Iklan_1

Education & Financial Konsulting

Education & Financial Konsulting
Education & Financial Konsulting

Agrobisnis & Pariwisata

Agrobisnis & Pariwisata
Agrobisnis & Pariwisata

Digital & Network Development

Digital & Network Development
Digital & Network Development

Diatas Hamparan Bebatuan, Kutuwai Air Mata (antara fakta dengan kenisbian)


Ketika pagi menjelang aku datang pada sebuah rumah yang sudah usang. Tidak sedikitpun, kehidupan Nampak pada rumah tersebut. Ketika aku bertannya “kemanakah orang-orang yang memiliki rumah ini”. Tanyaku pada salah seorang yang tinggal disamping rumh tersebut. Dia hanya melontakan beberapa patah kata “dia pergi keluar kota untuk mencari kualitas hidup yang lebih baik”. Dari jawaban itu aku sedikit tersentak dan mulai ragu pada diriku sendiri untuk memulai kehidupan baruku.
Disaat aku mulai mencari cara untuk merintis masa depanku, ternyata orang lain masih ada yang harus meninggalkan kampung halaman hanya untuk mencari kualitas hidup yang lebih baik. Disini sempat terlintas dalam pikirankku “betapa tidak bersyukurnya aku, disaat orang lain meninggalkan kampung halaman hanya untuk sesuap nasi dan memenuhi kebutuhan hidup. Justru aku merasa kurang, padahal Tuhan begitu baik padaku dan memberikan apa yang telah aku inginkan”. Itulah pikiran yang terlitas dan gerutu hati yang serasa begitu membosankan dan membuat aku berhenti berjuang.
Ketika aku berjalan dan menelusuri jalan bebatuan, kupandangi batu-batu yang tersusun rapih. Dari batu-batu itu aku melihat sebuah filosofis yang mungkin orang lainpun dapat melihatnya. Dari batuan yang terhampar terdapat batuan kecil dan batuan besar, disana aku termenung “bahwa dalam kehidupan terdapat orang yang memiliki kecukupan dan orang yang memiliki kekurangan. Ketika batuan itu disatupadankan akan terbentuk susunan jalan yang indah dan dapat memberikan manfaat dari orang-orang yang memijak batu tersebut”.
Kenapa manusia tidak dapat berpegangan tangan untuk memulai sebuah kehidupan yang abadi dan memberikan apa yang diharapkan orang lain. Sehingga orang-orang tidak harus pergi jauh hanya untuk sesuap nasi dan mendapatkan kualitas yang lebih baik lagi. Derai tawa dan hempasan angin memberikan aku kenangan pada masa kecilku. Disaat aku beranjak dewasa ternyata semua tergambar sangat jelas bahwa penomenal kehidupan layaknya sebuah peta filem yang dapat ditonton orang lain sehingga diakhir fita banyak orang menyimpulkan bagus atau tidak. Begitupun dengan kehidupan, kehidupan adalah tontonan gratis disaat orang lain bersedih karena ketidak mampuan untuk membeli makan, mereka tertawa dan terbahak-bahak seakan hidup ini begitu mudah dan membiarkan sisa makanan terbuang secara sia-sia.
Sebenarnya siapa dan apa yang harus dipersalahkan?, ini pertanyaan yang terus terbayang  dalam pikiran. Seraya berjalan menelusuri bebatuan yang tersusun rapih. Tetesan air mata mengalir menyusur pipi kecilku dan membawakan bayangan. Betapa bodohnya aku, sehingga semua ini baru tersadar. Disaat kesalahan bertumpuk dan menuai kehilapan yang tiada batas. Derai air mata menemani perjalanan dan kutuwai untuk memperbaiki semua kesalahan yang telah kuperbuat.

Share Post:

Yogi Iskandar


Yogi Iskandar

Yogi Iskandar

Sponsor By:

SUBSCRIBER


SUBSCRIBER

Iklan_Foot