur dan sesuai dengan
kondisi nyata di sekolah yang dinilai.
B. MEKANISME
PELAKSANAAN MONITORING dan EVALUASI
Pelaksanaanmonev
dilaksanakan denganmekanisme sebagai berikut:
1.
Monitoring dan
evaluasi
Kegiatan monev dilakukan
oleh:
a.Tim Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi,
LPMP, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memantau kegiatan operasional PKByang dilaksanakan di sekolah,
KKG/MGMP/MGBK dan Lembaga Penyelenggara Pelatihan. Setiap tim membuat laporan
hasil monitoring yang telah dilaksanakan.
b. Tim
Inti Kabupaten/Kota, Provinsi dan LPMP, dan P4TK memantau
pelaksanaan kegiatan PKBbagi
guru. Setiap tim inti membuat laporan hasil monitoring dan mendiseminasikannya
kepada pihak terkait
c.
Tim monev independen, jika
dimungkinkan.
d. Responden
yang akan menjadi subyek monitoring adalah Kepala
Sekolah, Koordinator pengembangan keprofesian berkelanjutan, Guru
Pendamping dan pihak
lain yang terkait.
2.
Evaluasi Mandiri
Sekolah
melakukan evaluasi mandiri sekali di akhir tahun pembelajaran terhadap
pelaksanaan PKByang telah dilaksanakan oleh sekolah.
Hasil evaluasi mandiri ini merupakan bahan dan lampiran laporan sekolah terkait
dengan pelaksanaan kegiatan PKByang
dijalankan dalam setiap tahunnya.
C. PELAPORAN MONITORING dan EVALUASI PKB
Setelah melakukan monev ke sekolah,
Tim/petugas menyusun laporan monev. Sistematika laporan hasil monev mencakup
hal-hal berikut:
1. Pendahuluan
Bagian pendahuluan meliputi satu rangkaian cara berpikir yang
mendasari kegiatan monitoringprogram PKBmeliputi:
a. Latar
Belakang, berisi latar belakang suatu perencanaan kegiatan dilakukan oleh
sebuah tim kerja. Apa yang mendasari kegiatan monitoring. Apa yang menjadi
rujukan kegiatan monitoring program PKBdalam
skala nasional.
b. Masalah,
berisi sejumlah masalah penting yang berhubungan dengan pelaksanaan, masalah
pengorganisasian pelaksanaan program, mekanisme, dan pembiayaan.
c. Tujuan,
mencakup sejumlah model pelaksanaan dan pengembangan program PKByang ingin dicapai dalam kegiatan
monev di lapangan.
2. Strategi MONEV
Menginformasikan strategi
monevyang dilaksanakan terkait dengan:
Metodologi; Waktu Pelaksanaan; Petugas MONEV; Populasi dan sampel;
Cara pengumpulan data; Instrumen yang digunakan.
3. Hasil Monev
Hasil monev adalah sebuah laporan yang berisikan
hasil analisis data kuantitatif maupun kualitatif yang didapat dari
lapangan.
4.
Kesimpulan
dan Rekomendasi
Kesimpulan dan rekomendasi disusun dengan
singkat, jelas sesuai dengan permasalahan pelaksanaan monev
serta tidak mengandung informasi
yang bersifat kuantitatif..
Sedangkan rekomendasi berisikan tentang usul perbaikan dan tindak lanjut
pelaksanaan program PKBserta
pelaksanaan monev.
Laporan hasil monev disusun
dan disampaikan oleh Tim
pelaksana monev kepada Dinas Kab/Kota dan Kepala Sekolah sebagai
bentuk pertanggungjawaban
(akuntabilitas) pelaksanaan PKB.
BAB V
PENUTUP
Makalahini berjudul Pedoman Pengelolaan PKBbagi
Guru, merupakan ringkasan tentang apa dan bagaimana mengelola PKBdi
sekolah, sehingga diharapkan dapat memudahkan pemahaman tentang pelaksanaan PKBdi sekolah serta menjadi acuan bagi semua pemangku kepentingan
pendidikan yang terkait dengan kebijakan
tersebut.
Melalui Makalah ini diharapkan PKBdapat diselenggarakan sesuai dengan Permenneg PAN dan RB
No. 16 Tahun 2009. Dengan demikian guru memperoleh kesempatan
untuk melakukan pengembangan keprofesian secara
berkelanjutan sehingga diharapkan dapat memperkecil antarakompetensi yang dimiliki dengan kemampuan
melaksanakan tugas utama dalam pembelajaran atau pembimbingan sesuai dengan
amanat yang terkandung dalam UU No 14 Tahun 2005 dan Permeneg PAN & RB
Nomor 16 Tahun 2009.
DAFTAR
PUSTAKA
TeamKementerian
Pendidikan Dan
Kebudayaan,Pembinaan Dan Pengembangan Profesi
GuruBUKU 1PEDOMAN PENGELOLAAN
PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN, 2012
BADAN
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU
PENDIDIKAN PUSAT PENGEMBANGAN PROFESI
PENDIDIK, 2012
(http://webcentral.uc.edu/-cpd_online2).
Rekrutmen,
Seleksi dan Diklat Kepala Sekolah
Oleh :
NANANG YUSUF
S, NIM
: 82321415054
IIM
NURMINI, NIM : 82321415047
BAB
I
PENDAHULUAN
I.I.
Latar Belakang Masalah
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun
2005, pemerintah kabupaten/Kota mempunyai kewenangan yang sangat penuh dalam
pola rekrutmen kepala sekolah sehingga pengadaan kepala sekolah yang seharusnya
identik dengan aktivitas yang secara sekuensial berurutan, yaitu penetapan
formasi, rekrutmen, dan seleksi calon penempatan serta pendidikan dan pelatihan
kepala sekolah. Hampir di seluruh wilayah Kabupaten / Kota se Indonesia banyak
yang tidak melaksanakan dengan konsisten mengingat.
1.
Proses Pengadaan
Kepala Sekolah
Proses perekrutan kepala sekolah tidak
dilakukan berdasarkan sekuensial yang baku, tetapi tergantung selera dan
kemauan kepala daerah seharusnya pengadaan kepala sekolah merupakan proses
mendapatkan calon kepala sekolah yang paling memenuhi kualifikasi dalam rangka
mengisi formasi kepala sekolah pada satuan pendidikan tertentu. Proses
pengadaan kepala sekolah di era otonomi daerah tidak dilakukan hanya
mengandalkan pada kedekatan dan atau keterlibatan Tim Sukses Bupati/walikota
incombent juga dijadikan suatu aset politik untuk melanggengkan kekuasaan
Bupati/Walikota. Prinsip-prinsip Pengadaan Kepala Sekolah belum dilakukan
secara profesional, yaitu dengan memegang teguh prinsip-prinsip manajerial,
demokratis, obyektif, terbuka, yuridis, dan ilmiah. Yang dilakukan hanya
penetapan kepala sekolah sesuai dengan kompetensi yang dimiliki calon apa
adanya mengingat hanya berdasarkan selera walikota/bupati saja.
2. Prinsip-prinsip Rekrutmen calon Kepala Sekolah
Prinsif rekrutmen calon kepala sekolah
secara terbuka melalui media massa / surat kabar lokal dalam rangka memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua guru yang memenuhi kualifikasi
tidak dilakukan oleh pemerintah daerah otonomi, akan tetapi hanya berdasarkan
kedekatan dan formasi yang tertutup. Kurangnya akuntabilitas publik sehingga
pola rekutmen kepala sekolah tidak ada yang mengontrol, sampai pada fase
pengangkatan sebagai kepala sekolah pada satuan pendidikan yang ditetapkan
melalui surat keputusan bupati/walikota. Pada fase ini merupakan faktor dominan
peran bupat/walikota memilih orang orang yang layak di angkat, khususnya tim
sukses. Banyak kasus terjadi tentang pengadaan kepala sekolah yang dipolitisasi
oleh pimpinan kepala daerah yaitu tidak/bukan berdasarkan kompetensi maupun
profesionalisme calon.
I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan tentang
seleksi,rekrutmen dan diklat kepala sekolah karena masih banyaknya masalah yang
dihadapi didaerah2,tentang hal tersebut maka dengan itu kami mencoba mengungkap
akar permasalahan tersebut dengan harapan dapat memberikan masukan hususnya
bagi penulis umumnya bagi yang berkepentingan.
Salah satu kasus yang selalu terjadi
pada saat pemilu kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten “B” 7 Juni 2010, kian
dekat. Meski masih beberapa bulan lagi, namun aromanya cukup kental. Gerbong
mutasi kepala sekolah terus berjalan. Bupati “B”, menegaskan tidak akan melantik
musuh, namun orang yang mendukungnya meraih kembali “tahta” jabatan Bupati
untuk lima tahunmendatang. Ungkapan itu sendiri disampaikan dalam berbagai
kesempatan. Beberapa kali mengingatkan pegawai negeri sipil agar menunjukkan
loyalitas, jika tidak maka akan dimutasikan ke tempat “pembuangan” alias yang
lokasinya jauh dari pusat pemerintahan atau tempat tidak strategis. Saat
pelantikan kepala sekolah beberapa waktu lalu. Ada yang berkelekar, jika Bupati
Bima akan melantik tim suksesnya di Kantor Pemkab Bima. Lontaran itu tentu
mengejutkan.
Namun
dijelaskan, kepala sekolah yang dilantik adalah mereka yang siap
menyukseskan
Ferry untukmenjadi bupati periode ke dua 2010-2015. (Sofiyan Asy’ari)
1
I.3 Rumusan Masalah
1.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan diatas, dapat ditarik
beberapa
pokok permasalahan untuk dianalisis dan dikaji di dalam makalah tentang
Rekrutmen
dan Penyiapan Calon Kepala Sekolah/Madrasah ini.
2. Penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan Kepala Sekolah/Madrasah?
3. Kurang keterbukaan (akuntabilitas publik) dalam
proses pengadaan/penyiapan Kepala
Sekolah/Madrasah?
4. Kurang kompetensi calon Kepala Sekolah sesuai
permendiknas 13 tahun 2007?
BAB II
PEMBAHASAN
II.1.
Kebijakan Pemerintah
Otonomi daerah memberikan kewenangan
yang besar kepada Pemerintah Daerah dalam berbagai bidang, termasuk bidang
pendidikan. Salah satu kewenangan tersebut adalah dalam pembinaan karir
pendidik dan tenaga kependidikan, termasuk rekrutmen kepala sekolah/madrasah.
Implementasi kewenangan tersebut selama ini menunjukkan dua kecenderungan
yaitu:
1.
Adanya perbedaan proses rekrutmen antara
daerah yang satu dengan yang lain, dan
2.
Ditemukannya indikasi penyimpangan dari
prinsip-prinsip profesionalisme dalam
proses rekrutmen kepala sekolah/madrasah.
Dalam konteks ini pemerintah pusat
memiliki kewenangan membuat regulasi agar dua hal tersebut dapat
dikurangi/ditekan melalui berbagai peraturan dan kebijakan antara lain
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 13 Tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah/Madrasah dan Permendiknas No. 28 Tahun 2010 tentang
Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah. Permendiknas tersebut
mengamanatkan perlunya penataan kembali sistem rekrutmen dan pembinaan karir kepala
sekolah/madrasah agar diperoleh kepala sekolah/madrasah yang kredibel dan
berkompeten. Karena itu semua pihak yang terkait, terutama pemerintah daerah
dalam hal rekrutmen kepala sekolah/madrasah harus memiliki komitmen yang sama
dalam melaksanakan Permendiknas No. 28 Tahun 2010 tersebut. Untuk melaksanakan
sistem rekrutmen dan pembinaan karir kepala sekolah/madrasah diperlukan adanya
komitmen yang sama pada tataran
kebijakan di level Pemerintah kabupaten/kota di seluruh indonesia .
Prof. DR. Ibrahim Bafadal, guru besar
Univesitas Negeri Malang yang juga ketua tim perumus Permen Diknas tentang
Pengadaan Kepala Sekolah, untuk menggambarkan posisi strategis kepala sekolah
dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah, dalam seminar dan uji publik
peraturan tersebut di Jakarta Agustus 2007 lalu pernah mensitir sebuah kalimat
:
“Tidak
ada anak yang tidak bisa dididik, yang ada guru yang tidak bisa mendidik. Tidak
ada guru yang tidak bisa mendidik, yang ada kepala sekolah yang tidak bisa
membuat guru bisa mendidik” (Prof. Ibrahim Bafadal).
Memang peningkatan mutu pendidikan tidak
terjadi di kantor Dinas Pendidikan atau ruang kepala sekolah, tapi di dalam
kelas dengan guru sebagai ujung tombaknya. Namun untuk mencapai kondisi
tersebut dibutuhkan iklim sekolah yang kondusif, motivasi kerja dan komitmen
guru yang tinggi, yang harus diciptakan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin
dan manajer untuk meningkatkan kinerja guru. Sementara Lipham James dalam
Wahyusumidjo (2005) menggambarkan posisi kepala sekolah sebagai yang menentukan
titik pusat dan irama sekolah, bahkan keberhasilan sekolah adalah keberhasilan
kepala sekolah.
Di negara-negara maju masalah kepala
sekolah ditangani oleh lembaga tersendiri yang khusus melatih kemampuan kepala
sekolah dan mempersiapkan calon kepala sekolah. Di Singapura ada lembaga
”Leadership School” khusus untuk melatih kepala sekolah dan mempersiapkan
calon-calon kepala sekolah. Lembaga ini sudah go internasional. Begitu juga di
Malasyia, Korea Selatan, Australia dan negara-negara Eropa memiliki lembaga
sejenis. Sedangkan di Indonesia seiring dengan lahirnya Permendiknas No.28 thun
2010 sudah terbentuk Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah
(LPPKS).
Sebagai sebuah sistem yang kompleks
sekolah terdiri dari sejumlah komponen yang saling terkait dan terikat,
diantaranya : kepala sekolah, guru, kurikulum, siswa, bahan ajar, fasilitas,
uang, orangtua dan lingkungan. Komponen kepala sekolah merupakan komponen
terpenting karena kepala sekolah merupakan salah satu input sekolah yang
memiliki tugas dan fungsi paling berpengaruh terhadap proses berlangsungnya
sekolah.
Kepala sekolah merupakan sumber daya
manusia jenis manajer (SDM-M) yang memiliki tugas dan fungsi mengkoordinasikan
dan menserasikan sumberdaya manusia jenis pelaksana (SDM-P) melalui sejumlah
input manajemen agar SDM-P menggunakan jasanya untuk becampur tangan dengan
sumberdaya selebihnya, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung
dengan baik untuk dapat menghasilkan output yang diharapkan. (Poernomosidi Hadjisarosa
: 1997).
Perubahan paradigma pengelolaan
pendidikan dari yang bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi dengan
kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menuntut seorang kepala sekolah
tidak hanya menjadi seorang manajer yang lebih banyak berkosentrasi pada
permasalahan anggaran dan persoalan administratif lainnya, namun juga dituntut
menjadi seorang pemimpin yang mampu menciptakan visi dan mengilhami staf serta
semua komponen individu yang terkait dengan sekolah. MBS menuntut seorang
kepala sekolah menjadi seorang manajer sekaligus pemimpin atau meminjam istilah
Gardner (1986) sebagai ”manajer pemimpin”. Konsekuensi dari perubahan paradigma
tersebut seorang kepala sekolah dituntut untuk memiliki karakteristik dan
kompetensi yang mendukung tugas dan fungsinya dalam menjalankan proses
persekolahan.
Slamet PH (2002) menyebutkan kompetensi
yang wajib dimiliki seorang kepala sekolah untuk dapat menjalankan tugas dan
fungsinya secara optimal sebagai berikut : kepala sekolah harus memiliki
wawasan ke depan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta
paham benar cara yang akan ditempuh (strategi), memiliki kemampuan
mengkoordinasikan dan menserasikan seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk
memenuhi kebutuhan sekolah yang umumnya tidak terbatas, memiliki kemampuan
pengambilan keputusan dengan terampil, memiliki kemampuan memobilisasi
sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan dan mampu menggugah bawahannya untuk
melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya.
Disamping itu kemampuan untuk membangun
partisipasi dari kelompok-kelompok kepentingan sekolah (guru, siswa, orangtua
siswa, ahli, dsb.) sehingga setiap keputusan yang diambil merupakan keputusan
partisipatif.
Sementara Permen Diknas no. 13 tahun
2007 tentang Standar Kepala Sekolah mensyaratkan untuk menjadi kepala sekolah
profesional harus kompeten dalam menyusun perencanaan pengembangan sekolah
secara sistemik; kompeten dalam mengkoordinasikan semua komponen sistem
sehingga secara terpadu dapat membentuk sekolah sebagai organisasi pembelajar
yang efektif; kompeten dalam mengerahkan seluruh personil sekolah sehingga
mereka secara tulus bekerja keras demi pencapaian tujuan institusional sekolah,
kompeten dalam pembinaan kemampuan profesional guru sehingga mereka semakin
terampil dalam mengelola proses pembelajaran; dan kompeten dalam melakukan
monitoring dan evaluasi sehingga tidak satu komponen sistem sekolah pun tidak
berfungsi secara optimal, sebab begitu ada satu saja diantara seluruh komponen
sistem sekolah yang tidak berfungsi secara optimal akan mengganggu pelaksanaan
fungsi komponen-komponen lainnya. Kompleksitas sekolah sebagai satuan sistem
pendidikan menuntut adanya seorang kepala sekolah yang memiliki kompetensi
kepribadian, manajerial, kewirausahaan, sipervisi dan sosial.
Kepala sekolah yang memiliki kompetensi
tinggi mutlak dibutuhkan untuk membangun sekolah berkualitas, sekolah efektif,
karena kepala sekolah sebagai pemegang otoritas dalam pelaksanaan pendidikan di
sekolah perlu memahami proses pendidikan di sekolah serta menjalankan tugasnya
dengan baik, sehingga proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat
berjalan sesuai dan sejalan dengan upaya-upaya pencapaian tujuan pendidikan
secara efektif dan efisien. Maju mundurnya suatu sekolah tidak terlepas dari
peran Kepala Sekolah, karena “Kepala Sekolah berperan sebagai kekuatan sentral
yang menjadi kekuatan penggerak kehidupan sekolah”. Untuk mewujudkan sekolah
efektif dibutuhkan kepala Sekolah yang tidak hanya sebagai figur personifikasi
sekolah, tapi juga paham tentang tujuan pendidikan, punya visi masa depan serta
mampu mengaktualisasikan seluruh potensi yang ada menjadi suatu kekuatan yang
bersinergi guna mencapai tujuan pendidikan.
Untuk membangun sekolah efektif menurut
N. Hatton dan D. Smith (1992) dalam tulisannya Perspective on Effective school
perlu kepemimpinan instruksional yang kuat, perhatian yang jelas pada hasil
belajar, penghargaan murid yang tinggi, lingkungan yang baik serta pengawasan
tingkat prestasi, semua ini akan terwujud apabila seluruh unsur yang terlibat
dalam proses pendidikan di sekolah berjalan optimal sesuai dengan fungsi dan
tugasnya. Dibutuhkan iklim sekolah yang baik untuk menjadikan sekolah sebagai
sekolah efektif. Menurut Paula F. Silver (1983) iklim sekolah dibentuk oleh
hubungan timbal balik antara perilaku Kepala Sekolah dan perilaku guru sebagai
suatu kelompok. Perilaku Kepala Sekolah dapat mempengaruhi interaksi
interpersonal para guru. Dengan demikian dinamika kepemimpinan Kepala Sekolah
dengan kelompok (guru dan staf) dipandang sebagai kunci untuk memahami variasi
iklim sekolah.
Interaksi antara guru dan kepala sekolah
akan menentukan iklim sekolah yang bagaimana yang akan terwujud, iklim sekolah
yang baik dan kondusif bagi kegiatan pendidikan akan menghasilkan interaksi edukatif
yang efektif, meningkatkan motivasi kerja guru dan staf yang pada akhirnya
meningkatkan kinerja guru dan staf, sehingga upaya pencapaian tujuan pendidikan
sekolah akan berjalan dengan baik, dan keadaan sebaliknya akan terjadi jika
iklim sekolah tidak kondusif.
Robert Stinger (2002) menyebutkan
perilaku pemimpin mempengaruhi iklim organisasi yang kemudian mendorong
motivasi kerja karyawan. Motivasi merupakan pendorong utama terjadinya
peningkatan kinerja. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas,
2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator
(pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5)
leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan;
II.2 Proses Pengadaan Kepala Sekolah
C.E Beeby (1981) dalam bukunya
“Pendidikan di Indonesia” menguraikan tentang masih rendahnya kemampuan Kepala
Sekolah baik di Sekolah Dasar maupun di Sekolah Lanjutan, meski diakui Kepala
Sekolah Lanjutan lebih tinggi kualitasnya karena umumnya berkualifikasi
Sarjana, namun tetap saja Kinerja/Kepemimpinan Kepala Sekolah masih dianggap
gagal dimana “sebab utama dari kegagalan dalam kepemimpinan para Kepala Sekolah
ini terletak pada organisasi intern Sekolah lanjutan itu sendiri”. Sementara Sherry
Keith dan Robert H. Girling (1991) mengutip laporan Coleman Report menyebutkan
bahwa dalam penelitian efektifitas sekolah 32% prestasi siswa dipengaruhi
kualitas manajemen sekolah. Ini berarti bahwa kinerja kepala sekolah dalam
manajemen pendidikan akan juga berdampak pada prestasi siswa yang terlibat di
dalam sekolah tersebut.
Untuk melahirkan seorang kepala sekolah
yang profesional dibutuhkan sistem yang kondusif, baik rekrutmen maupun
pembinaan. Dari proses rekrutmen yang sarat KKN mustahil dilahirkan seorang
kepala sekolah yang profesional. Dibutuhkan sistem rekrutmen yang berfokus pada
kualitas dan pembinaan yang berorientasi pada kinerja dan prestasi dengan
”reward & punishment” yang tegas dan konsekuen untuk melahirkan seorang
kepala sekolah yang tangguh.
Pengadaan kepala sekolah merupakan
proses mendapatkan calon kepala sekolah yang paling memenuhi kualifikasi dalam
rangka mengisi formasi kepala sekolah dalam satuan pendidikan tertentu.
Rangkaian kegiatan pengadaan kepala sekolah terdiri dari : penetapan formasi,
rekrutmen calon, seleksi calon dan pengangkatan calon yang paling memenuhi
kualifikasi. Tahap rekrutmen dan seleksi merupakan tahap yang paling krusial,
yang jika terjadi salah langkah pada tahap ini bisa berakibat fatal bagi
sekolah yang mendapat kepala sekolah yang kurang kompeten.
Tidak sedikit sekolah yang sebenarnya memiliki
potensi besar karena siswa yang masuk merupakan siswa berprestasi tapi tidak
berkembang, stagnan, bahkan mengalami kemunduran akibat kepala sekolah yang
tidak kompeten.
Untuk melahirkan kepala sekolah yang
profesional, Depdiknas telah menelorkaan regulasi Peraturan Menteri No.28 tahun
2010 Tentang Pedoman Dan Panduan Pelaksanaan Pengadaan Kepala Sekolah, untuk
dijadikan pegangan bagi daerah dalam pengadaan kepala sekolah. Beberapa prinsip
rekrutmen yang penting dalam pengadaan kepala sekolah menurut permendiknas
Nomor 28 thn 2010 adalah :
1. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan
secara rutin pada awal tahun berdasarkan hasil analisis dan penetapan formasi jabatan
kepala sekolah
2. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan
secara proaktif dalam rangka mendapatkan guru yang paling menjanjikan untuk
menjadi kepala sekolah. Rekrutmen calon kepala sekolah hendaknya dilakukan
melalui proses pencarian secara aktif kepada semua guru yang dipandang memiliki
kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah, sehingga guru-guru yang memiliki
kualifikasi dak kompetensi yang paling menjanjikan banyak melamar dan mengikuti
seleksi calon kepala sekolah.
3. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan
secara terbuka melalui surat kabar lokal dalam rangka memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada guru yang memenuhi kualifikasi.
Sesuai permendiknas nomor 28 Tahun 2010
Bab X tentang ketentuan penutup dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak
berlakunya permediknas ini , Pemerintah kabupaten/kota dan penyelenggara
sekolah wajib menyiapakan program penyiapan calon kepala sekolah .
LPPKS yang mempunyai Tupoksi menyiapkan
pengembangan dan pemberdayaan kepala sekolah mempunyai kewajiban untuk
mesosialisasikan Prog Penyiapan calon Kepsek di kab/kota seluruh Indonesia
dengan harapan :
a.
Tercipta
pemahaman yang sama pada semua lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan
diklat calon kepala sekolah/madrasah;
b.
Pemahaman
yang sama dalam penyelenggaraan diklat akan menghasilkan proses yang
terstandar; dan
c. Proses
diklat calon kepala sekolah/madrasah yang terstandar akan menghasilkan
calon-calon kepala sekolah yang betul-betul berpotensi dan kompeten.
Lahirnya Permendiknas Nomor 28 Tahun
2010, tentang Penugasan guru sebagai kepala sekolah / madrasah merupakan bentuk
pengendalian standar profesi kepala sekolah / madrasah yang intinya memberikan
acuan dalam hal: penyiapan calon kepala sekolah / madrasah, Masa tugas,
Pengembangan keprofesian berkelanjutan, Penilaian kinerja kepala sekolah
/madrasah, dan mutasi serta pemberhentian sebagai kepala sekolah / madrasah.
Dengan lahirnya permensiknas nomor 28/2010 ini maka Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional nomor : 162/U/2003, tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai
Kepala Sekolah dinyatakann tidak berlaku . Mengingat strategisnya peran kepala
sekolah dalam peningkatan kualitas pendidikan maka proses pengadaan kepala
sekolah, baik rekrutmen mapupun seleksi menjadi salah satu faktor terpenting
dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Proses Penyiapan calon kepaka sekolah /
madrasah meliputi Rektrutmen, Pendidikan dan Pelatihancalon kepal
sekolah/madrasah. Rektrutmen bertujuan untuk memilih guru – guru yang memiliki
pengalaman dan potensi terbaik untuk mendapatkan tugas sebagai kepala sekolah /
madrasah , dengan langkah – langkah kegiatan yang meliputi : (1). pengusulan
calon oleh kepala sekolah dan atau pengawas sekolah, (2). Seleksi
administrative, dan Seleksi akademik. Seleksi administrstif berupa pemeriksaan
terhadap dokumen administrasi calon kepala sekolah dengan tujuan untuk
memastikan bahwa calon kepala sekolah memenuhi persaratan administrative
seperti tercantum dalam permendiknas nomor 28 tahun 2010 pasal 2 ayat (2),
• Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
• Memiliki kualifikasi akademik paling rendah
sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan
perguruan tinggi yang terakreditasi;
• Berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh
enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/ madrasah;
atau setinggi-tingginya 54 tahun pada saat mengajukan lamaran.
• Sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat
keterangan dari dokter Pemerintah;
• Tidak pernah dikenakan hukuman disiplin
sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
• Memiliki sertifikat pendidik;
• Pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali
di taman kanak-kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB)
memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB;
• Memiliki golongan ruang serendah-rendahnya
III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan
dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang
dibuktikan dengan SK inpasing;
• Memperoleh nilai amat baik untuk unsur
kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai guru dalam
daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis
DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
• Memperoleh nilai baik untuk penilaian kinerja
sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir.
Persyaratan administrasi di atas
didukung dengan dokumen administrasi sebagai berikut:
a. Daftar Riwayat Hidup.
b. Pas foto terbaru ukuran 3 x 4 sebanyak 4 lembar.
Latar belakang warna merah, pria berdasi dan wanita memakai blasér.
c. Fotocopy
SK CPNS dan SK PNS yang telah dilegalisasi.
d. Fotocopy SK GTY (SK Guru Tetap Yayasan) yang
telah dilegalisasi.
e. Fotocopy SK Pangkat terakhir yang telah
dilegalisasi.
f. Fotocopy
ijazah pendidikan tertinggi yang telah dilegalisasi.
g. Fotocopy Sertifikat Pendidik yang telah
dilegalisasi.
h. Fotocopy bukti kepemilikan NUPTK.
i. Fotocopy
KTP.
j. Fotocopy
Penilaian Kinerja dua tahun terakhir.
k. Fotocopy DP3 dua tahun terakhir
l. Surat
keterangan melaksanakan tugas mengajar dari kepala sekolah/madrasah.
m. Surat Keterangan sehat dari dokter Rumah Sakit
pemerintah.
n. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Seleksi dilaksanakan oleh Panitian
termasuk di dalamnya Tim Asessor ( terlatih ) Dinas Pendidikan pemuda dan
olahraga kab/kota.nSeleksi akademik meliputi :
a. Penilaian potensi kepemimpinan (PPK) ,
b. Penilaian makalah Kepemimpinan ( MK ) ,
c. Penilaian
portofolio calon kepala sekolah berupa rekomendasi kepala sekolah dan rekomendasi pengawas sekolah,
d. Penilaian kinerja guru 2 tahun terakhir, dan,
e. DP3 dua
tahun terakhir.
Diklat calon kepala sekolah dilaksanakan
oleh lembaga diklat terakreditasi yang merupakan kegiatan pemberian pengalaman
pembelajaran teorik maupun praktik yang bertujuan untuk menumbuh kembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan pada dimensi : Kompetensi kepribadian,
Kompetensi menejerial, Kompetensi Kewirausahaan, Kompetensi supervisi dan,
Kompetensi soasial.
Model
Diklat calon kepala sekolah/madrasah dikemas dalam 3 tahap :
a.
Model “In-Service Learning 1 (70 JP/ 7 hari ). Materi :-Kepemimpinan ,
-Manajerial , -Supervisi , -Kewirausahaan, -Rencana Tindak (RTK) ,
b.
On-the Job Learning (200 JP /3 Bulan) 150 jp di sekolah sendiri (peningkatan
kualitas kinerja yang terkait dengan 4 snp: isi, proses, penilaian dan standar
kompetensi lulusan) 50 jp di sekolah lain (peningkatan kualitas diri (dan
kinerja jika kondisi memungkinkan) Materi : -Implementasi Rencana Tindakan
Kepemimpinan,
c. In-Service Learning 2”. 30 JP / 3 hari ,
Materi : -Penilaian portfolio, -Presentasi hasil OJL: implementasi Rencana
Kepemimpinan
7
Model ini dirancang untuk memberikan
pengalaman belajar yang terpadu antara aspek pengetahuan kognitif dan
pengalaman empirik sesuai dengan karakteristik peserta diklat sebagai adult
learner. Calon kepala sekolah yang dinyatakan lulus dilat diberi STTPP ( Surat
Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan) oleh lembaga diklat yang menyelenggarakan
diklat calon kepala sekolah tersebut. Selanjutnya calon kepala sekolah yang
sudah lulus Diklat calon kepala sekolah diusulkan oleh lembaga Diklat ke LPPKS
(Lembaga Pemberdayaan Kepala Sekolah ) untuk mendapatkan NUKS ( Nomor Unik Kepala
Sekolah ) dan Sertifikat kepala sekolah.
Pengangkatan Kepala sekolah / madrasah
dilakukan melalui penilaian akseptabilitas oleh Tim Pertimbangan Pengakatan
Kepala Sekolah ( TPPKS) yang ditetapkan oleh Pemerintah kabupaten/kota atau
penyelenggara sekolah/madrasah yang dilaksanakan oleh masyarakat sesuai dengan
kewenangannya. Tim Pertimbangan Pengangkatan Kepala Sekolah melibatkan unsur
Pengawas sekolah, dan Dewan Pendidikan.
Proses rekrutmen kepala sekolah yang
baik belum cukup untuk menghasilkan kepala sekolah yang tangguh dan profesional
jika tidak disertai pembinaan yang baik, yaitu pembinaan yang berorientasi pada
kinerja dan prestasi dengan ”reward & punishment” yang tegas dan konsisten.
Pembinaan kepala sekolah seperti yang berlaku selama ini ’kepala sekolah
berprestasi maupun tidak berprestasi tetap aman menjadi kepala sekolah’, bahkan
kepala sekolah yang sarat dengan masalahpun tetap aman pada posisinya sampai
pensiun, kecil kemungkinan lahir kepala sekolah yang tangguh dan profesional.
Dibutuhkan sistem pembinaan yang menimbulkan motivasi berprestasi, seperti
penghargaan dan promosi bagi kepala sekolah berprestasi dan sebaliknya
peninjauan kembali jabatan kepala sekolah bagi mereka yang tidak berprestasi.
Sebelum lahirnya Permendiknas no 28
tahun 2010 ini, telah ada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor
0296/U/1996, tanggal 1 Oktober 1996 tentang Penugasan Guru Pegawai Negeri Sipil
sebagai Kepala Sekolah di lingkungan Depdikbud dan disempurnakan dengan
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor : 162/U/2003 tentang Pedoman
Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah telah mengarah pasa sistim pembinaan di
atas .
Ada dua aspek penting dalam kedua Kepmen
tersebut yang sejalan dengan permendiknas no.28 tahun 2010 yaitu : Kepala
Sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah dan
masa jabatan Kepala Sekolah selama 4 (empat) tahun serta dapat diperpanjang
kembali selama satu masa tugas berikutnya bagi kepala sekolah yang berprestasi
sangat baik. Status Kepala Sekolah adalah guru dan tetap harus menjalankan
tugas-tugas guru, mengajar dalam kelas minimal 6 jam dalam satu minggu di
samping menjalankan tugas sebagai seorang manajer sekolah. Begitu juga ketika
masa tugas tambahan berakhir maka statusnya kembali menjadi guru murni dan
kembali mengajar di sekolah.
Pada tataran praktis implementasi kedua
Kepmen tersebut tidak berjalan mulus. Banyak daerah yang tidak
memperdulikannya. Kepmen 0296/U/1996 yang berlaku saat pengelolaan pendidikan
dilaksanakan secara terpusat disiasati dengan memutihkan masa jabatan kepala
sekolah setiap terjadi rotasi. Kepala Sekolah yang hampir habis masa jabatannya
dirotasi dan masa jabatannya kembali ke nol tahun. Nasib Kepmen 162/U/2003
tidak jauh berbeda walaupun relatif lebih baik. Beberapa daerah sudah mulai
melaksanakan Kepmen tersebut. Namun masih banyak yang belum merealisasikan
permen tersebut karena benturan kepentingan dan sulitnya merubah kultur.Namun
pada permendiknas no 28 tahun 2010 yaang akan diberlakukan tahun 2013 yang akan
datang masa jabatan diperhitungkan secara komulatif sejak kepala sekolah
tersebut diangkat dan tidak kembali nol walaupun sudah mutasi ke sekolah lain
sebagai kepala sekolah.
Periodisasi masa jabatan Kepala sekolah
yang dilaksanakan secara konsisten dengan penilaian kinerja yang akuntabel
serta transfaran akan mendorong peningkatan mutu pendidikan di sekolah-sekolah.
Kepala Sekolah akan bekerja keras untuk meningkatkan prestasi sekolahnya
sebagai bukti prestasi kinerjanya, sehingga masa jabatannya bisa diperpanjang
atau mendapat promosi jabatan yang lebih tinggi. Prestasi yang diraih
sekolah-sekolah akan meningkatkan mutu pendidikan di daerah dan pada akhirnya
akan meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Keberhasilan pelaksanaan periodisasi
masa jabatan kepala sekolah sangat tergantung pada akuntabilitas penilaian
kinerja kepala sekolah. Penilaian yang berbau KKN tidak akan memberikan
perubahan yang berarti bagi peningkatan mutu pendidikan. Penilaian harus
dilakukan secara objektif, transfaran
Catatan Renungan:
Slamat
berjuang kawan guru semuanya belomba-lombalah menuju guru profesional sejati,
bersemangatlah, bergembiralah, hai “sang guru “ , walau badai dan rintangan
menghadang, mari kita gempur kebodohan…..!
“Pemimpin
yang hebat adalah pemimpin yang lebih dulu mengatasi energi dirinya secara
efektif serta pandai menggerakkan, Mengarahkan , Memperbaiki, Dan mengembangkan
energi orang lain. ( dae deo )” . Kita rindu pada Pemimpin yang berkualitas
namun ramah dan berwibawa, Yang setiap Saat Tak Berkenti Berkarya untuk
MENINGKATKAN KOMPETENSI IDEAL Seperti Darah yang selalu setia pd Tubuh, Yang
cintanya pada pendidikan tak kalah dengan cinta ibu pada anak kandungnya Yang
memberikan teladan hidup bersama dalam kerukunan, di tengah sejuta perbedaan
Seandainya
para pemimpin senantiasa selalu ngecheck ke lapangan, apa yg dkerjakan
anggotanya dan memberikan langsung punishment, bg yg melakukn kesalahan…..dan
yg membuat prestasi berikan reward yg rasional, tp pemimpinnya hrs berusaha
nyerempet sifat2 Umar, sahabat Rasulullah Saw.
REFERENSI
:
Permendiknas
RI No.28 tahun 2010
Materi
Sosialisasi PPCKS Region III tgl 7 sd 9 mei 2012 di hotel Grant Wich Denpasat
Bali Indonesia.
III.3 Tahapan-Tahapan Proses Rekrutmen,Selesksi dan Diklat Kepala
Sekolah
Penjelasan :
1.
Dinas
Pendidikan Membuat pengumuman berdasarkan proyeksi kebutuhan kepala sekolah
yang telah dibuat
2.
Kepala
Sekolah mengumumkan kepda guru-guru di sekolahnya untuk mengikuti seleksi calon
kepala sekolah, kepala sekolah juga bisa menunjuk guru yang potensial untuk di
usulkan sebagai peserta seleksi calon kepala sekolah. Kepala sekolah juga harus
memberikan rekomendasi kepda guru yang sudah ditunjuk sebagi calon kepala
sekolah.
3.
Guru
yang ditunjuk sebagai peserta calon kepala sekolah harus membuat surat lamaran
dan melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan
4.
Pengawas
sekolah memberikan rekomendasi kepada guru yang mendaftar sebagai peserta
seleksi calon kepala sekolah
5.
Kepala
sekolah membuat usulan kepada kepala Dinas Pendidikan Guru yang
direkomendasikan menjadi peserta calon kepala sekolah
6.
Dinas
Pendidikan melakukan seleksi administrasi sesjuai yang diamantkan pada
permendiknas nomor 28 tahun 2010, Dinas pendidikan juga harus mendistribusikan
inturmen AKPK.
7.
Kepala
Sekolah yang diberi instrumen AKPK oleh Dinas Pendidikan mendistribusikan
kepada Guru yang ditunjuk sebagai peserta seleksi calon Kepala Sekolah
8.
Guru
mengisi Instrumen AKPK dan memberikan respon, kemudian instrumen tersebut di
kumpulkan pada waktu seleksi Akademik
Alur
Proses Seleksi Administratif
Penjelasan:
1.
Kepala Dinas Pendidikan Membentuk
Tim / Panitia Selsksi Administrasi Calon Kepala Sekolah
2. Tim
/ Panitia Seleksi melakukan check list kelengkapan individu, melakukan
kelengkapan rekap kelengkapan peserta dan membuat berita acara hasil penilaian
seleksi administrasi
3. Kepala
Dinas pendidikan menerima hasil selsksi dari panitia seleksi administrasi dan
membuat pengumuman hasil seleksi admnistrasi
4. Kepala
sekolah menyampaikan hasil selsksi adminitrasi kepada calon peserta
5.
Guru menerima hasil seleksi
admnistrasi
Penjelasan
1.
Kepala
Dinas Pendidikan menunjuk Lemabaga Penyelenggara seleksi akademik (LP3CKS =
Lembaga Penyelenggara Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah)
2.
LP3CKS
Menyiapakan selsksi akademik
3.
Kepala
Dinas Pendidikan Membuat undangan untuk peserta seleksi calon kepala sekolah
4.
Kepala
Sekolah menyampaikan undangan seleksi kepada gurunya yang menjadi peserta
5.
Guru
menerima undangan selsksi akademik secara resmi dan menyerahkan instrumen AKPK
kepada panitia di LP3CKS
6.
LP3CKS
melaukan registrasi peserta seleski dan melakukan selsksi Akademik meliputi (
memeriksa rekomendasi KS/PS, Penilaian Potensi Kepemimpinan dan Panilaian
Makalah Kepemimpinan)
7.
LP3CKS
membuat rekapitulasi hasil seleksi akademik dan membuat berita acara hasil
seleksi akademik
8.
Kepala
Dinas Pendidikan menerima hasil seleksi akademik dari LP3CKS dan mengumumkan
hasil seleksi akademik
9.
Kepala
Sekolah menhyampaikan hasil seleksi akademik kepada peserta
10. Guru menerima
hasil seleksi akademik
Penjelasan:
1.
LP2CKS
(Lembaga Penyelenggara Penyiapan Calon Kepala Sekolah) Mengajukan permohonan
2.kepada LPPKS untuk menerbitkan NUKS (Nomor Unik Kepala Sekolah) beserta data
peserta dan hasil pelaksanaan Dinklat calon Kepala Sekolah
2.
LPPKS
melakukan verifikasi terhadap data peserta dan hasil pelaksanaan diklat calon
kepala sekolah
3.
LPPKS
m,enerbitkan Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS)
4.
LP2CKS
menerima SK NUKS sebagai dasar penerbitan sertifikat kepala sekolah
Penjelasan
1.
Kepala
Dinas Pendidikan menunjuk lembaga penyelenggara diklat calon kepala sekolah
(P3KS = Penyelenggara Program Penyiapan Kepala Sekolah)
2.
P3KS
Merencanakan Diklat Calon Kepala Sekolah
3.
Kepala
Dinas Pendidikan membuat undangan peserta diklat
4.
Kepala
Sekolah menyampaikan undangan kepada gurunya yang mengikuti diklat CKS
5.
Guru
menerima undangan diklat resmi dari Dinas Pendidikan yang disampaikan oleh
kepala sekolah
6.
P3KS
melaksanakan diklat calon kepala sekolah dengan pendekatan IN 1 = 70 jam ON=
200 jam IN 2 = 30 jam total 300 jam
7.
P3KS
membuat rekaptulasi hasil diklat CKS
8.
P3KS
melakukan proses sertifikasi (lihat bagan usulan sertifikasi)
9.
P3KS
menyusun laporan hasil pelaksanaan Diklat CKS dan menyerahkan ke Dinas
Pendidikan
10.
Dinas
Pendidikan menerima Laporan dan sertifikat Kepala Sekolah dari P3KS
11.
Dinas
Pendidikan membuat pengumuman kelulusan hasil Diklat Calon Kepala Sekolah dan
Menyerahkan sertifikat kepala sekolah
12.
Kepala
Sekolah menyampaikan hasil diklat calon kepala sekolah dan menyerahkan
sertifikat kepada peserta
13.
Peserta
menerima sertifikat kepala sekolah
14.
P3KS
mengirim salinan sertifikat ke LPPKS
BAB III
KESIMPULAN
Penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan
dan proses penyiapan calon Kepala Sekolah/Madrasah dapat diminimalisir melalui
prosedur sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 28 tahun 2010. Dengan
adanya Permendiknas ini maka keterbukaan (akuntabilitas publik) dalam proses
pengadaan/penyiapan Kepala Sekolah/Madrasah dapat terbukti serta lebih
memberikan kepercayaan publik pada Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala
Sekolah. Selain itu kurangnya kompetensi calon Kepala Sekolah sesuai
permendiknas 13 tahun 2007 hampir tidak ada mengingat semua calon sudah
terpilih adalah benar-benar calon yang berpotensi sebagai pemimpin pembelajaran
maupun pemimpin pendidikan, yang dibekali teori dan praktik mengenai mata
diklat kepemimpinan, kewirausahaan, manajerial, sosial, kepribadian dan
supervisi akademik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Permendiknas
RI No.28 tahun 2010
2.
LPPKS.2011
(editing 30/9/15). Petunjuk Pelaksanaan Rekrutmen-Penyiapan Calon Kepala
Sekolah.
4.
Maman
hariono.blog.spot.com (30/9/15)
5.
WWW.IPSI (ikatan Sarjana
Pendidikan Indonesia).(30/9/15)
6.
Suaidin,(5/10/15)
7.
Materi
Sosialisasi PPCKS Region III tgl 7 sd 9 mei 2012 di hotel Grant Wich Denpasat
Bali Indonesia.
SERTIFIKASI DAN PROFESIONALISME GURU
Oleh :
NAMA MAHASISWA : NIM
NUR KHOLIL : 82321415080
HENDAR : 82321415082
HENI HERANI : 82321415083
KELAS : 15 B
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Guru memegang peranan yang sangat
penting dan strategis dalam upaya membentuk watak bangsa dan mengembangkan
potensi siswa dalam kerangka pembangunan pendidikan di Indonesia. Tampaknya
kehadiran guru hingga saat ini bahkan sampai akhir hayat nanti tidak akan
pernah dapat digantikan oleh yang lain, terlebih pada masyarakat Indonesia yang
multikultural dan multibudaya, kehadiran teknologi tidak dapat menggantikan
tugas-tugas guru yang cukup kompleks dan unik.
Oleh sebab itu, diperlukan guru yang
memiliki kemampuan yang maksimal untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
dan diharapkan secara berkesinambungan mereka dapat meningkatkan kompetensinya,
baik kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, maupun profesional. Profesional
artinya dilaksanakan secara sungguh- sungguh dan didukung oleh para petugas
secara profesional. Petugas yang profesional adalah petugas yang memiliki
keahlian, tanggung jawab, dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi
yang kuat.
Untuk meningkatkan profesionalisme
yang dimiliki guru, pemerintah menerapkan sertifikasi bagi guru prajabatan
maupun guru dalam jabatan. Penilaian sertifikasi dilakukan melalui pendidikan
profesi maupun dengan portofolio. Guru yang memiliki sertifikasi pendidik akan
mendapat tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok.
Sertifikasi gurusebuah upaya
pemerintah dalam rangka peningkatan mutu dan uji kompetensi tenaga pendidik
dalam mekanisme teknis yang telah diatur oleh pemerintah melalui Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan setempat, yang bekerjasama dengan instansi pendidikan
tinggi yang kompeten, yang diakhiri dengan pemberian sertifikat pendidik kepada
guru yang telah dinyatakan memenuhi standar profesional.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat
ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah yang
dimaksud dengan sertifikasi guru?
2.
Apakah yang
dimaksud dengan profesionalisme guru ?
3.
Apakah
tujuan dan manfaat sertifikasi guru?
4.
Apakah yang
dimaksud dengan aspek profesionalisme guru?
5.
Bagaimanakah
cara mendapatkan sertifikat guru?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini antara lain :
1.
Untuk
mengetahui sertifikasi guru?
2.
Untuk
mengetahui profesionalisme guru ?
3.
Untuk
mengetahui tujuan dan manfaat sertifikasi guru?
4.
Untuk
mengetahui aspek profesionalisme guru?
5.
Untuk
mengetahui cara mendapatkan sertifikat guru?
1.4
Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah adalah
metode studi pustaka, yaitu dengan membaca buku yang relevan dengan isi makalah
dan menjadikannya sebagai bahan penulisan makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sertifikasi Guru
Surakhmad berpendapat bahwa
“sertifikasi merupakan sebuah gagasan yang baik ditinjau dari sudut pandang
birokrasi” (Surakhmad, 2009 : 245). Hal ini karena sertifikasi sedikitnya
terkait dengan sistem manajemen kinerja yang diterapkan dalam birokrasi.
Sertifikasi merupakan cara untuk memonitor kinerja guru dengan
pendekatan-pendekatan manajemen birokratis.
Dasar
utama dari Sertifikasi Guru adalah UU Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disyahkan tanggal 30 Desember 2005. Yakni
dalam Pasal 8 berbunyi : “Guru wajib memiliki kualitas akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Pasal lainnya
adalah Pasal 11 ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana
dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Landasan
Hukum lainnya adalah UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
dan Peraturan Menteri Pendidikan nasional Nomor 18 tahun 2007 tentang
Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.
Sertifikasi profesi guru merupakan proses untuk memberikan sertifikat kepada
guru yang telah memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi.
Sertifikasi dilakukan oleh perguruan tinggi penyelenggara pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Sertifikasi
pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel dan berkeadilan.
Kegiatan sertifikasi profesi guru meliputi peningkatan kualifikasi dan uji
kompetensi. Sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan mutu guru disertai
dengan peningkatan kesejahteraan guru sehingga diharapkan dapat meningkatkan
mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bentuk
peningkatan kesejahteraan guru berupa tunjangan profesi sebesar satu kali gaji
pokok bagi guru yang memiliki sertifikasi pendidik.
Sertifikasi guru berbentuk uji
kompetensi yang terdiri atas dua tahap, yaitu tes tertulis dan tes kinerja yang
dibarengi dengan self appraisal dan
portofolio serta peer appraisal
(penilaian atasan). Materi tes tertulis, tes kinerja, dan self appraisal dipadukan dengan portofolio didasarkan pada
indikator esensial kompetensi guru sebagai agen pembelajaran. Materi tes
tertulis mencakup kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional, sedangkan
tes kinerja berbentuk penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran yang
mencakup keempat kompetensi secara terintegrasi. Self appraisal yang dipadukan dengan portofolio merupakan penilaian
terhadap kegiatan dan prestasi guru di sekolah dalam kegiatan profesional atau
di masyarakat sepanjang relevan dengan tugasnya sebagai guru. Peer appraisal dalam bentuk penilaian
atasan dimaksudkan untuk memperoleh penilaian dari kinerja sehari-hari yang
mencakup keempat kompetensi. Dengan empat bentuk penilaian tersebut diharapkan
penilaian kompetensi guru dilakukan secara komprehensif.
2.2 Profesionalisme Guru
Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya
suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi
juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang diperoleh dari
pendidikan akademis yang intensif. Jadi profesi adalah suatu pekerjaan atau
jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan
yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi
memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus.
Sahertian dalam bukunya Profil Pendidik Profesional
berpendapat bahwa :
“Profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau
suatu janji terbuka (to profess artinya menyatakan), yang menyatakan seseorang
mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan, karena orang tersebut
merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu” (Sahertian, 1994 : 26).
Definisi ini memperlihatkan beberapa pengertian : 1)
profesi sebagai suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, 2) profesi
mengandung unsur pengabdian, dan 3) profesi adalah suatu jabatan atau
pekerjaan.
Profesi menunjukkan lapangan yang khusus dan
mensyaratkan studi dan penguasaan pengetahuan khusus yang mendalam, seperti
bidang hukum, militer, keperawatan, kependidikan dan sebagainya. Seseorang yang
mempunyai profesi dituntut untuk profesional, seperti yang dijelaskan dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
“Profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi”. (Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen)
Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan
yang hanya dapat dilakukan oleh mereka khusus dipersiapkan untuk ibu dan bukan
pekerjaan yang dilakukan oleh mereka karena tidak dapat memperoleh pekerjaan
lain.
(Sahabuddin,1993:6)
Profesional merupakan seorang guru yang mampu merencanakan program belajar
mengajar, melaksanakan dan memimpin Proses Belajar Mengajar, menilai kemajuan
Proses Belajar Mengajar dan memanfaatkan hasil penilaian kemajuan belajar
mengajar dan informasi lainnya dalam penyempurnaan Proses Belajar Mengajar.
Kusnandar berpendapat bahwa
“profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu
keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang”
(Kusnandar, 2011:46). Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai,
tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan
pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata
pencaharian.
Rice &BishoporikdalamBafadal
(2003:5) dan Glickman dalamBafadal (2003:5) profesionalismeadalah guru yang
mampumengeloladirinyasendiridalammelaksanakantugas-tugasnya. Profesionalisasi
guru olehkeduapasangantersebutdipandangsebagisebuah proses gerak yang dinamis,
dariketidaktahuan (ignorance) menjaditahu, dariketidakmatangan (immaturity)
menjadimatang, daridiarahkan (other-directedness)
menjadimengarahkandirisendiri.
Sedangkan Glickman dalamBafadal
(2003: 5) menegaskanbahwaseseorangakanbekerjasecaraprofesionalbilamana orang
tersebutmemilikikemampuan (ability) danmotivasi (motivation).
Maksudnyaadalahseseorangakanbekerjasecaraprofesionalbilamanamemilikikemampuankerja
yang tinggidankesungguhanhatiuntukmengerjakanpekerjaannyadengansebaik-baiknya.
2.3 Tujuan dan manfaat Sertifikasi Guru
Tujuan Sertifikasi Guruadalah
menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai Pemegang peranan
Penting dalam pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Dengan Guru yang bersetifikat Pendidik melalui program Sertifikasi guru
merupakan salah satu langkah pemerintah dalam membangun pendidikan yang berkulitas
dan berkompeten baik di saat sekarang atau di masa yang akan datang.
Tujuan diadakannya sertifikasi guru
antara lain :
a. Sertifikasi dilakukan untuk
menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran
dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Melalui sertifikasi maka
akan dilakukan seleksi terhadap guru manakah yang berkelayakan untuk mengajar
dan mendidik dan manakah yang tidak. Sertifikasi dalam konteks ini sebagai
suatu mekanisme terhadap seleksi guru-guru unggul yang diharapkan dapat
menunaikan tugas sebagai guru profesional untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
b. Sertifikasi juga dilakukan untuk
meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan siswa dan menjadi salah satu komponen penting dalam proses
pembelajaran. Guru juga menjadi salah satu aset penting yang menjadi penentu
kualitas pendidikan secara nasional sehingga melalui sertifikasi guru
diharapkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan.
c. Sertifikasi untuk meningkatkan
martabat guru. Melalui sertifikasi, wibawa dan martabat guru sebagai seorang
profesional dapat dijaga bahkan ditingkatkan. Selama ini, guru dipandang
sebagai pekerjaan massal yang dapat dimasuki oleh siapa saja dari berbagai latar
belakang. Karena itu ada kecenderungan publik melihat guru secara berat sebelah
dan profesi yang disandangnya dianggap sebagai sebuah pekerjaan yang lumrah.
Sertifikasi justru untuk menjamin dan memastikan bahwa pekerjaan guru adalah
pekerjaan yang berwibawa dan guru melalui pengalaman pendidikan dan pelatihan
relatif lama dapat memberikan layanan yang lebih baik dibandingkan dengan
pekerja-pekerja pengajaran yang amatir.
d. Sertifikasi untuk meningkatkan
profesionalisme guru. Untuk memastikan apakah guru sudah benar-benar kompeten
dan profesional, maka perlu dilakukan uji kompetensi sebagai seorang
profesional melalui sertifikasi. Sertifikasi tidak berlaku seumur hidup
sehingga sertifikasi dan resertifikasi dapat menjadi salah satu mekanisme untuk
memastikan bahwa guru penyandang sertifikat masih tetap profesional dan
memiliki kompetensi yang dapat diandalkan. Sertifikasi dapat menjadi sebuah
bentuk post quality control yakni
pengendalian mutu terhadap output yang dilakukan sebelum output itu digunakan
dalam masyarakat.
Manfaat Sertifikasi Guru
Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang
tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru serta melindungi
masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak
profesional.
2.4 Aspek Profesionalisme Guru
Guru profesional pada intinya adalah
guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas
pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, membedah aspek profesionalisme guru
berarti mengkaji kompetensi yang harus dimiliki seorang guru.
Kompetensi adalah suatu hal yang
menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun
yang kuantitatif. Pengertian ini mengandung makna bahwa kompetensi itu dapat
digunakan dalam dua konteks, yakni : pertama, sebagai indikator kemampuan yang
menunjukkan kepada perbuatan yang diamati. Kedua, sebagai konsep-konsep yang
mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan perbuatan serta tahap-tahap
pelaksanaannya secara utuh. Kompetensi dapat diartikan sebagai pengetahuan keterampilan
dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari
dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Sedangkan Payong berpendapat bahwa :
“Kompetensi adalah kemampuan yang
dimiliki seseorang akibat dari pendidikan maupun pelatihan atau pengalaman
belajar informal tertentu yang didapat sehingga menyebabkan seseorang dapat
melaksanakan tugas tertentu dengan hasil yang memuaskan” (Payong, 2011 : 17).
Pengertian kompetensi guru adalah
seperangkat kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan
kinerjanya secara tepat dan efektif. Kompetensi guru tersebut meliputi : 1)
kompetensi intelektual yaitu berbagai perangkat pengetahuan yang ada dalam diri
individu yang diperlukan untuk menunjang berbagai aspek kinerja sebagai guru.
2) kompetensi fisik yaitu perangkat kemampuan fisik yang diperlukan untuk
menunjang pelaksanaan tugas sebagai guru dalam berbagai situasi. 3) kompetensi
pribadi yaitu perangkat perilaku yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam
mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melakukan transformasi
diri, identitas diri, dan pemahaman diri. Kompetensi pribadi meliputi
kemampuan-kemampuan dalam memahami diri, mengelola diri, mengendalikan diri,
dan menghargai diri. 4) kompetensi sosial yaitu perangkat perilaku tertentu
yang merupakan dasar dari pemahaman diri sebagai bagian yang tak terpisahkan
dari lingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial yang efektif.
Kompetensi sosial meliputi kemampuan interaktif dan pemecahan masalah kehidupan
sosial. 5) kompetensi spiritual yaitu pemahaman, penghayatan serta pengamalan
kaidah-kaidah keagamaan.
Standar kompetensi guru meliputi
empat komponen yaitu (1) Kompetensi Pedagogik, (2) Kompetensi Profesional, (3)
Kompetensi Sosial, (4) Kompetensi kepribadian.
Secara keseluruhan standar
kompetensi guru terdiri dari tujuh kompetensi yaitu (1) penyusunan rencana
pembelajaran, (2) pelaksanaan interaksi belajar mengajar, (3) penilaian prestasi
belajar peserta didik, (4) pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi
belajar peserta didik, (5) pengembangan profesi, (6) pemahaman wawasan
pendidikan, (7) penguasaan bahan kajian akademik.
2.5 Cara Mendapatkan Sertifikat Guru
Sertifikasi guru ada dua jalur yaitu sertifikasi guru
prajabatan dan sertifikasi guru dalam jabatan. Guru prajabatan adalah lulusan
S1 atau D4 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) atau non LPTK yang
berminat dan ingin menjadi guru, dimana mereka belum mengajar pada satuan
pendidik baik diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat.
Guru dalam jabatan adalah guru PNS maupun non PNS yang sudah mengajar pada
satuan pendidik baik yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah maupun
masyarakat dan sudah mempunyai perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Sertifikasi guru prajabatan dilaksanakan melalui
pendidikan profesi di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), sedangkan
sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi. Menurut
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 18 Tahun 2007
tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan, uji kompetensi dilakukan dalam
bentuk penilaian portofolio yang merupakan pengakuan atas pengalaman
profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang
mencerminkan kompetensi guru.
Guru dalam jabatan yang lulus penilaian portofolio
mendapat sertifikat pendidik. Guru dalam jabatan yang tidak lulus penilaian
portofolio dapat melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi dokumen
portofolio agar mencapai lulus atau mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi
guru dan diakhiri dengan ujian. Ujian tersebut mencakup kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional. Guru dalam jabatan yang lulus pendidikan
dan pelatihan profesi guru mendapat sertifikat pendidik. Guru dalam jabatan
yang belum lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru diberi kesempatan untuk
mengulang ujian materi pendidikan dan pelatihan yang belum lulus.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
prmbahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Sertifikasi profesi guru adalah
proses untuk memberikan sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar
kualifikasi dan standar kompetensi.
2. Profesionalisme berasal dari kata
profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh
seseorang. Profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas
suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang.
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu
keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan
dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian.
profesionalismeadalah guru yang
mampumengeloladirinyasendiridalammelaksanakantugas-tugasnya. Profesionalisasi
guru olehkeduapasangantersebutdipandangsebagisebuah proses gerak yang dinamis,
dariketidaktahuan (ignorance) menjaditahu, dariketidakmatangan (immaturity)
menjadimatang, daridiarahkan (other-directedness)
menjadimengarahkandirisendiri.
3. Tujuan diadakannya sertifikasi guru
antara lain :
a. Sertifikasi dilakukan untuk
menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran
dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Sertifikasi juga dilakukan untuk
meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan.
c. Sertifikasi untuk meningkatkan
martabat guru.
d. Sertifikasi untuk meningkatkan
profesionalisme guru.
4. Aspek profesionalisme guru adalah
kompetensi yang harus dimiliki seorang guru. Kompetensi guru adalah seperangkat
kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya
secara tepat dan efektif.
5. Sertifikasi
guru ada dua jalur yaitu sertifikasi guru prajabatan dan sertifikasi guru dalam
jabatan. Sertifikasi guru prajabatan dilaksanakan melalui pendidikan profesi di
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), sedangkan sertifikasi guru dalam
jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi.
DAFTAR PUSTAKA
Kusnandar. 2011. Guru
Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses
dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Payong,
Marselus R. 2011. Sertifikasi Profesi
Guru Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinya. Jakarta: PT Indeks.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen
Sahertian, Piet A. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Offset.
Surakhmad, Winarno. 2009. Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
Rice &BishoporikdalamBafadal (2003:5) dan Glickman
dalamBafadal (2003:5) profesionalisme (Internet
22 Oktober 2015)
Sedangkan Glickman dalamBafadal (2003: 5)
menegaskanbahwaseseorangakanbekerjasecaraprofessional (Internet 22 Oktober 2015)
“PROBLEMATIKA AKREDITASI SEKOLAH”
Oleh,
Dewi Aryanti (82321415043)
Neneng Solihah (82321415055)
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Di era masa kini dunia pendidikan dituntut dengan
model pengelolaan berbasis industri. Pengelolaan model ini mengumpamakan adanya
usaha dari pihak pengelola institusi pendidikan untuk meningkatkan mutu
pendidikan berdasarkan manajemen perusahaan. Strategi yang dilakukan yakni
dengan memposisikan institusi pendidikan sebagai institusi jasa atau industri
jasa yang tujuannya memberikan pelayanan (service)
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan (customer). Pelanggan disini dapat berarti pelanggan secara internal
(pengelola, guru, staf) maupun secara eksternal (masyarakat, pemerintah,
DU/DI). Maka dari itu untuk memposisikan institusi pendidikan sebagai industri
jasa harus memenuhi standar mutu. Dalam konsep TQM, institusi dikatakan bermutu
bila memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Salah satu program pemerintah
yang sedang dilaksanakan sekarang adalah meningkatkan mutu pendidikan
secara nasional. Peningkatan mutu di setiap satuan pendidikan, diarahkan
pada upaya terselenggaranya layanan pendidikan kepada pihak yang berkepentingan
atau masyarakat. Upaya yang terus menerus dilakukan dan berkesinambungan
diharapkan dapat memberikan layanan pendidikan bermutu dan berkualitas, yang
dapat menjamin bahwa proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah sudah sesuai
harapan dan yang seharusnya terjadi. Dengan demikian, peningkatan mutu pada
setiap sekolah sebagai satuan pendidikan diharapkan dapat meningkatkan mutu
sumber daya manusia secara nasional.
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional membangun sistem pengendalian mutu pendidikan melalui empat program
yang terintegrasi, yaitu standarisasi, evaluasi, akreditasi dan sertifikasi.
Standarisasi pendidikan mempunyai makna sebagai upaya penyamaan arah pendidikan
secara nasional yang memiliki keleluasan dan keluwesan dalam implementasinya.
Evaluasi merupakan suatu proses kontinu dalam memperoleh data maupun informasi
guna pengambilan suatu keputusan. Akreditasi merupakan suatu pengakuan terhadap
kinerja sekolah yang diwujudkan dengan adanya sertifikasi yang dikeluarkan
suatu lembaga mandiri dan profesional.
Akreditasi adalah suatu kegiatan pendidikan yang
dilakukan oleh suatu badan yang disebut Badan Akreditasi Nasional (BAN) untuk
mengakreditasi atau menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan.
Akreditasi dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban secara obyektif, adil,
transparan dan komprehensif oleh satuan pendidikan kepada publik. Akreditasi
dilakukan agar penyelenggaraan pendidikan pada semua lingkup mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan, pemerintah membentuk Badan Akreditasi Nasional
(BAN) yang namanya dibedakan menurut satuan, jalur dan jenjang pendidikan.
Program atau satuan pendidikan pada jalur formal pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah diakreditasi oleh BAN-S/M (Badan Akreditasi Nasional
Sekolah/Madrasah) yang pada tingkat propinsi dibentuk oleh gubernur. Tujuan dari
Akreditasi sekolah bertujuan untuk : (a) menentukan tingkat kelayakan suatu
sekolah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan dan (b) memperoleh gambaran
tentang kinerja sekolah
Mengingat yang diakreditasi adalah sekolah yang
merupakan sistem dari berbagai komponen dan saling terkait dalam pencapaian
komponen sekolah, maka sesuai Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
087/V/2002 tanggal 14 Juni 2004 tentang Akreditasi Sekolah, komponen sekolah
yang menjadi bahan penilaian adalah yang dikembangkan dari kualitas sekolah
yaitu kurikulum dan proses belajar mengajar, manajemen sekolah,
organisasi/kelembagaan sekolah, sarana dan prasarana, ketenagaan,
pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat dan lingkungan/kultur
sekolah.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan
betapa pentingnya akreditasi sekolah bagi upaya peningkatan mutu dan layanan
serta penjaminan mutu sebuah satuan pendidikan.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
ialah :
1.
Hakikat akreditasi sekolah
2.
Problematika akreditasi sekolah
- Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini ialah
- Untuk
mengetahui hakikat tentang akreditasi
- Untuk
mengetahui problematika dalam akreditasi
BAB II
PEMBAHASAN
1. Akreditasi Sekolah
- Pengertian
Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat (22)
: Akreditasi adalah kegiatan penilaian
kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal
86 ayat 3 : Akreditasi merupakan bentuk akuntabilitas publik dilakukan secara
obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan
kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan
Berdasarkan Permendiknas No.29 Tahun 2005 tentang BAN-S/M Pasal 1 ayat 5 : Akreditasi
sekolah/madrasah adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan suatu sekolah/madrasah
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh BAN-S/M
yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan.
Berdasarkan
pengertian diatas, akreditasi sekolah dapat disimpulkan sebagai suatu
proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan dan kinerja
lembaga yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas publik dan alat instropeksi
diri untuk pencapaian standarisasi mutu yang telah ditetapkan.
- Dasar Hukum
Dasar hukum
akreditasi sekolah adalah : Undang Undang No. 20 Tahun 2003, Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 86 & 87 dan Surat Keputusan Mendiknas No.29
Tahun 2005 tentang BAN-S/M
- Tujuan dan Manfaat Akreditasi Sekolah
Tujuan
Memberikan informasi tentang
kelayakan sekolah/madrasah atau program yang dilaksanakannya berdasarkan
Standar Nasional Pendidikan.
Memberikan pengakuan peringkat
kelayakan.
Memberikan rekomendasi tentang
penjaminan mutu pendidikan kepada program dan atau satuan pendidikan yang
diakreditasi dan pihak terkait
Manfaat
Dapat dijadikan sebagai acuan dalam
upaya peningkatan mutu Sekolah/Madrasah dan rencana pengembangan
Sekolah/Madrasah.
Dapat dijadikan sebagai motivator
agar Sekolah/Madrasah terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap,
terencana, dan kompetitif baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional
bahkan regional dan internasional.
Dapat dijadikan umpan balik
dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga
Sekolah/Madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran,
strategi dan program Sekolah/Madrasah.
Membantu mengidentifikasi
Sekolah/Madrasah dan program dalam rangka pemberian bantuan pemerintah,
investasi dana swasta dan donatur atau bentuk bantuan lainnya.
Bahan informasi bagi
Sekolah/Madrasah sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan
dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme,
moral, tenaga dan dana.
Membantu Sekolah/Madrasah dalam
menentukan dan mempermudah kepindahan peserta didik dari satu sekolah ke
sekolah lain, pertukaran guru dan kerjasama yang saling menguntungkan.
d. Fungsi akreditasi sekolah
1.
Untuk pengetahuan, yakni dalam rangka mengetahui bagaimana kelayakan
& kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu kepada
baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator amalan baik
sekolah,
2. Untuk akuntabilitas, yakni agar
sekolah dapat mempertanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi
harapan atau keinginan masyarakat
3. Untuk kepentingan pengembangan,
yakni agar sekolah dapat melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan
berdasarkan masukan dari hasil akreditasi.
e. Prinsip – prinsip akreditasi
1. Objektif,
informasi objektif tentangg kelayakan dan kinerja sekolah
2.
Efektif, hasil akreditasi memberikan informasi yang dapat dijadikan dasar
dalam pengambilan keputusan
3. Komprehensif, meliputi berbagai aspek dan
menyeluruh
4.
Memandirikan, sekolah dapat berupaya meningkatkan mutu dengan bercermin pada
evaluasi diri
5.
Keharusan (mandatori), akreditasi dilakukan untuk setiap sekolah sesuai dengan
kesiapan sekolah
f. Komponen Penilaian
Akreditasi mencakup semua (8)
komponen dalam Standar Nasional Pendidikan
1. Standar Isi
2. Standar Proses
3. Standar Kompetensi Lulusan
4. Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
5. Standar Sarana Dan Prasarana
6. Standar Pengelolaan
7. Standar Pembiayaan
8. Standar Penilaian Pendidikan.
g.
Persyaratan Sekolah dan Madrasah
yang diakreditasi
Untuk memperoleh pengakuan status
dan tingkat kelayakan sekolah dan madrasah melalui akreditasi,
sekurang-kurangnya satuan pendidikan madrasah harus telah memenuhi persyaratan
sebagai lembaga penyelenggara pendidikan, yaitu:
a. Tersedianya
komponen penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada satuan pendidikan, yaitu:
1. Kepala Madrasah
2. Pendidik dan tenaga kependidikan, terdiri dari
sekurang-kurang seorang guru untuk setiap kelas bagi madrasah dan sekolah
seorang guru untuk masing-masing mata pelajaran bagi MTs/SMP dan MA/SMA
3. Siswa, sekurang-kurangnya 10
orang setiap tingkatan
4. Kurikulum yang diterapkan
5. Ruang belajar
6. Buku pelajaran, peralatan dan
media pendidikan yang diperlukan
7. Sumber dana
tetap
b. Penyelenggara
pendidikan, baik itu dari pemerintah maupun dari masyarakat. Adapun penyelenggaraan
pendidikan dari masyarakat, harus berbentuk yayasan atau organisasi
sosial yang berbadan hukum.
c. Telah memiliki piagam terdaftar atau izin operasional
penyelenggaraan pendidikan madrasah dan sekolah dari instansi yang berwenang.
d. Sekolah/ Madrasah memiliki surat keputusan kelembagaan Unit
Pelaksanaan Teknis (UPT) sekolah
h. Prosedur Akreditasi
Akreditasi
dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut :
a. Pengajuan
permohonan akreditasi dari sekolah
b. Evaluasi diri
oleh sekolah
c. Pengolahan hasil
evaluasi diri
d. Visitasi oleh
asesor
e. Penetapan hasil
akreditasi
f. Penerbitan sertifikat
dan laporan akreditasi.
i.
Hasil Penilaian
Hasil dari akreditasi adalah
pengakuan “terakreditasi” atau “tidak terakreditasi”. Bagi sekolah yang
terakreditasi diklasifikasi menjadi tiga tahapan, yaitu:
A (Amat Baik) = nilai antara 86-100
B (Baik) = nilai antara 71-85
C (Cukup) = nilai antara 56-70
2.
Problematika Akreditasi Sekolah
Latar belakang adanya kebijakan
akreditasi sekolah di Indonesia adalah bahwa setiap warga
negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan
pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi
atau melampaui standar yang ditentukan melalui kegiatan akreditasi terhadap
kelayakan setiap satuan/program pendidikannya. Akan tetapi penyelengaraan pendidikan Nasional yang
termasuk didalamnya adalah proses penilaian kelayakan suatu lembaga pendidikan
dalam prakteknya masih banyak menuai problem. Adanya kebijakan-kebijakan yang
diputuskan oleh pemerintah untuk lembaga pendidikan baik yang formal maupun non
formal masih menyisakan banyak masalah, salah satunya adalah sering terjadinya
ketidakakuratan data yang diperolah di lapangan dengan realita pada
masing-masing satuan pendidikan.
Dalam
hal ini penulis akan membagi problematika akreditasi dalam tiga tahapan proses:
- Tahap
persiapan
a. Adanya lembaga pendidikan yang menyepelekan
proses akreditasi, sehingga kesiapan
untuk melaksanakan proses akreditasi dinilai sangat kurang.
b.
Cost expensive
Mahalnya biaya pelaksanaan
akreditasi oleh lembaga pendidikan dikarenakan biasanya lembaga pendidikan yang
akan melakukan akreditasi berusaha memaksakan diri supaya memperoleh nilai
sertifikat akreditasi yang baik dengan mengada – ngadakan sarana dan prasarana
yang tidak ada menjadi ada.
c.
Masalah persiapan bukti fisik
Akreditasi
merupakan penilaian terhadap minimalnya 8 standar penilaian yang terbagi dalam
penilaian terhadap kinerja manajemen sekolah dan kinerja guru sebagai subyek
proses pembelajaran. Dalam tahapan proses persiapan yang menjadi kendala
biasanya mengenai bukti fisik yang harus dilengkapi. Bukti fisik yang sebagian
besar berkaitan dengan perangkat pembelajaran (silabus, rpp, kkm, penilaian,
program tahunan, program semester dsb) yang notabene tugas guru terkadang tidak
memiliki bukti fisiknya sehingga pada saat harus melaksanakan akreditasi
mengalami kemoloran waktu, pekerjaan yang menumpuk dan cenderung melakukan
manipulasi dengan meminjam perangkat pembelajaran orang lain.
- Tahap
pelaksanan
a.
Menyalahi
prinsip pelaksanaan akreditasi
Prinsip
akreditasi yang diantaranya obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan
menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional
Pendidikan. Dalam pelaksanaannya terkadang sisi subyektifitas berperan Sehingga
prinsip adil dan transparan itu tidak terlaksana dengan baik.
b.
Kegiatan
meminjam sarana orang lain
Ada juga sekolah/madrasah yang
ketika di akreditasi/visitasi untuk kelangkapan sarana prasarananya meminjam
atau bukan milik sendiri, hal ini terjadi karena pengurus sekolah ingin
sekolahnya terakreditasi dengan nilai yang baik
c.
Tidak
prosedural
Akreditasi
dilaksanakan melalui prosedur : (a) pengajuan permohonan akreditasi dari
sekolah; (b) evaluasi diri oleh sekolah; (c) pengolahan hasil evaluasi diri ;
(d) visitasi oleh asesor; (e) penetapan hasil akreditasi; (f) penerbitan
sertifikat dan laporan akreditasi. Dalam pelaksanaannya prosedur-prosedur
akreditasi tersebut belum terlaksana maksimal. Baik pada proses pengajuan
permohonan akreditasi sampai penerbitan sertifikat dan laporan akreditasi.
d.
Sertifikat kadaluarsa
Sekolah/Madrasah
yang masa berlaku status akreditasinya telah berakhir dan tidak mengajukan
permohonan untuk diakreditasi ulang lebih kurang 6 bulan sebelum masa
berlakunya berakhir, maka status akreditasi sekolah/madrasah yang bersangkutan
dinyatakan tidak berlaku. Di lapangan ada beberapa lembaga pendidikan yang
sudah berakhir masa sertifikatnya akan tetapi belum juga mengajukan permohonan
akreditasi karena kekhilafan maupun ketidakacuhan.
e.
Pada pelaksanaan akreditasi di lembaga
pendidikan non formal masih banyak belum begitu terlihat prakteknya. Lingkup
pelaksanaan akreditasi tersebut masih berada dilingkunngan formal saja. Dan
pelaksana akreditasi masih terfokus pada pemerintah saja.
3. Tahap
Evaluasi
a. Akreditasi dilaksanakan hanya
sebatas seremonial tidak menyentuh esensi awal yakni sebagai upaya peningkatan
mutu pendidikan
b. Peningkatan kinerja dari komponen
sekolah hanya sebatas ketika akan dilakukan akreditasi sementara setelah
selesai akan kembali seperti semula.
c. Status akreditasi kurang membawa
pengaruh bagi pembinaan sekolah karena hanya sekedar memberi status dan label.
d. Menyisakan beban keuangan karena
cenderung mengada- ngadakan sarana yang harusnya ada
Walaupun problematikanya demikian pelaksanaan akreditasi
sekolah sebenarnya memiliki dampak sangat positif yang berkontribusi dalam
pengembangan dan peningkatan mutu sekolah yakni :
1. Dengan
adanya akreditasi akan lebih menambah persaingan dalam peningkatan mutu
pendidikan pada masing-masing lembaga pendidikan
2. Adanya
sistem pendidikan yang menuntut adanya perbaikan pada masing-masing lembaga
pendidikan baik dari segi sumber daya manusia maupun pada sisi sarana dan
prasarana serta kelengkapan administrasi secara berkelanjutan (continous improvement)
3. Tumbuhnya
kesadaran dari warga sekolah untuk meningkatkan kinerja sesuai dengan
tupoksinya masing-masing baik sebagai kepala sekolah, guru, staf TU, siswa dan
komite sekolah.
4. Tumbuhnya
kesadaran dari warga sekolah untuk memberikan dan meningkatkan pelayanan sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan dalam proses akreditasi.
5. Tumbuhnya
kesadaran bekerjasama seluruh komponen sekolah untuk mendapatkan
penilaian yang terbaik terkait hasil dari akreditasi.
6. Dapat
mengetahui kekurangan yang dimiliki oleh sekolah sebagai bahan introspeksi diri
dan lembaga dalam upaya perbaikan dan pembinaan sekolah ke depan.
7. Tumbuhnya
kesadaran meningkatkan mutu pendidikan melalui pencapaian standar yang telah
ditetapkan.
8. Tumbuhnya
kebanggaan dari segenap warga sekolah dan mempertahankan hasil akreditasi
apabila telah memperoleh yang terbaik
misalnya terakreditasi A.
9. Penumbuhan
kesadaran budaya mutu (change of culture
quality)
10. Masyarakat
sudah dapat memilih dan memilah dalam standar mutu pendidikan sehingga minat
masyarakat terhadap lembaga pendidikan yang terakreditasi baik semakin tinggi
tanpa melihat lagi/membedakan negeri dan swastanya
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat (22)
: Akreditasi adalah kegiatan penilaian
kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan. Akreditasi sekolah dapat dapat diartikan sebagai suatu proses
penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan dan kinerja lembaga yang
dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas publik dan alat instropeksi diri untuk
pencapaian standarisasi mutu yang telah ditetapkan. Fungsi Akreditasi
sekolah dan Madrasah,yaitu: Untuk pengetahuan, akuntabilitas, kepentingan
pengembangan, Perlindungan masyarakat, Pengendalian mutu. Tujuan Akreditasi
Sekolah dan Madrasah ialah agar penyelenggaraan pendidikan pada semua lingkup
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Persyaratan Sekolah dan
Madrasah yang diakreditasi
Tersedianya komponen penyelenggaraan
pendidikan dan pengajaran pada satuan pendidikan, Penyelenggara pendidikan,
Memiliki izin operasional penyelenggaraan pendidikan sekolah/madrasah dari
instansi yang berwenang,Memiliki surat keputusan kelembagaan unit pelaksanaan
teknis sekolah. Prosedur akreditasi Sekolah dan Madrasah, yaitu:
a)
Mengajukan
permohonan akreditasi dari sekolah kepada lembaga atau badan pelaksana
akreditasi yang telah ditentukan Prosedur akreditasi Sekolah dan Madrasah.
b)
Evaluasi
diri oleh sekolah.
c)
Visitasi
oleh Asesor.
d)
Penetapan
hasil akreditasi.
e)
Penerbitan
sertifikat dan laporan akreditasi.
2. Problematika akreditasi sekolah
dibagi dalam 3 tahapan : 1. Tahap persiapan: Adanya lembaga pendidikan yang menyepelekan proses
akreditasi, sehingga kesiapan untuk
melaksanakan proses akreditasi dinilai sangat kurang,Cost expensive, Masalah persiapan bukti fisik. 2. Tahap pelaksanan :
Menyalahi prinsip pelaksanaan akreditasi, Kegiatan meminjam sarana orang lain, Tidak prosedural, Sertifikat
kadaluarsa, pelaksana akreditasi masih terfokus pada
pemerintah saja. 3. Tahap
Evaluasi : Akreditasi
dilaksanakan hanya sebatas seremonial tidak menyentuh esensi awal yakni sebagai
upaya peningkatan mutu pendidikan, Peningkatan kinerja dari komponen sekolah
hanya sebatas ketika akan dilakukan akreditasi sementara setelah selesai akan
kembali seperti semula. Status akreditasi kurang membawa pengaruh bagi pembinaan
sekolah karena hanya sekedar memberi status dan label, menyisakan beban
keuangan karena cenderung mengada- ngadakan sarana yang harusnya ada.
DAFTAR PUSTAKA
-
Sallis,
Edward. 2010. Total Quality Management in
Education. Jogjakarta : IRCiSoD
-
Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
-
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan.
-
Permendiknas No.29 Tahun 2005